Diantara ulama Nusantara yang kehebatannya diakui
secara luas di dunia Islam ialah Syaikh Yasin al-Faddani. Beliau merupakan
tokoh Minang yang terkemuka di Tanah Suci setelah Syaikh Ahmad Khatib
Minangkabau. Namanya terukir indah dalam buku-buku biografi ulama modern.
Beliau digelari sebagai muhaddits dan ahli fiqh abad ini. Selain menulis,
beliau juga mengajar dan mentadbir beberapa sekolah di Makkah.
Daftar Isi:
1. Kelahiran
Syaikh Yasin Al-Faddani
2. Pendidikan
Syaikh Yasin Al-Faddani
3. Guru-guru
Syaikh Yasin Al-Faddani
4. Pengabdian Syaikh
Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
5. Karya-karya
Syaikh Yasin Al-Faddani
6. Pujian Para
Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
7. Memperkenalkan
Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
8. Murid-murid
Syaikh Yasin Al-Faddani
9. Syaikh Yasin
Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
10. Kesederhanaan
Syaikh Yasin Al-Faddani
11. Seorang Alim
yang Menghargai Para Ahli Ilmu
12. Tukang Sapu
Makam Nabi Saw.
13. Karamah
Syaikh Yasin Al-Faddani
14. Kewafatan
Syaikh Yasin Al-Fadani
15. Haul Syaikh Yasin
Al-Faddani
1. Kelahiran
Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah
keluarga ulama yang taat di Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban
1335H/17 Juni 1917M. Beliau adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin
Udiq al-Faddani dan Maimunah binti Abdullah al-Faddani.
Sejak kecil Syaikh Yasin sudah menunjukkan kecerdasan
yang luar biasa. Bahkan menginjak usia remaja Syaikh Yasin mampu mengungguli
rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadits, fiqih, bahkan para gurunya pun
sangat mengaguminya.
2. Pendidikan
Syaikh Yasin Al-Faddani
Sejak kecil beliau belajar kepada ayah beliau, Syaikh
Muhammad Isa dan dilanjutkan kepada paman beliau, Syaikh Mahmud. Kepada
keduanya, beliau belajar dan menghafal beberapa matan kitab dalam bidang ilmu
fiqh, tauhid, faraidh dan musthalah hadits.
Tahun 1346 H/1928 M beliau melanjutkan pendidikan ke
Madrasah ash-Shaulatiyah al-Hindiyah. Beliau menimba ilmu di sani selama kurang
lebih 7 tahun. Guru-guru beliau selama di Madrasah ash-Shaulatiyah adalah Syaikh
Muhktar Utsman Makhdum, Syaikh Hasan al-Masysyath dan al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa (seorang ulama
Makkah yang lahir di Palembang tahun 1323 H/1905 M).
Pada tahun 1353 H/1935, beliau pindah ke Madrasah
Darul Ulum ad-Diniyah yang didirikan oleh al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa
bersama beberapa pemuka masyarakat Nusantara yang berada di Makkah kala itu.
Beliau adalah angkatan pertama Darul Ulum yang kemudian menjadi pengurus Darul
Ulum.
Kepindahan beliau ke Darul Ulum tidak lepas dari
sebuah peristiwa menarik yaitu ketika salah seorang guru (direktur) di Madrasah
ash-Shaulatiyah telah melakukan tindakan yang sangat menyinggung pelajar yang
kebanyakan dari Asia Tenggara terutama dari Indonesia. Guru itu merobek surat
kabar Melayu yang dianggap melecehkan martabat Melayu, sehingga memacu semangat
beliau dan beberapa anak-anak Jawiy (sebutan untuk pelajar Nusantara) untuk
bangkit memberikan perlawanan dengan cara pindah dan memajukan Madrasah Darul
Ulum. Syaikh Yasin lah diantara yang mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah
Darul Ulum di Mekkah.
Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar
dari ash-Shaulatiyah ke Madrasah Darul Ulum yang baru didirikan. Ini hampir
tidak pernah dialami oleh madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid
yang begitu banyak sebagaimana Darul Ulum. Akhirnya gelombang siswa yang masuk
ke Darul Ulum meningkat pada tahun berikutnya.
Syaikh Yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah
Darul Ulum Mekkah. Disamping itu Syaikh Yasin juga mengajar di berbagai tempat
terutama di Masjidil Haram. Materi-materi yang disampaikan oleh Syaikh Yasin
mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia
Tenggara. Syaikh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering meminta
ijazah dari para ulama terkemuka sehingga beliau memiliki sanad yang luar biasa
banyaknya.
Selain belajar di Darul Ulum, beliau juga aktif
mengikuti pengajian-pengajian di Masjidil Haram. Rasa haus beliau akan ilmu
membuat beliau mendatangi kediaman para syaikh terkemuka untuk belajar di
tempat-tempat mereka seperti di Thaif, Makkah, Madinah, Riyadh, maupun
kota-kota lainnya. Bahkan beliau sempat ke luar Arab Saudi seperti Yaman,
Mesir, Syiria, Kuwait dan negeri-negeri lainnya.
Sejak awal masa belajarnya, beliau telah dikenal
sebagai seorang pelajar yang memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga
mampu mengungguli teman-temannya. Tidak mengherankan kemudian banyak
teman-teman beliau yang akhirnya malah belajar kepada beliau. Kecerdasan dan
juga akhlak beliau yang luhur yang membuat gurunya kagum terhadap beliau.
3. Guru-guru
Syaikh Yasin Al-Faddani
Ketekunan dan kesungguhannya dalam belajar membuat
beliau semakin bersinar dengan berbagai ilmu yang telah dikuasainya. Sejak muda
beliau sangat gemar kepada ilmu hadits. Hal ini menjadikan para gurunya amat
sayang dan simpati kepada Syaikh Yasin. Dintara guru beliau selama di Makkah
adalah:
1. Asy-Syaikh Umar
bin Hamdan bin Umar bin Hamdan al-Mahrisi at-Tunisi al-Madani al-Mahrasi
(beliau selalu mengikuti dan membaca kitab kepadanya)
2. Al-Habib Ali
bin Muhammad bin Husein al-Habsyi al-Makki
3. Al-Habib Abu
Bakar bin Ahmad bin Husein bin Muhammad al-Habsyi al-Makki
4. Asy-Syaikh
Muhammad bin Ali bin Husain al-Maliki
5. Asy-Syaikh
Umar Bajunaid mufti Madzhab Syafi’i ketika itu (kepadanya beliau mempelajari
fiqh Syafi’i)
6. Asy-Syaikh
Said bin Muhammad al-Yamani
7. Syaikh Hasan
al-Yamani
8. As-Sayyid
Muhsin bin Ali al-Musawa bin Abdurrahman (kepadanya ia belajar ilmu ushul)
9. Asy-Syaikh
Abdullah Muhammad Ghazi al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu sejarah)
10. Asy-Syaikh
Ibrahim bin Daud bin Abdul Qadir al-Fathany al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu
bahasa)
11. Al-Muhaddits
as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki (untuk ilmu-ilmu lainnya)
12. As-Sayyid
Muhammad Amin al-Kutbi al-Hasani
13. Al-‘Allamah
Khalifah bin Hamd an-Nabhani al-Makki
14. Asy-Syaikh
Hasan bin Muhammad bin Abbas bin Ali al-Masysyath al-Maliki
15. Asy-Syaikh
Ahmad bin Abdullah bin Muhammad al-Makhallalati
16. Asy-Syaikh
Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani
17. Asy-Syaikh
Muhammad Nur Saif Hilal al-Makki
18. Al-Habib Hasan
bin Ahmad Assegaf
19. Al-Habib Hasan
bin Muhammad bin Abdullah Fad’aq al-‘Alawi al-Huseini
20. Asy-Syaikh Hibatullah
bin Syarafuddin bin Muhammad bin Ibrahim al-Alawi al-Makki
21. Asy-Syaikh Umar
bin Husein ad-Daghistani al-Makki.
Beliau juga berguru kepada para ulama besar di luar
Makkah. Diantara guru-guru beliau dari luar Makkah adalah:
1.
Asy-Syaikh Ahmad bin bin Muhammad bin Abdul Aziz Rafi’
at-Tahthawi al-Mishri
2.
Asy-Syaikh Muhammad Ibrahim as-Samaluti
3.
Asy-Syaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i
4.
Asy-Syaikh Muhammad Hasanain Makhluf
5.
Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz at-Tijani
6.
Asy-Syaikh Muhammad al-Khidhr Husain
7.
Asy-Syaikh Mahmud bin Muhammad ad-Dumi
8.
Asy-Syaikh Muhammad Anwar Shah al-Kasymiri
9.
