Home » , , » HADITS “HUBBUL WATHAN MINAL IMAN”

HADITS “HUBBUL WATHAN MINAL IMAN”

Written By MuslimMN on Kamis, 22 Agustus 2013 | 11.15





HADITS “HUBBUL WATHAN MINAL IMAN

Dalam buku susunan Tim PP Muhammadiyyah Majlis Tarjih yang berjudul “Tanya Jawab Agama 4” halaman 24-25 dibahas pembahasan yang cukup menarik, dengan judul “Hubhul Wathan Minal Iman” Bukan Hadits. Berikut kami kutip langsung dari buku tersebut.

Tanya: “Dalam suatu majalah disebutkan suatu hadits yang artinya: “Bukan dari golongan kami orang yang berperang semata-mata atas dasar kebangsaan, dan bukan golongan kami yang matinya karena fanatik kebangsaannya.” (HR. Abu Dawud). Ada hadits lagi yang artinya: “Cinta tanah air itu sebagian dari iman.” Pertanyaannya, kedua hadits tadi bertentangan. Bagaimana penjelasannya dan bagaimana pula nilai keduanya?” (Mujibur Rahman, Kalipepe Rt. 02 Rw. 92 Kec. Yosowilangun Kab. Lumajang Jatim).

Jawab: “Hadits yang pertama yang anda tanyakan adalah benar riwayat Abu Dawud dari Jubair bin Muth’im, nilainya hasan. Maksud dari hadits tersebut bahwa perang yang  dimaksud dengan jihad fi sabilillah adalah perang yang menegakkan kebenaran, agar kalimat Allah dapat ditegakkan. Jadi orang yang melakukannya haruslah berniat semata-mata karena Allah memerintahkan untuk menegakkan kebenaran. Itu perang yang dibenarkan oleh Nabi kita. Selanjutnya kematian yang semata-mata didasarkan karena fanatik  kebangsaan  padahal bangsa itu berbuat aniaya atau tidak benar, bukanlah kematian yang dipandang syahid. Adapun haditsyang berbunyi: “Hubbul wathan dan seterusnya”, adalah  hadits  maudhu’ artinya hadits palsu, tidak  shahih. Memang dalam pengertian yang baik mempertahankan tanah air karena kebenaran adalah benar.

Dalam  hadits riwayat at-Tirmidzi dan lainnya dengan nilai shahih orang  mati  karena mempertahankan hartanya adalah termasuk syahid, maksudnya syahid akhirat, yakni mendapat pahala sebagaimana orang yang mati syahid. Termasuk juga dalam riwayat itu orang yang mati karena mempertahankan tanah air yang akan dirarnpas sebagaimana dalam  perang kemerdekaan kita di masa yang lampau.

Kesimpulannya, hadits yang pertama nilainya hasan, hadits yang kedua lemah. Sedang mati semata-mata karena fanatik kebangsaaan yang salah tidak termasuk syahid, tetapi kalau mati dalam mempertahankan tanah air, mempertahankan kebenaran yang diperintahkan Allah maka dapat dimasukkan pada mati syahid.”

Sedangkan dalam kitab Asna al-Mathalib hadits ini memang masuk dalam kategori maudhu’. Tapi menurut pentahqiqnya Syaikh Mahmud al-Arnauthi dan Imam as-Sakhawi dalam kitab Maqashid al-Hasanah mengatakan “tidak mengenal hadits ini” (لم اقف عليه), tapi makna haditsnya shahih.

KH. Ahmad Baso menuliskan bahwa dalam ilmu hadits dibedakan dua jenis penilaian periwayatan, riwayat bissanad dan riwayat bilmatan; ada yang shahih dua-duanya, ada yang salah satunya; misal riwayat bilmatan shahih meski tidak shahih bissanad. Hadits “Hubbul Wathan” ini masuk kategori terakhir itu. Dan ulama pendiri NU tidak mungkin mencomot ungkapan itu tanpa sadar akan perbedaan ini.

