SEJARAH WAHABI
Oleh Al-Habib Mundzir Al-Musawa
Menanggapi banyaknya permintaan
pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan
itu sesuai dengan asal-usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin
berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggungjawabkan,
diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul
Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.
Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya,
Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H/1699 M). Asal mulanya dia
adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain
dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan
Syam.
Kemudian pada tahun 1125 H/1713 M, dia terpengaruh
oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai
mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris
untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan
sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan
Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program
kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan
sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah
seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan
guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan
sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk
berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar.
Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan
memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul
Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan
judul As-Sawa’iqul Ilahiyah FirRaddi Alal
Wahabiyah.
Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah,
Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi asy-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat:
“Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu
dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang
yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia
kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat
maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak
mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum
muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari
kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan
muslimin.“
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunnah
sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan
jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali“ (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad
bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan
tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang
disampaikan ahlussunnah waljama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur
serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu,
justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk
guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad
bin Abdul Wahab, “Berapa banyak Allah
membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?“
Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam
Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari
awal sampai akhir Ramadhan”
Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah
tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari
manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu
saja yang muslim.“
Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam
seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris
nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus
menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan
agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah
penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H/1765 M) pendiri
dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara
penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya.
Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad
bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang
dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan
syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar
mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad
Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini
tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan
Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin.
Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus
mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum
masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga
diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau
mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun
langsung dibunuh.
Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi
SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya
melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata: “Tongkatku ini masih lebih baik dari
Muhammad, karena tongkatku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan
Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. “
Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak
ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah
kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerjasama untuk memberantas tradisi yang
dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur,
peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad
bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia.
Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak,
tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada
Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang
ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka
masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat
dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat
kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali,
juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan
masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi
dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan
sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.
Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II,
penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang
bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada
1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada
awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi.
Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke
Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam
Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan
di Arab Saudi.
Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global.
Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi
Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan
pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman
agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah
meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di
Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan
dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.
Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan,
yaitu di Suq al-Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan
dijadikan tempat parkir onta.
0 komentar:
Posting Komentar