Asy-Syaikh Asyraf Ali at-Tahanawi
10. Asy-Syaikh Mufti
Syafi’ ad-Dibandi
11. Asy-Syaikh Ahmad
bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
12. Asy-Syaikh Abdullah
bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
13. Asy-Syaikh Abdul
Hayy al-Kattani
14. Asy-Syaikh Ibrahim
Afandi al-Jabali al-Azhari
15. Asy-Syaikh Ibrahim
bin Hamud bin Ibrahim asy-Syafi’i az-Zabidi
16. Asy-Syaikh Ibrahim
bin Abdullah Yar Syah Muhammad bin Fadhlullah ad-Dihlawi
17. Asy-Syaikh Ahmad
bin Abdullah bin Shadaqah Dahlan
18. Asy-Syaikh Ahmad
bin Muhammad al-Ahmadi az-Zawahiri
19. Asy-Syaikh Syarif
bin Muhammad Syarif bin Muhammad bin Ali as-Sanusi
20. Asy-Syaikh Ahmad
bin Muhammad Mansur al-Fulfulani al-Malizi
21. Asy-Syaikh Ahmad
al-Marzuqi bin Ahmad al-Mirshad al-Jawi
22. Asy-Syaikh Arsyad
bin As’ad al-Banteni al-Indonesi
23. Asy-Syaikh Amatallah
binti Abdul Ghani ad-Dihlawi
24. Asy-Syaikh Baqir
bin Muhammad Nur bin Fadhil al-Jogjawi
25. Asy-Syaikh Jam’an
bin Ma’mun at-Tangerangi
26. Asy-Syaikh Hamid
bin Adin bin Ruslan ad-DamsyiqiAsy-Syaikh Hamid bin Hasan bin Abdul Ma’bud
al-Haifawi ad-Damsyiqi
27. sy-Syaikh Hamid
bin Syakir al-Halabi
28. Asy-Syaikh Habiburrahman
al-A’dzami al-Hindi
29. Asy-Syaikh Hasan
bin Muhammad Marzuq Habannakah al-Maidani ad-Damsyiqi
30. Asy-Syaikh Zakaria
bin Abdullah bin Hasan bin Zainal Bilah
31. Asy-Syaikh Zaki
bin Ahmad bin Ismail al-Barzanji
32. Asy-Syaikh Zamzam
bin Muhammad Amin al-Himshi
33. Asy-Syaikh Shabir
bin Musa al-Jawi
34. Asy-Syaikh Shaleh
bin Ahmad bin Abdullah al-Madani al-Maliki
35. Asy-Syaikh Shaleh
bin Alawi bin Aqil
36. Asy-Syaikh Thohir
bin ‘Asyur at-Tunisi
37. Asy-Syaikh Thanthawi
bin Jauhari bin al-Mishri
38. Al-Habib Thaha
bin Ali bin Abdullah al-Haddad
39. Asy-Syaikh Dzafar
Ahmad bin Lathif Ahmad al-Hindi al-Utsmani at-Tahanawi ad-Diyubandi
40. Asy-Syaikh Abbas
bin Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan al-Madani
41. Al-Habib Abdullah
bin Umar bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri
42. Asy-Syaikh Abdullah
bin Falih bin Muhammad bin Falih adz-Dzahiri
43. Al-Habib Abdullah
bin Muhammad bin Hamid Assegaf
44. Asy-Syaikh Abdullah
bin Muhammad Ghazi al-Hindi al-Makki
45. Asy-Syaikh Abdullah
bin Muhammad Niyazi al-Bukhari
46. Asy-Syaikh Abdul
Hafidz bin Muhammad ath-Thohir al-Fahri al-Fasi
47. Asy-Syaikh Abdul
Aziz bin Muhammad Salim al-Bisyri al-Mishri
48. Asy-Syaikh Abdul
Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Ghani Uyun as-Sud al-Himshi
49. Asy-Syaikh Abdul
Qadir bin Taufiq asy-Syalabi
50. Asy-Syaikh Abdul
Qadir bin Shabir al-Mandaili al-Indonesi
51. Asy-Syaikh Abdul
Karim bin Ahmad bin Abdul Lathif bin Ali al-Khathib al-Faddani
52. Asy-Syaikh Abdul
Wasi’ bin Yahya bin Abdul Wasi’ ash-Shan’ani
53. Asy-Syaikh KH.
Abdul Wahab bin Hasbullah as-Surbawi
54. Al-Habib
Alawi bin Abdullah bin Ali Syihabuddin at-Tarimi
55. Al-Habib
Alawi bin Abdullah bin Idrus bin Syihab at-Tarimi
56. Asy-Syaikh Ali
bin Abdullah bin Mahmud bin Muhammad Arsyad al-Banjari
57. Asy-Syaikh Ali
bin Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus as-Samarani
58. Al-Habib Ali
bin Abdurrahman bin Ismail bin Abi Bakar al-Ahdal
59. Asy-Syaikh Ali
bin Falih bin Muhammad bin Falih bin Muhammad adz-Dzahiri al-Mihnawi al-Madani
60. Asy-Syaikh Muhammad
bin Ahyad bin Muhammad Idris al-Bogori
61. Asy-Syaikh Muhammad
Imam bin Ibrahim as-Saqa al-Mishri
62. Asy-Syaikh Muhammad
Anwar Syah al-Kasymiri
63. Asy-Syaikh Muhammad
al-Baqir bin Muhammad Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
64. Asy-Syaikh Muhammad
Bakhit bin Husein al-Muthi’i al-Mishri
65. Asy-Syaikh Muhammad
al-Hafidz bin Abdul Lathif bin Salim at-Tijani al-Mihsri
66. Asy-Syaikh Muhammad
Habibullah bin Abdullah asy-Syinqithi
67. Asy-Syaikh Muhammad
bin Hasanain bin Muhammad Makhluf al-Adawi al-Mishri
68. Asy-Syaikh Muhammad
Zahid al-Kautsari
69. Asy-Syaikh Muhammad
Salim bin Muhammad Sa’id bin Muhammad Rahmatullah al-Hindi
70. Asy-Syaikh Muhammad
Syafi’ ad-Diyubandi al-Hindi
71. Asy-Syaikh Muhammad
Shaleh bin Abdullah Farfur ad-Damsyiqi
72. Asy-Syaikh Muhammad
bin Abdullah bin Ibrahim al-‘Aquri al-Mishri
73. Asy-Syaikh Muhammad
Abdul Hayy bin Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
74. Asy-Syaikh Muhammad
Isa bin Udeq al-Faddani
75. Asy-Syaikh Muhammad
bin Muhammad Makhluf at-Tunisi
76. Asy-Syaikh Muhammad
Mukhtar bin ‘Atharid al-Bogori
77. Asy-Syaikh Muhammad
Makki bin Muhammad Ja’far bin Idris al-Kattani
78. Al-Habib Muhammad
bin Abdul Hadi bin Hasan Assegaf
79. Hadhratus
Syaikh KH. M. Hasyim Asy`ari al-Jumbani
80. Asy-Syaikh Muhammad
al-Hasyimi bin Abdurrahman at-Tilmisani
81. Al-Habib Muhammad
bin Yahya Dum al-Ahdal al-Yamani
82. Asy-Syaikh Najib
bin Muhammad bin Yusuf Sirajuddin al-Halabi
83. Asy-Syaikh Nasrullah
bin Ahmad Afandi asy-Syathi asy-Syami
84. Asy-Syaikh Hadi
bin Ahmad al-Aiba’ al-Yamani
85. Asy-Syaikh Washil
bin Atha’illah bin Sa’dullah al-Kasymiri
86. Asy-Syaikh Yusuf
bin Ahmad bin Nashr bin Suwailam ad-Dijwi
87. Asy-Syaikh Yusuf
bin Ismail bin Yusuf bin Hasan an-Nabhani
88. Dan
lain-lain.
4. Pengabdian Syaikh
Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
Tinggalnya beliau di Tanah Suci Makkah memudahkan
beliau bertemu dengan banyak ulama Islam, baik dari Tanah Suci sendiri maupun
dari berbagai pelosok dunia yang datang ke Tanah Suci, seperti Syria, Libanon,
Palestina, Yaman, Mesir, Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan
Malaysia, sehingga terkumpullah di sisi beliau berbagai macam sanad periwayatan
ilmu dan hadits. Sehingga sepanjang perlajanan studinya, beliau berguru lebih
dari 700 orang guru yang beliau catat dalam berbagai karya literaturnya yang
berkaitan dengan ilmu sanad. Ini merupakan satu jumlah yang memang sukar ditandingi
apalagi untuk zaman ini.
Setelah tiga tahun belajar di Darul Ulum, pada
permulaan tahun 1356 H/1938 M beliau mulai mengajar di almamaternya itu.
Pertengahan tahun 1359 H/1941 M karir beliau menanjak sebagai direktur
madarasah tersebut. Selain di Madrasah Darul Ulum, beliau juga mengajar di
Masjidil haram tepatnya di antara Bab Ibrahim dan Bab al-Wada’, begitu pula di
rumahnya dan di kantor sekolahnya.