Rasulullah Saw. bersabda: “Hubbul wathan minal iman (Cinta tanah air itu bagian dari iman). Cinta adalah sumber dari rasa tanah air adalah sumber dari materi. Iman adalah sumber dari semua agama. Hadits di atas termaktub setidaknya di 6 kitab, yaitu:
1)      Dalil al-Falihin Syarh Riyadh ash-Shalihin jilid 1 halaman 26.
2)      Ad-Durar al-Muntasyirah hadits nomor 189.
3)      Al-Maqashid al-Hasanah hadits nomor 391.
4)      Kasyf al-Khafa hadits nomor 2011.
5)      Al-Asrar al-Marfu’ah hadits nomor 168.
6)      Tadzkirat al-Maudhu’ah jilid 2 halaman 128.

Dalam QS. al-Baqarah ayat 126, Allah Swt. berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim As. berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”

Nabi Ibrahim As. berdoa agar tanah airnya: a) Menjadi negeri yang aman sentosa, b) Penduduknya dilimpahi rizki, c) Penduduknya iman kepada Allah dan hari akhir.

Dalam ayat yang lain yang serupa dengan ayat di atas ada di QS. Ibrahim ayat 35:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim As. berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman. Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.”

Ini menunjukkan Nabi Ibrahim As. adalah seseorang yang begitu mendalam mencintai tanah airnya. Kemudian di dalam QS. an-Nahl ayat 123 kita diperintah mengikuti millah (jejak) NabiI brahim As.:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad Saw.): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.”

Salah satu dari millah Nabi Ibrahim As. adalah mencintai tanah air. Mengapa harus mencintai tanah air? Dalam kitab Jami’ ash-Shaghir jilid 1 bab huruf Ta’ halaman 222, Rasulullah Saw. bersabda: “Jagalah dirimu dari bumi, maka sesungguhnya bumi itu adalah ibumu.”

Adalah perintah untuk menjaga diri sendiri dan ibu pertiwi (tanah air) dari tindakan-tindakan negatif dari diri sendiri maupun tindakan orang luar.

Al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fath al-Bari juz 3 halaman 261, ketika mensyarahi hadits Imam Bukhari dari sahabat Anas Ra.:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَأَبْصَرَ دَرَجَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَتْ دَابَّةً حَرَّكَهَا

“Adalah Rasulullah Saw. jika pulang dari bepergian dan melihat dataran tinggi kota Madinah mempercepat jalan untanya dan bila menunggang hewan lain beliau memacunya.”

Al-Hafidz Ibn Hajar berkata:

وفي الحديث دلالة على فضل المدينة ، وعلى مشروعية حب الوطن والحنين إليه

“Dalam hadits tersebut menunjukkan tentang keutamaanya kota Madinah, dan disyariatkannya cinta tanah air dan rindu kepadanya.”

Dalam QS. ar-Rum ayat 41, Allah Swt. berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Di dalam kitab tafsir ar-Ruh al-Bayan, diriwayatkan ketika turun surat al-Qashash ayat 85:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ

Saat itu Nabi Saw. dilanda rasa rindu yang sangat kepada kota Makkah, karena memang Makkah adalah kota kelahiran dan tempat tinggal beiau, negeri datuk-datuk dan kerabat-kerabat beliau serta kota datuk utama beliau yaitu Sayyidina Ibrahim As. Sehingga ayat tersebut merupakan satu kabar gembira dari Allah Swt. kepada Rasulullah Saw. dan suatu hal yang benar-benar akan direalisasikan oleh Allah Swt.

Sehingga seakan-akan Allah Swt. mengatakan: “Jangan kamu mengira wahai Muhammad bahwa nasibmu itu sama dengan ayah kamu Ibrahim yang hijrah dari Negerinya Haran satu negeri kafir menuju kota suci dan tidak akan pernah kembali lagi ke Haran. Jangan pula kamu mengira bahwa keadaanmu sama dengan ayah kamu Ismail yang hijrah dari negeri yang suci menuju negeri yang lebih suci.”