Rekomendasi untuk mengajar di Masjidil Haram beliau
peroleh secara resmi tanggal 10 Jumadil Akhir 1369 H/29 Maret 1950 M dari Dewan
Ulama Masjidil Haram. Halaqah beliau mendapat sambuan hangat terutama dari
kalangan masyarakat Asia Tenggara dan Indonesia. Disamping itu setiap bulan
Ramadhan beliau mengkhatamkan dan mengijazahakan salah satu kitab dari Kutub
as-Sittah. Hal ini berlangsung selama 15 tahun.
Setiap ada kesempatan beliau juga mengadakan
perjalanan ilmiyah bersama para santri dan ulama untuk mempraktekkan ilmu yang
telah beliau ajarkan anatara lain ilmu falak. Perjalanan beliau juga dipergunakan
untuk memburu sanad, silsilah periwayatan hadits dan ijazah ilmu atau kitab.
Sehingga beliau digelari al-Musnid ad-Dunya (pemilik sanad terbanyak di dunia).
Gelar itu diberikan kepada beliau karena beliau dipandang sebagai orang yang
paling banyak memiliki sanad bukan hanya di Makkah dan Timur Tengah tapi juga
di dunia.
Gelar al-Musnid ad-Dunya didapat Syaikh Yasin lantaran
bukan hanya karena banyaknya guru yang mencapai 700 orang, tetapi lebih dilihat
pada kepakaran beliau dalam bidang yang beliau geluti.
Merujuk pada Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh, salah seorang
murid beliau, Syaikh Yasin kerap kali menerima permintaan fatwa. Artinya beliau
bukan hanya pakar dalam ilmu sanad tapi juga ahli ilmu syariat lainnya. Bahkan
permintaan fatwa bukan hanya datang dari sekitar Makkah, tetapi juga dari luar
Arab seperti Indonesia.
Menurut kisah yang diceritakan oleh Abu Mudi Syaikh
Hasanul Bashri HG, seorang ulama Aceh, pimpinan LPI Ma’had al-‘Ulum ad-Diniyah al-Islamiyah
Masjid Raya, Samalanga, Aceh yang lebih dikenal dengan nama MUDI Mesra, pada
saat terjadi perdebatan antara Syaikh Abdul Aziz Samalanga dengan Syaikh Jalal
bin Syaikh Hanafiah, Abu Mudi kecil pada waktu itu sering kali diminta oleh Syaikh
Jalal bin Hanafiah untuk membawa surat beliau kepada Syaikh Yasin ke kantor
pos.
Hampir seluruh waktunya beliau pergunakan untuk
mengejar ilmu dan mengajarkan ilmu. Dalam musim haji maupun di luar musim haji
rumah beliau senantiasa ramai dikunjungi para ulama dan pelajar baik dari
Makkah maupun dari luar Makkah bahkan dari luar negeri. Semuanya ingin menimba
ilmu dan meminta ijazah hadits dari beliau. Mereka semua memandang Syaikh Yasin
sebagai guru meskipun hanya mengambil ijazah kepada beliau.
Syaikh Yasin memiliki perhatian yang sangat besar terhadap
ilmu hadits dengan berbagai cabang dalam ilmu yang sudah terbilang langka saat
ini. Dalam hal sanad, dengan kegigihan beliau mengumpulkan sanad dari ratusan
para ulama sehingga beliau dijuluki sebagai al-Musnid ad-Dunya.
Selain itu beliau juga mengarang berbagai kitab dalam
ilmu sanad. Ada sekitar 70 buah karya dalam berbagai ukuran yang telah
disusunnya terkait ilmu sanad. Karya-karya beliau ini membuktikan kemahiran dan
kebijaksanaan beliau dalam bidang ilmu sanad. Disamping memperlihatkan kekreatifan
beliau dalam sudut berbagai seni sanad.
Selain itu beliau juga gigih dalam menghimpun sanad
para ulama-ulama sebelum beliau. Ini merupakan lazimnya dalam ilmu sanad,
dimana kadang-kadang sanad seorang ulama dibukukan oleh muridnya atau
orang-orang sesudahnya. Inilah diantara upaya yang dilakukan oleh Syaikh Yasin
Al-Fadani terhadap beberapa tokoh ulama yang memiliki sanad, seperti
al-Kuzbari, Ibn Hajar al-Haitami, Abdul Baqi al-Ba’li, Khalifah an-Nabhan, Sayyid
Muhsin al-Musawi, Muhammad Ali al-Maliki, Umar Hamdan dan Ahmad al-Mukhallalati.
Dalam hal pengijazahan sanad Syaikh Yasin memiliki
kekreatifan tersendiri, baik ijazah khash, ijazah ‘am dan ijazah muthlaq.
Berkenaan dengan ijazah khash, beliau memberi perhatian istimewa kepada beberapa
tokoh ulama dan orang-orang tertentu yang dirasakan kewibawaan mereka oleh
beliau dengan menyusun kitab-kitab ijazah sanad yang khusus buat mereka.
Diantara ulama-ulama yang mendapatkan ijazah khash
dari Syaikh Yasin ialah:
1. Prof. Dr.
as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki
2. Asy-Syaikh
Aiman Suwaid
3. Asy-Syaikh Dr.
Yahya Ghautsani
4. Asy-Syaikh
Abdullah al-Jarafi
5. Asy-Syaikh
Muhammad Riyadh al-Malih
6. Al-‘Allamah
Muhammad Zabarah
7. Al-Habib Abubakar
Athas al-Habsyi,
8. Asy-Syaikh
Ismail Zain al-Yamani
9. Al-Qadhi
Muhammad al-‘Umari
10. Asy-Syaikh
Muhammad Taqiy al-Utsmani
11. Al-Mufti al-Habib
Ibrahim bin Aqil bin Yahya
12. Asy-Syaikh Dr.
Mahmud Sa’id Mamduh
13. Asy-Syaikh
Zakaria Bila
14. As-Sayyid
Muhammad al-Hasyimi
15. Dan lain-lain.
Beliau telah menyusun kitab-kitab ijazah sanad yang
khusus untuk mereka dan setiap satu dengan yang lainnya memiliki ciri yang
tidak ada pada lainnya. Sebagai contoh, ijazah beliau kepada Syaikh Muhammad
Riyadh al-Malih yang berjudul ar-Raudh al-Fa’ih. Beliau telah
menghimpunkan di dalam kitab tersebut secara khusus semua guru-gurunya yang
berasal dari negri Syam (Syiria, Libanon, Palestina dan Jordan) yang berjumlah hingga
101 orang serta semua sanad-sanad mereka, tidak termasuk yang lain.
Adapun dengan ijazah ‘am, Syaikh Yasin al-Faddani
boleh dikatakan sebagai seorang ahli hadits yang pemurah. Berulang kali beliau
menyebut dalam beberapa kitab sanadnya pernyataan tentang pengijazahan sanad
kepada semua orang yang hidup di zamannya, dengan objektif untuk memberi
manfaat kepada para penuntut ilmu dan menyebarluaskan sanad-sanad periwayatan.
Sebagai contoh, di akhir kitab Waraqat fi Majmu’at al-Musalsalat wa
al-Awa’il wa al-Asanid al-‘Aliyyah beliau menuliskan:
هذا وقد اجزنا بما فى هذه الورقات كل
من اراد رواية ذلك عنا ممن ادرك حياتنا وكذا غيره مما تجوز لنا روايته وتثبت عنا
معرفته ودريته
Dan di akhir kitab al-‘Ujalah fi al-Ahadits
al-Musalsalah beliau menuliskan:
وقد اجزنا بها جميع اهل عصري ووقتى
ممن اراد الرواية عني
Di akhir kitab an-Nafhat al-Miskiyyah fi al-Asanid
al-Muttashilah lebih luas lagi beliau menyebutkan dengan ungkapan:
وقد أجزت بالأوائل السنبلية خاصة،
وبهذه النفحة المسكية بأسانيدنا المتصلة بها، وكذا بجميع مؤلفاتي ومروياتي، كلّ مَن أراد
جميع ذلك ممن أدرك حياتي، أو وُلد في
السنين المتممة لعقد وفاتي.اهـ
Walaupun pengijazahan ‘am seperti ini masih
dipersilisihkan di antara ulama, namun Syaikh Yasin lebih memilih pandangan
yang mengharuskannya. Di sisi lain mayoritas ulama berpendapat bahwa ijazah demikian
adalah jenis ijazah yang paling lemah.
Perhatian Syaikh Yasin terhadap kitab-kitab yang
menghimpunkan sanad-sanad periwayatan seseorang ulama ahli hadis amat besar.
Beliau sering menyebutnya dengan berbagai istilah, seperti thabat, fahrasah
atau fihris, mu’jam, barnamij dan masyyakhah.
Menurut Syaikh Abdul Hayy bin Abdul Kabir al-Kattani: “Orang
terdahulu memberikan istilah masyyakhah bagi kitab yang menghimpunkan nama-nama
guru dan riwayat-riwayat seseorang ahli hadits, kemudian mereka menamakannya
pula setelah itu sebagai mu’jam karena nama-nama guru disusun sesuai dengan
urutan abjad huruf hijaiyyah. Penduduk Andalusia juga menggunakan istilah
barnamij. Pada abad-abad belakangan, ahli hadits di daerah Timur hingga
sekarang menyebutnya sebagai thabat, sedangkan ahli hadits di daerah Barat
menyebutnya sebagai fahrasah.”
Syaikh Yasin al-Faddani mempunyai banyak riwayat bagi
kitab-kitab yang berkaitan dengan kesanadan. Selain itu Syaikh Yasin juga
memiliki perhatian besar dalam cabang ilmu hadits yang lain seperti periwayatan
hadits musalsal, riwayat ‘ali, tash-hih dan tadh’if, ilmu rijal dan ruwah.
5. Karya-karya
Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Yasin dikenal sebagai ulama yang produktif
dalam menulis, karya beliau mencapai ratusan, sehingga al-Habib Saqqaf bin
Muhammad Assegaf seorang ulama Hadhramaut memujinya dengan sebutan “Imam Suyuthi
pada zamannya” lantaran karyanya yang demikian banyak.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya
yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan
lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia
Tenggara. Sejumlah murid dan peneliti kini mulai berusaha menginventasrisir,
mengkodifikasi dan menerbitkan karya-karya tersebut. Kabarnya hingga saat ini
baru sebanyak 97 kitab (diantaranya 9 kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab
tentang ilmu dan ushul fiqih, 36 kitab tentang ilmu falak, dan sisanya tentang
ilmu-ilmu yang lain).
Bahkan kitab beliau al-Fawaid al-Janiyyah
dijadikan materi silabus mata kuliah ushul fiqh di Fakultas Syari’ah Universitas
al-Azhar Mesir. Sebagaimana diakui oleh kalangan para ulama yang mengetahui
kadar keilmuan beliau, faktor susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta
isinya yang padat menjadikan karya Syaikh Yasin dijadikan oleh para ulama dan
pelajar sebagai rujukan.
Meskipun Syaikh Yasin al-Faddani mampu bertutur dalam
bahasa Melayu, namun beliau menulis seluruh karyanya dalam bahasa Arab. Karya
beliau yang terdiri dari kitab fiqh, hadits, balaghah, tarikh, falak, sanad
serta dalam cabang ilmu yang lain antara lain:
1. Fath al-‘Allam
fi Syarh Bulugh al-Maram
2. Ad-Durr
al-Madhud fi Syarh Sunan Abu Dawud 20 jilid
3. Nail
al-Ma’mul Hasyiyah ‘ala Ghayat al-Wushul ‘ala Lubb al-Ushul
4. Al-Fawaid
al-Janiyyah ‘ala Qawa’id al-Fiqhiyyah (terbit tahun 1417 H/1996 M)
5. Syarh Jauhar
Tsamin fi Arba’in Haditsan min Ahadits Sayyid al-Mursalin li al-‘Ajluni
6. Syarh
al-Musalsal bi al-‘Itrat ath-Thahirah
7. Bulghat al-Musytaq
fi ‘Ilm Isytiqaq
8. Tashnif
as-Sama’ fi Mukhtashar ‘Ilm al-Wadha’
9. Hasyiyah ‘ala
Risalah Hajar Zadah fi ‘Ilm Wadha’
10. Idhah an-Nur
al-Lami’ Syarh al-Kaukab as-Sathi’
11. Hasyiyah ‘ala
al-Asybah wa an-Nadzair fi Furu’ Fiqh asy-Syafi’i li as-Suyuthi
12. Bughyat
Musytaq Syarh al-Luma’ Abi Ishaq
13. Ta’liqat ‘ala
Luma’ Abi Ishaq asy-Syirazi fi ‘Ilm Ushul
14. Hasyiyah ‘ala
at-Talaththuf fi Ushul Fiqh
15. Hasyiyah ‘ala
al-Qawa’id al-Kubra li al-‘Izz bin Abdissalam
16. Tatmim
ad-Dukhul Ta’liqat ‘ala Madkhal al-Wushul ila ‘Ilm al-Ushul
17. Ta’liqat ‘ala
Syarh Mandzumah az-Zamzami fi Ushul at-Tafsir
18. Taqrir
al-Maslak li Man Arada ‘Ilm Falak
19. Al-Khamaliyah
Syarh Mutawasith ‘ala Tsamarat al-Wasilah
20. Ar-Riyadh
Nadzrah Syarh Nadzm al-‘Alaliy al-Muntatsirah fi al-Maqulat al-‘Asyrah
21. Syarh ‘ala
Risalah al-Adhud fi al-Wadha’
22. Tatsnif
as-Sami’ Mukhtashar fi ‘Ilm al-Wadh’i
23. Syarh ‘ala
Mandzumah Zubad li Ibni Ruslan fi al-Fiqh Syafi’i
24. Kaukab
al-Anwar fi Asma’ an-Nujum as-Samawiyah
25. Al-Mukhtashar
al-Muhadzdzab fi Istikhraj al-Auqat wa al-Qiblat bi ar-Rubu’ al-Mujayyab
26. Manhal
al-Ifadah Hawasyi ‘ala Risalah Adab al-Bahts wa al-Munadzarah li Thasy Kubra
Zadah
27. Ad-Durar
an-Nadhid Hasyiyah ‘ala Kitab at-Tamhid li al-Asnawi fi Ushul Fiqh asy-Syafi’i
28. Janiyy
ats-Tsamar Syarh Mandzumah Manazil Qamar
29. Thabaqat
asy-Syafi’iyyah al-Kubra
30. Thabaqat
asy-Syafi’iyyah ash-Shughra
31. Thabaqat ‘Ulama
al-Ushul wa al-Qawa’id al-Fiqhiyyah
32. Thabaqat ‘Ulama
al-Falak wa al-Miqat
33. Thabaqat Masyahir
an-Nuhah wa Tasalsul Akhdzihim
34. Al-Mawahib
al-Jazilah Syarh Tsamrah al-Wasilah fi al-Falak
35. Al-Fawaid
al-Jamilah Syarh Kabir ‘ala Tsamarah al-Wasilah
36. Husn
ash-Shiqayah Syarh Kitab Durus al-Balaghah
37. Risalah fi ‘Ilm
al-Manthiq
38. Ittihaf
al-Khallan Taudhih Tuhfat al-Bayan fi ‘Ilm al-Bayan
39. Ar-Risalah
al-Bayaniyyah ‘ala Thariqat as-Sual wa al-Jawab
40. Tanwir al-Bashirah
bi Thuruq al-Isnad asy-Syahirah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
41. Al-Qaul
al-Jamil bi Ijazah as-Sayyid Ibrahim bin Aqil
42. Al-Isyadat
fi Asanid Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
43. Al-‘Ujalah
fi al-Hadits al-Mutsaltsal
44. Asma
al-Ghayah fi Asanid asy-Syaikh Ibrahim al-Hazazmi fi al-Qiraah
45. Al-Asanid
al-Kutub al-Haditsiyyah as-Sab’ah
46. Al-‘Iqd al-Fard
min Jawahir al-Asanid
47. Ithaf
al-Bararah bi Ahadits al-Kutub al-Haditsiyyah al-‘Asyrah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
48. Ithaf
al-Mustafid bi an-Nur al-Asanid
49. Qurrat al-‘Ain
fi Asanid A’lam al-Haramain
50. Ithaf Uli al-Himam
al-‘Aliyyah bi al-Kalam ‘ala al-Hadits al-Musalsal al-Awwaliyyah
51. Al-Waraqat
fi Majmu’ah al-Musalsalat wa al-Awail wa Asanid al-‘Aliyyah (terbit tahun 1406H/1986M)
52. Ad-Durr al-Farid
min Durar al-Asanid
53. Al-Muqtathaf
min Ithaf al-Kabir bi Makkiy
54. Ikhthiyar wa
Ikhtishar Riyadh Ahli Jannah min Atsar Ahli as-Sunnah li ‘Abdul Baqi’ al-Ba’li
al-Hanbali
55. Al-Arba’un
Haditsan min Arba’in Kitan ‘an Arba’in ‘an Arba’in Syaikhan (terbit tahun 1429 H/2008 M)
56. Al-Arba’un
al-Buldaniyyah Arba’un Haditsan ‘an Arba’in ‘an Arba’in (terbit tahun 1407 H/1987 M)
57. Al-Arba’un
Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as-Suyuthi
58. As-Salasil
al-Mukhtarah bi Ijazah al-Muarrikh as-Sayyid Muhammad bin Muhammad Ziyarah
59. Fath ar-Rabb