Kemudian penulis kitab tafsir ar-Ruh al-Bayan ini melanjutkan:

و في تفسير الاية اشارة ان حب الوطن من الايمان

“Dan dalam pengertian, kesimpulam serta tafsir dari ayat ini menunjukkan bahwa cinta terhadap negeri adalah sebagian dari iman.”

Hadits memang maudhu’ tapi maknanya shahih. Tapi bagaimana para salaf kita selalu mendengungkan ungkapan-ungkapan itu. Artinya kalau ditolak serta merta juga tidak bisa karena secara makna juga tepat. Oleh karena itu dalam kesimpulan selain menyebutkan derajatnya dalam kacamata musthalah hadits juga harus ditampilkan bahwa secara makna shahih.

Maka seprti redaksi dalam kitab Asna al-Mathalib setelah menyebutkan derajat hadistnya beliau juga menampilkan redaksi “tetapi maknanya shahih” supya sampai dalam kesimpulan jangan sampai ditolak serta merta.

Jadi seperti Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari nampak sering berrbicara dengan ungkapan “Hubbul wathan minal iman”. Bukan berarti beliau berdalil dan mengatakan bahwa itu adalah hadits. Akan tetapi beliau mengajak rakyat untuk mencintai negeri ini. Beliau menggunakan motto itu karena benar adanya secara makna.

Seperti halnya kedudukan motto-motto yang lain seperti hadits-hadits maudhu’ yang lain tapi maknanya shahih seperti “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad”, walaupun maudhu’ tapi maknanya benar bahwa jika menuntut ilmu itu tak akan pernah terikat dengan waktu, usia dan keadaan. Bukan berarti jika itu hadits dhaif kita dilarang untuk menyebutkannya seperti yang didengung-dengungkan saudara-saudara kita dari aliran Salafi-Wahabi.

Kemudian dalam kitab Dalil al-Falihin Syarh Riyadh ash-Shalihin jilid 1 halaman 27 disebutkan: “Maka semestinya bagi orang yang sempurna imannya hendak membuat kemakmuran akan tanah airnya dengan amal shaleh.”

Yang dimaksudkan dengan cinta tanah air itu adalah memakmurkan tanah airnya, memakmurkan dengan amal-amal shaleh atau amal-amal yang baik. Sedangkan tanah air manusia itu ada dua macam: 1) Tanah air jasmani, yaitu bumi tempat kita lahir dan berpijak, dan 2) Tanah air ruhani, yaitu tanah air akhirat, tempat dimana ruh kita berasal dan akan kembali nantinya.

Kedua tanah air kita ini harus dimakmurkan, baik tanah air ruhani maupun jasmani. Dimakmurkan dengan perbuatan-perbuatan baik. Sehingga nantinya kita bisa menuai buahnya:

رَبَّنَا اَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلاَحِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Wallahu al-Musta’an A’lam.

Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 23 Agustus 2013

Share this article :

3 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarkatuh
    Sahabat se-aqidah , Salam Ukhuwah.
    Allah Subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya) :
    “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [QS. An-Nisaa’ : 65].

    Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bukankah Allah adalah sebaik-baik pemberi ketetapan hukum?” (QS. At-Tiin: 8).

    “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik” [QS. Al-Maaidah : 49].

    Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman, demikian pula perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

    “Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, dzalim, fasik” (QS al-Maidah [5]: 44-45-47).

    “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Ma’idah: 50)

    Allah berfirman : "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu," [An Nisa' :105].


    firman-Nya: "Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik." [Al An'am: 57].

    “Dan orang-orang yang membangkang dan mendustakan ayat-ayat kami (Al-Quran), mereka itu menjadi penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS.Al-Baqoroh:39)

    Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
    “Apabila dikatakan kepada mereka, ‘Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,’ niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu..” (An-Nisâ’: 61)

    BalasHapus
  2. kalau gak mau HWMI ya sana jadi teroris... dan buat kekerasan atas nama Allah. apa Allah menginginkan kekerasan.

    BalasHapus

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template