al-Majid fi Ma li Asyyakhi min Faraid al-Ijazah wa al-Asanid
60. Silsilah
al-Wushlah Majmu’ah Mukhatarah min al-Hadits al-Mustalsal
61. Faidh ar-Rahmani
bi Ijazat Samahah al-‘Allamah al-Kabir Muhammad Taqi al-‘Utsmani (terbit tahun 1406 H/1986 M)
62. Nihayat al-Mathlab
fi ‘Ulum al-Isnad wa al-Adab
63. Ad-Durar
an-Nadzir wa ar-Raudh an-Nadzir fi Majmu’ al-Ijazah bi Tsabat al-Amir
64. Al-‘Ujalah
al-Makkiyyah
65. Al-Waraqat ‘ala
al-Jawahir ats-Tsamin fi al-Arba’in Haditsan min al-Hadits Sayyid al-Mursalin ; dan
66. Ta’liqat ‘ala
Kifayat al-Mustafiq li asy-Syaikh Mahfudz at-Turmusi
67. Tahqiq
al-Jami’ al-Hawi fi Marmiyat asy-Syarqawi
68. Ittihaf ath-Thalib
as-Sirri bi al-Asanid ila al-Wajih al-Kuzbari
69. Al-Asanid
al-Faqih Ahmad bin Hajar al-Haitami al-Makki (terbit tahun 1429H/2008M)
70. Faidh
ar-Rahman fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Khalifah bin Hamd an-Nabhan
71. Al-Waslu
ar-Rati fi Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
72. Faidh
al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid as-Sayyid Muhsin
73. Madmah al-Wujdan
fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
74. Faidh
al-Ilah al-‘Ali fi Asanid ‘Abdil Baqi al-Ba’li al-Hanbali
75. Al-Maslak
al-Jaliy fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Muhammad ‘Aliy (terbit tahun 1408 H/1988 M)
76. Ithaf
al-Ikhwan bi Ikhtishar Majma’ al-Wujdan (terbit tahun 1406H/1986M)
77. Ittihaf
al-Ikhwan bi Ikhtishar Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
78. Ittihaf
as-Samir bi Auham Ma fi Tsabat al-Amir
79. Ijazah
as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki
80. Ijazah
asy-Syaikh Aiman Suwaid
81. Al-Irsyad
as-Sawiyyah fi Asanid al-Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
82. Bughyat al-Muris
fi ‘Ilm al-Asanid
83. Ta’liqat ‘ala
al-Awail as-Sunbuliyyah
84. Al-Awail
as-Sunbuliyah wa Dhailuha (terbit tahun 1427 H/2006 M)
85. Ta’liqat ‘ala
al-Awail al-‘Ajluniyyah
86. Ta’liqat ‘ala
Tsabat asy-Syanwani
87. Ta’liqat ‘ala
Tsabat asy-Syibrazi
88. Ta’liqat ‘ala
Tsabat al-Kazbari al-Hafidz
89. Tsabat
al-Kazbari (terbit
tahun 1403 H/1983 M)
90. Ta’liqat ‘ala
Husn al-Wafa li Ikhwan ash-Shafa
91. Ad-Durr
an-Natsir fi Ittishal bi Tsabat al-Amir
92. Ar-Raudh
al-Fa-ih wa Bughyat al-‘Adi wa ar-Raih bi Ijazah al-Ustadz Muhammad Riyadh
al-Malih
93. Ar-Raudh
al-Fa-ih wa Bughyat al-Ghadi wa ar-Raih (terbit tahun 1426H/2005M)
94. Al-‘Ujlah fi
Ahadits al-Musalsalah (terbit tahun 1405 H/1985 M)
95. Al-‘Iqd al-Farid
min Jawahir al-Asanid
96. ‘Uqud
al-Lujain fi Ijazah Syaikh Ismail Zain
97. Faidh al-Bari
bi Ijazah al-Wajih as-Sayyid ‘Abdurrahman al-Anbari
98. Faidh
al-Mabdi bi Ijazah asy-Syaikh Muhammad ‘Audh az-Zabidi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
99. Al-Kawakib
ad-Darari fi Ijazah Mahmud bin Sa’id al-Qahiri
100.
Al-Kawakib as-Siyarah fi Asanid al-Mukhtarah
101.
Masyjarah bi Asanid al-Fiqh asy-Syafi’i
102.
Al-Muqtathif min Ittihaf al-Akabir bi Asanid al-Mufti
Abdul Qadir
103.
Al-Mawahib al-Jazilah wa al-‘Uqud al-Jamilah fi Ijazah
al-‘Allamah al-Bahhatsah al-Musyarik asy-Syaikh Abi Yahya Zakaria bin Abdullah
Bila
104.
An-Nafhat al-Maskiyyah fi Asanid al-Makkiyyah (terbit tahun 1409H/1989M)
105.
An-Nafhat al-Hasaniyyah (terbit tahun 1396 H/1976 M)
106.
Nahj as-Salamah fi Ijazah ash-Shafi Ahmad Salamah
107.
Al-Wafi bi Dzail Tadzkar al-Masafi bi Ijazah Syaikh
Abdullah al-Jarafi (terbit
tahun 1429 H/2008 M)
108.
Al-Washl ar-Ratibi fi Tarjamah wa Asanid Syihab Ahmad
al-Mukhallati
109.
Al-Washl as-Sami bi Ijazah Sayyid Muhammad al-Hasyimi
110.
Dan masih banyak yang lainnya.
Semua kitab beliau dari no. 40 merupakan kitab dalam
bidang ilmu sanad.
Namun sayang, agak sukar menjumpai karya-karya
tersebut di tanah air. Karya beliau lebih banyak dicetak di Beirut dan Syiria.
Selebihnya masih tersimpan dalam bentuk makhtutat di pustaka pribadi almarhum.
Bahkan, karyanya yang fundamental dalam bidang hadits, Fath al-‘Allam dan
ad-Durr al-Mandhud masih dalam bentuk manuskrip (penelitian tahun 2010).
Terkait karya ulama yang juga ahli fikih ini, ada
beberapa perkara yang menarik. Pertama, Syeikh Fadani ternyata pernah menulis
empat kitab arba’in (hadits 40) sekaligus. Kitab hadits 40 yang telah mencuri
perhatian kaum muslimin selama berabad-abad ialah al-Arba’in an-Nawawiyyah
karya Imam an-Nawawi (w. 676 H/1278 M). Sudah selayaknya juga, Syaikh Yasin
yang menulis 4 versi kitab arba’in mendapat apresiasi yang sama dalam arti yang
luas di kalangan umat Islam. Antara kitab arba’in beliau yaitu al-Arba‘un
al-Buldaniyah, al-Arba’un Haditsan, Syarh al-Jauhar ats-Tsamin fi Arba’in Haditsan
dan al-Arba’un Haditsan Musalsalah.
Kedua, karya Syaikh Yasin didominasi oleh kitab sanad
yang ditulis dengan sangat teliti. Hampir dipastikan, setiap ilmu yang beliau
tuntut ada susur galurnya hingga ke sumber pertama. Hal ini, setidaknya
menyiratkan nilai ketekunan, ketulenan (otoritatif) dan keberkahan ilmu. Dengan
ketekunan memelihara silsilah keilmuan itulah para ulama menyebutnya sebagai al-Musnid
ad-Dunya (pemegang sanad di dunia) atau al-Musnid al-‘Ashr (pakar
sanad zaman ini).
6. Pujian Para
Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
Kealiman dan kepakaran Syaikh Yasin diakui oleh banyak
para ulama dari seluruh penjuru dunia. Baik oleh para ulama semasa beliau
maupun pada masa sesudahnya. Beliau banyak dipuji oleh para ulama dan para
gurunya. Diantaranya adalah dari seorang ulama ahli hadits terkemuka dari
Maroko, al-Muhaddits as-Sayyid Abdul Aziz al-Ghumari, yang menjuluki Syaikh
Yasin sebagai ulama kebanggaan Haramain (Mekkah dan Madinah) dan sebagai
muahaddits (pakar hadits) terkemuka.
Syaikh as-Sayyid Abdullah al-Ghumari, sebagaimana
diceritakan oleh Syaikh Sa’id Mamduh: “Dalam suatu kesempatan berkumpul dengan
Syaikh as-Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari pada musim haji tahun 1401 H/1991 M,
beliau berkata kepada sekumpulan jamaah: “Kita sebelum ini telah mengakui
Syaikh as-Sayyid Rafi’ at-Tahtawi sebagai al-Musnid al-‘Ashr. Namun sekarang,
ketahuilah bahwa Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai al-Musnid al-‘Ashr,
tanpa diragukan lagi.” Suatu pengakuan yang tulus dari seorang pakar Islam
yang kritis.”
Dalam muqaddimah kitab al-Fawaid al-Janiyyah
kita akan temukan beberapa pujian ulama besar antara lain Syaikh Ismail Usman
Zain al-Makki, Syaikh Abdullah bin Zaid al-Maghribi az-Zabidi (ulama Zabid
Yaman, 1315 H-1389 H) yang merasa takjub dan kagum dengan kitab al-Fawaid
al-Janiyyah, al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Ahdal
(Mufti Murawa’ah Yaman, 1307 H-1372 H) yang secara khusus menyusun sebuah syair
panjang yang memuji SyeikhYasin diantara bait syair itu berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد # وبعقد الفخار أنت الوحيد
“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat.
Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya.”
لــك عـز قــد اشـرقت بعـــــــلاه # شمس فضل لها الضياء يـريد
عــــــــــلوم ابـدعـتـها بـمــفـهـوم # بحـــلاهـا تـــتوج
المســــتـفـيد
عصـــت فيــها عــلى فــرائد در # فـى نــحو الـحسـان هم
العقود
سـائرات كالشمس فى كــل قـطر # مشرقات والـجهل منـها
يـبـيـد
من يضـاهى هـذا المـقام المــعلى # ان هــذا عـــن غــيـره
لــعــيـد
واذا انــتـمــى انـــاس
لأصــــــل # انـت لـلســعـد اذ نسـبـت
حفيد
Asy-Syaikh Fadhal bin Muhammad ‘Audh Bafadhal at-Tarimi
juga memuji kitab karangan beliau dalam syairnya sebagai sebuah kitab yang
dipenuhi permata. Diantara baitnya ia berkata dalam syairnya:
فيا طالب العلم لب نداء # ياسين وافرح بهذا القرى
“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin.
Bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan.”
Prof. Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam
kitab Hasyiyah al-Imam al-Baijuri ‘ala Jauharat at-Tauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku
pernah menerima ijazah sanad hadits hasyiah tersebut dari Syaikh Yasin yang
digelarinya sebagai Musnid ad-Dunya.
Syaikh Zakaria Abdullah Bila, teman dekat pendiri
Nahdlatul Wathan yakni Tuan Guru KH. M. Zainuddin Lombok pernah berkata: “Waktu
saya mengajar Qawa’id al-Fiqh di ash-Shaulatiyyah, seringkali mendapat
kesulitan yang memaksa saya membolak-balik kitab-kitab yang besar untuk
memecahkan kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab al-Fawaid al-Janiyyah
karangan Syaikh Yasin menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam
mengajar.”
Syaikh Umar Abdul Jabbar berkata di dalam surat kabar al-Bilad
edisi hari Jum’at 24 Dzul Qa’dah tahun 1379H/1960M: “Bahkan yang terbesar
dari amal bakti Syaikh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362 H.
Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat
mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.”
Prof. Dr. Asy-Syaikh Yusuf Abdurrazzaq (Dosen kuliah
Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo) juga memuji beliau dengan perkataan dan
syi’ir yang panjang. Salah satu bait syairnya berbunyi:
أنت فينا بقية من كرام # لا ترى العين مثلهم إنسانا
“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang
terhormat. Tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf, seorang tokoh
pendidik di Hadhramaut (1373 H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syaikh
Yasin. Beliau menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi” (Imam al-Hafidz
as-Suyuthi pada zamannya). Beliau juga mengarang sebuah syair untuk memuji
beliau, diantaranya berbunyi:
لله درك يا ياسين من رجل # أم القرى أنت قاضيها ومفتيها
في كل فن وموضوع لقد كتبا # يداك ما أثلج
الألباب يحديها
“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh.
Dari Ummul Qura engkau Qadhi dan Muftinya.
Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu.
Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”
Al-Muhaddits as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki
sebagai guru Madrasah al-Falah dan Masjidil Haram, Syaikh M. Mamduh al-Mishri
dan al-Habib Ali bin Syaikh Bilfaqih Sewun Hadhramaut dan para ulama lainnya,
pernah memuji karangan-karangan beliau.
Prof. Dr. asy-Syaikh Yahya al-Ghautsani pernah
menghadiri majelis Syaikh Yasin untuk mengkhatamkan Sunan Abu Dawud. Ketika itu
hadir pula pakar hadits Maghribi (Maroko), asy-Syaikh as-Sayyid Abdullah bin Shiddiq
al-Gumari, asy-Syaikh Abdussubhan al-Barmawi dan asy-Syaikh Abdul Fattah Rawah.
Pujian tersebut bukan hanya datang dari ulama Ahlussunnah,
seorang ulama Wahabi Prof. Dr. asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen
Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab al-Jawahir
ats-Tsaminah fi Bayan Adillat ‘Alam al-Madinah berkata: “Syaikh Yasin
adalah muhaddits, faqih, mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan
salah satu ulama Masjidil Haram.”
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (pusat
paham Wahabi), yaitu Jasim bin Sulaiman ad-Dausari pada tahun 1406 H pernah
berkata:
أبلغوا مني سلاما من صبا نجد # ذكيالأبي الفيض فداني
مسند الوقت بعيد عن نزول # هابط أما لما يعلو فداني
فدى أسر الروايات فلوتنطق # لقالت: علم الدين فداني
Selain itu, pujian kepada beliau juga datang dari
ulama India, Syaikh Muhammad Abdul Hadi serta ulama Seiwun Yaman, al-Habib Ali
bin Syaikh Balfaqih al-‘Alawi.
7. Memperkenalkan
Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
Salah satu jasa besar Syaikh Yasin al-Faddani adalah memperkenalkan
tokoh-tokoh ulama Nusantara ke dunia luar. Tanpa usaha beliau mungkin saja masyarakat
luar Melayu tidak mengenali sama sekali peranan dan sumbangsih tokoh-tokoh ulama
dari Nusantara. Melaluinya, perawi-perawi Arab dan non Melayu mengenal istilah “Kiyai”
dalam bahasa Jawa yang bermakna syaikh, ustadz atau orang alim.
Diantara nama-nama ulama Nusantara yang disebutkan
oleh Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai berikut:
1.
Syaikh Nawawi bin Umar al-Bantani
2.
Syaikh Abdushshamad bin Abdurrahman al-Falimbani
3.
Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy‘ari al-Jombangi
4.
Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani
5.
KH. Jam‘an bin Samun at-Tanqarani
6.
KH. Uhaid Ahyad bin Idris al-Bogori
7.
KH. Ma’shum bin Ahmad al-Lasemi
8.
KH. Baidhawi bin Abdul Aziz al-Lasemi
9.
KH. Baqir bin Nur al-Jogjawi
10. KH. Mahfudz
bin Abdullah at-Termasi
11. KH. Khalil
bin Abdul Lathif al-Bangkalani
12. KH. Abdul
Muhith bin Ya’qub as-Sidoarjowi
13. KH. Umar bin
Shalih as-Samarani
14. KH. Ali bin
Abdullah al-Banjari
15. KH. Hasan
bin Abdus Syakur as-Sarbawi
16. Syaikh Zainuddin
as-Sumbawi
17. KH. Mahmud
bin Kenan al-Falimbani
18. KH. Arsyad
bin Abdushshamad al-Banjari
19. KH. Taib bin
Ja‘far al-Falimbani
20. KH. Abdullah
bin Azhari al-Falimbani
21. KH. Ahmad
Marzuqi bin Hamid as-Suwahani
22. KH. Muhammad
bin Yasin al-Pekalongani
23. KH. Abdul
Hamid bin Zakaria al-Betawi
24. Syaikh
Muhsin bin Raden Muhammad as-Sirangi
25. KH. Shiddiq
bin Abdullah al-Lasemi
26. KH. Hasan
bin Syamsuddin al-Qanquni
27. KH. Bakri
bin Sida al-Bantani
28. Qadhi Musa
bin Ibrahim al-Melakawi
29. Qadhi Abubakar
bin Hasan al-Muari
30. Syaikh
Utsman bin Abdul Wahhab as-Sarawaqi
31. Syaikh
Muhammad Shalih bin Idris al-Kelantani
32. Dan lain
lain.
Ada juga tokoh Nusantara yang diberi gelar sebagai muhaddits
(ahli hadits) oleh Syaikh Yasin al-Faddani, seperti al-Habib Syaikh bin
Ahmad Bafaqih Botoputih Surabaya. Menurut Syaikh Yasin: “Muhaddits di zaman akhir
bermakna seorang musnid (ahli sanad) yang luas periwayatannya serta banyak memperoleh
kitab sanad dan fihris secara bersambung dari para ulama Timur dan Barat.
Sekarang ini kira-kira terdapat 130 orang alim ulama Nusantara.”
Diantara ulama yang paling banyak sanad periwayatannya
ialah Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani (1182 H), Syaikh Abdushshamad bin
Abdurrahman al-Falimbani (1211 H), Syaikh Abdul Ghani bin Shubuh al-Bimawi, Syaikh
Mahfudz bin Abdullah at-Termasi (1338 H), Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikh
Mukhtar bin Atharid al-Bogori dan al-Habib Salim bin Jindan.
8. Murid-murid
Syaikh Yasin Al-Faddani
Murid-murid Syeikh Yasin sangat banyak sekali. Merekalah
yang menjadi penyambung silsilah keilmuan yang beliau miliki dari para guru
untuk para murid. Diantara murid-murid beliau antar lain:
1. Asy-Syaikh
Muhammad Ismail Zain al-Makki al-Yamani
2. Prof. DR. as-Sayyid
Muhammad bin Alawi al-Maliki
3. Asy-Syaikh
Muhammad Mukhtaruddin al-Falimbani
4. Asy-Syaikh
Muhammad Hamid Amin al-Banjari
5. Al-Habib
Umar bin Hafidz Tarim
6. Al-Habib Muhammad
Hamid al-Kaf Makkah
7. Asy-Syaikh
Ahmad Damanhuri al-Bantani
8. KH. Abdul
Hamid ad-Dari
9. Asy-Syaikh
Ahmad Muhajirin ad-Dari Bekasi
10. Asy-Syaikh
KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) Martapura
11. Asy-Syaikh
Mu’allim KH. M. Syafi’i Hadzami
12. DR.
Burhanuddin Umar Lubis
13. KH. Maimoen
Zubair Rembang
14. KH. Hasan
Azhari
15. KH. Sahal
Mahfudz Pati
16. KH. DR.
Abdul Muhith Abdul Fattah
17. KH. Zayadi
Muhajir
18. KH. Ahmad
Junaidi
19. KH. Idham
Khalid
20. KH. Thahir
Rahili
21. KH. Ahmad
Muthohar Mranggen
22. DR. Muslim
Nasution
23. KH. Yusuf bin
Hasyim Asy’ari
24. Prof. DR.
Sayyid Agil Husain al-Munawwar
25. Prof. DR.
Muhibbudin Wali al-Khalidi
26. Asy-Syaikh
Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari
27. DR. Yahya al-Ghaustani
28. As-Sayyid
Abdullah Shiddiq al-Ghumari
29. Asy-Syaikh
Abdus Shubhan al-Barmaw
30. Asy-Syaikh
Abdul Fattah Rawah
31. Asy-Syaikh
DR. Ali Jum’ah Mufti Mesir
32. Asy-Syaikh
Muhammad Ali ash-Shabuni Damaskus
33. DR. Muhammad
Hasan ad-Dimyathi
34. Asy-Syaikh
Hasan al-Qathirji
35. Tuan Guru KH.
Abdullah bin Abdurrahman Pondok Lubuk Tapah Kelantan
36. Tuan Guru KH.
Hasyim bin Abubakar Pondok Pasir Tumboh Kelantan
37. Prof. Dr. M.
Hasan ad-Dimasyqi
38. Asy-Syaikh
Isma’il Zain al-Yamani
39. Dan masih
banyak lagi.
Di Indonesia bisa dikatakan hampir semua ulama di
Jakarta dan beberapa daerah lainnya yang seangkatan dengan beliau atau di bawah
beliau merupakan murid beliau. Selain itu di Malaysia, Thailand dan Brunei juga
tersebar murid-murid beliau yang sangat banyak.
9. Syaikh Yasin
Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
Meski dikenal sebagai seorang maha guru, Syaikh Yasin tetap
bersikap tawadhu’ kepada siapa saja. Beliau tak segan untuk meminta ijazah dan ilmu
dari para muridnya.
Syaikh Yasin juga sering berkunjung ke Indonesia, negeri
asal nenek moyangnya. Dalam kunjungan beliau ke Indonesia beliau mengunjungi
beberapa pondok pesantren antara lain di Jakarta, Padang, Palembang, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Madura, NTB, Kalimantan, Ambon dan Manado. Setiap pesantren
yang beliau kunjungi selalu dipenuhi oleh jamaah dari berbagai kalangan, ulama,
santri maupun masyarakat awam. Dalam setiap kesempatan beliau selalu
menyampaikan hadits sekaligus mengijazahkannya. Oleh karena itu banyak ulama menemui
Syaikh Yasin hanya karena ingin dianggap sebagai murid olehnya dan meminta
ijazah hadits.
Hal yang menarik dari sosok Syaikh Yasin adalah, sekalipun
beliau adalah seorang ulama tradisional namun beliau memiliki wawasan yang
luas. Beliau berpandangan belajar dan mengajar bagi kaum wanita juga wajib
sebagaimana yang telah disabdakan Baginda Nabi Saw. Ini terbukti dengan usahanya
mendirikan beberapa lembaga pendidikan untuk kaum wanita.
Setelah sekian lama menanamkan cita-citanya untuk
membangun madrasah putri, pada tahun 1362 H/1943 M beliau mendirikan lembaga
pendidikan untuk kaum wanita yang dinamainya dengan Madrasah Ibtidaiyyah lil
Banat. Lembaga pendidikan ini merupakan yang pertama di Arab Saudi yang
didirikan khusus untuk kaum hawa. Setelah sekolah ibtidaiyah telah banyak dan
membutuhkan tenaga pengajar, Syaikh Yasin memandang perlu mendirikan lembaga
pencetak guru wanita. Maka pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 1377 H beliau
mendirikan Ma’had lil Mu’allimat.
Dalam surat kabar al-Bilad edisi Jum’at 24 Dzul Qa’dah
1379 H/1960 M, Syaikh Umar Abdul Jabbar, seorang ulama dan kolumnis menulis
esai sebagai berikut: “Bahkan yang terbesar dari amal bakti Syaikh Yasin
adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362 H/1943 M. Inilah sekolah pertama
perempuan yang didirikan di Negeri Kerajaan Arab Saudi. Dalam perjalananya
selalu ada rintanagn, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran
dan ketabahan.”
Ketawadhu’an beliau juga terlihat sebagaimana
diceritakan oleh murid beliau, Syaikh Mahmud bin Said Mamduh, bahwa karya Syaikh
Yasin mengenai ushul fiqh, syarah al-Luma’ sebaganyak dua jilid yang
tebal terpaksa tidak jadi dicetak lantaran guru beliau Syaikh Yahya Aman sudah
terlebih dahulu mengirimkan naskah karyanya dalam hal yang sama ke percetakan.
Tampaknya beliau berkaca pada kejadian sebelumnya, saat beliau mencetak kitab Hasyiyah
at-Taisir karya beliau, yang ternyata karya serupa dibuat oleh guru beliau Syaikh
Yahya Aman, yang akhirnya membuat karya Syaikh Yasin kurang dikenal.
10. Kesederhanaan
Syaikh Yasin Al-Faddani
Karena sangat bersemangat dan giat dalam menuntut ilmu
agama, Syaikh Yasin hampir saja lupa menikah. Beliau termasuk terlambat dalam
membina rumah tangga. Hingga sampai pada usia empat puluh tahun beliau belum
juga menikah. Hal ini membuat orangtuanya merasa prihatin dan khawatir, juga
para guru dan rekan-rekan beliau. Mereka mengingatkan beliau bahkan ada yang
ingin menjadikan beliau sebagai menantu. Karena orangtua beliau mengancam akan
membakar kitab-kitab beliau dan beliau pun merasa takut durhaka kepadanya,
akhirnya masa lajang beliau akhiri tepat pada usia 40 tahun.
Hal yang sangat menarik dari sosok Syaikh Yasin al-Fadani
adalah kesederhanaannya. Walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak
segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul dan menenteng sayur mayur untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syaikh Yasin
juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah (rokok Arab). Tak
ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syaikh
Yasin.
KH. Sukarnawadi Husnuddu’at mengatakan: “Syaikh
Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul
menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk nyisyah
(menghisap rokok Arab). Tak seorangpun yang berani mencela beliau karena
kekayaan ilmu yang beliau miliki. Yang ingkar kepada beliau hanyalah
orang-orang yang lebih mengutamakan tampang dzahir daripada yang bathin.”
Jika musim haji tiba Syaikh Yasin mengundang para ulama
dari seantero dunia dan para pelajar
untuk berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para
ulama yang meminta ijazah sanad hadits dari beliau. Namun walau musim haji telah
lewat, rumah Syaikh Yasin tetap selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
11. Seorang Alim
yang Menghargai Para Ahli Ilmu
Syaikh Yasin sering mengadakan kunjungan-kunjungan ke berbagai
negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya. Tak
sedikit dari para ulama yang bertemu Syaikh Yasin ingin dianggap sebagai murid
oleh beliau dan meminta ijazah sanad hadits.
Salah satu kejadian yang menarik adalah sewaktu Syaikh
Yasin berkunjung ke Indonesia. Banyak para ulama dari berbagai daerah di
Indonesai berbondong-bondong menemui Syaikh Yasin untuk dianggap sebagai murid.
Salah satu dari mereka adalah Mu’allim KH. Syafi’i Hadzami. KH. Syafi’i datang
menemui Syaikh Yasin untuk diangkat sebagai murid. Namun Syaikh Yasin
menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain, namun Syaikh Yasin
menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa
dirinyalah yang pantas menjadi murid KH. Syafi’i Hadzami.
Syaikh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang
dimiliki KH. Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH. Syafi’i Hadzami begitu
terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan
ilmu. Begitulah sosok Syaikh Yasin al-Faddani yang sangat menghargai para ahli
ilmu.
12. Tukang Sapu
Makam Nabi Saw.
KH. Maimoen Zubair adalah murid senior Syeikh Yasin
al-Faddani yang sekarang masih hidup. Sebagaimana diutarakannya, ia telah
berguru pada Syaikh Yasin al-Faddani sejak tahun 1370 H/1940 M. Kepada Syaikh
Yasin al-Faddani beliau mengaji kitab Sunan Abi Daud hingga tamat.
Syaikh Yasin pernah bercerita pada Mbah Maimenn
tentang kisah Syaikh al-Ajrum yang melarang sebuah karyanya dicetak pada masa
itu. Karya yang berjudul al-Ajrumiyyah baru dicetak setelah wafatnya dan
menjadi kitab yang baku dalam pelajaran tata bahasa Arab dan termasyur di lembaga-lembaga
pendidikan Islam. Mungkin itulah sebab ada sebagian ulama yang melarang
karyanya dicetak di masa itu. Mereka melihat dengan mata batinnya, kelak kitab
itu dibutuhkan dan menjadi amal jariah setelah wafatnya.
Begitu pula dengan karya al-Qadhi Abu Syuja’, Matn at-Taqrib.
Al-Qadhi Abu Syuja’ hidup selama 160 tahun lebih. 60 tahun digunakannya untuk
mengajar, dan 100 tahun dari usianya ia abdikan sebagai Kannas Qabr an-Nabiy
(tukang sapu makam Nabi Saw.). Ia senang dengan gelar itu sehingga ia tak mau
dirinya disebut Syaikh atau ‘Allamah.
Acap kali saat membersihkan makam Nabi Saw., ia
bermunajat agar dirinya diberikan keberkahan umur dan karyanya akan kelak
berguna bagi umat. Dan di kemudian hari, kitabnya, Matn at-Taqrib,
memang termasyur di kalangan para penuntut ilmu.
13. Karamah
Syaikh Yasin Al-Faddani
Allah Swt. memang sangat mengasihi hambaNya yang
shaleh dengan bentuk yang beragam. Ada yang diangkat derajatnya dengan
diberikan ilmu agama yang mendalam dan ada pula yang diberikan kejadian yang
luar biasa yang disebut dengan karamah. Syaikh Yasin dimuliakan Allah dengan
kedua-duanya. Ini merupakan hasil istiqamah beliau dalam ilmu dan beramal. Ada
beberapa kisah yang masyhur di kalangan pecinta beliau antara lain:
Pernah suatu ketika ada seorang tamu asal Syiria,
Zakaria Thalib, mendatangi rumah Syaikh Yasin pada hari Jum’at. Ketika adzan
Jum’at dikumandangkan, Syaikh Yasin masih saja di rumah. Akhirnya tamu tersebut
keluar dan shalat di masjid terdekat.
Seusai shalat Jum’at, ia menemui seorang kawan dan ia
pun bercerita pada temannya bahwa Syaikh Yasin tidak shalat Jum’at. Namun hal
itu dibantah oleh temannya tersebut seraya berkata: “Kami sama-sama Syakh
Yasin shalat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syaikh Hasan al-Masysyath yang jaraknya
jauh sekali dari rumah beliau.”
KH. M. Abrar Dahlan juga pernah bercerita: “Suatu hari
Syaikh Yasin menyuruh saya membikin syai (teh) dan syisah (rokok Arab). Setelah
saya bikinkan dan Syaikh Yasin mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil Haram.
Ketika kembali, saya melihat Syaikh Yasin baru pulang mengajar dari Masjidil Haram
dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah
menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.”
Pernah salah seorang murid Syaikh Yasin, KH. Abdul
Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar ilmu fiqih
“bab diyat”, sehingga pengajian terhenti karenanya. Malam hari itu juga, beliau
mendapati sepucuk surat dari Syaikh Yasin. Begitu membuka isi surat tersebut ternyata
isinya adalah jawaban dari kesulitan yang sedang dihadapinya. Ia pun merasa
heran, dari mana Syaikh Yasin tahu, sedangkan ia sendiri tidak pernah
menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini.
Syaikh Mukhtaruddin Palembang juga bercerita: “Ketika
Bapak Presiden Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus
untuk menjemput Syaikh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat doa
beliau.”
14. Kewafatan
Syaikh Yasin Al-Fadani
Setelah sekian lama membaktikan dirinya dalam
pengembangan ilmu agama, Hadhratus Syaikh al-‘Allamah Abu al-Faidh Muhammad
Yasin bin Muhammad Isa al-faddani al-Makki berpulang ke hadhiratNya pada hari Jum’at
Shubuh tanggal 27 Dzul Hijjah tahun 1410 H/20 Juli 1990 M dalam usia 75 tahun.
Dalam waktu singkat berita kewafatannya menyebar luas.
Orang-orang pun berdatangan berduyun-duyun untuk bertakziyah. Roman wajah
beliau ketika wafat tampak berseri-seri dan tersenyum.
Setelah dishalati usai shalat Jum’at jasad beliau
dimakamkan di pemakaman Ma’la. Dan kebesaran Allah ditampakkan oleh para
hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan jenazah ulama besar tersebut. Begitu
jenazah dimasukkan ke liang lahat, bukan liang yang sempit dan lembab yang
tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai
dengan semerbak wewangian yang harum mewangi nan menyegarkan.
Beliau meninggalkan satu orang istri dengan empat
orang putra yaitu Muhammad Nur ‘Arafah, Fahd, Ridha dan Nizar.
15. Haul Syaikh Yasin
Al-Faddani
Seperti biasanya jika telah datang tanggal 28 Dzul Hijjah
maka banyak para murid al-Maghfrulah Syaikh Yasin bin Muhammad Isa al-Faddani
menghadiri upacara haul peringatan wafatnya beliau yang biasanya diselenggarakan
di rumah putra beliau.
Tepatnya di masjid Jami’ al-Amjad Jalan Prapanca
Buntu, acara ini biasanya dipimpin oleh khalifah Syaikh Yasin yaitu al-Habib Hamid
bin Alwi al-Kaff dan Syaikh Muhammad Husni Thamrin al-Banjari.
Sya’roni
As-Samfuriy, Tegal 15 September 2013
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh. semoga kita semua dalam lindungan Allah Subhanahu wata`ala dan di rahmati.., dalam blog ini tersebutlah bahwa syaikh yasin demi kegigihan nya menimba ilmu pada Ulama2 pada masa itu bukan hanya di negeri makkah,thaif dll saja sehingga sampai ke luar negeri Arab saudi seumpama negeri yaman, setahu saya cerita yang pernah saya dapat dari Ust.Mahmud siraj beliau termasuk orang yg paling dekat dengan keluarga syaikh yasin mengatakan bahwa syaikh yasin seumur hidup nya belum pernah mendatangi negeri yaman, yang ada ulama negeri yaman yang datang berhaji atau umrah syaikh yasin mendatanginya ketika ulama2 itu ada di makkah, dan sayikh sayyid abdullah al-ghumari dalam memuji syaikh yasin yag di sampaikan kpd syaikh mahmud sai`d mamduh itu pada satu perkumpulan bersama jama`ah haji di th 1991 itu di tempat haul syaihkh yasin atau ? dan juga penamatan kitab as-shittah yang selalu di lanjutkan oleh generasi seterus nya sperti syaikh sayyid hamid al-kaf adalah di adakan pengajian itu di rumah keluarga syaikh yasin setelah kewafatan syaikh yasin,yg saat ini di sari` sittin tepat nya di belakang supermarket bin dawood bukan di masjid, masjid jami` jalan prapannca buntu itu di mana?... jika ada salah dalam paparan saya di atas sebelumnya mhn maaf. wassalamualaikum.
BalasHapus'Alaikumussalam Wr. Wb.
BalasHapusBeribu-ribu terimakasih kami sampaikan atas koreksi Anda. Sungguh hal inilah yang sangat kami dambakan.
Prapancabuntu itu di Jakarta.
Jazakallah ahsanal jaza'