Dongeng Wahhabiyyah
Rustumiyyah
Ada apa dibalik beredarnya dongeng Rustumiyyah
Dongeng Wahhabiyyah
Rustumiyyah menceritakan tentang ajaran seorang yang bernama Abdul Wahhab
bin Abdirrahman bin Rustum [208 H/823 M] sangat populer dikalangan mereka
dengan judul “Siapakah Wahabi sesungguhnya” atau “Inilah Wahhabi
sesungguhnya” contohnya pada link-link berikut
http://fakta-faktual.blogspot.com/2011/08/wahhabi-yang-asli-tulen-sesat.html
http://kampungsalaf.wordpress.com/2011/09/14/inilah-wahhabi-sesungguhnya/ http://pecintamanhajsalaf.wordpress.com/2011/09/28/inilah-wahabi-sesungguhnya/
http://abangdani.wordpress.com/2011/08/04/inilah-wahhabi-yang-dianggap-sesat-oleh-ulama-ulama-maroko/
http://www.facebook.com/note.php?note_id=228466557198476
http://kampungsalaf.wordpress.com/2011/09/14/inilah-wahhabi-sesungguhnya/ http://pecintamanhajsalaf.wordpress.com/2011/09/28/inilah-wahabi-sesungguhnya/
http://abangdani.wordpress.com/2011/08/04/inilah-wahhabi-yang-dianggap-sesat-oleh-ulama-ulama-maroko/
http://www.facebook.com/note.php?note_id=228466557198476
Berikut kajian dongeng tersebut dari http://warkopmbahlalar.com/dongeng-populer-wahhabiyyah-rustumiyyah/
***** awal kutipan *****
Dalam dongeng populer itu menceritakan
bahwa ajaran Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum bernama Wahhabiyah nisbah
kepada nama Abdul Wahhab, ternyata ajaran yang disebarkan oleh Abdul Wahhab bin
Abdirrahman bin Rustum itu bukan Wahhabiyyah ( الوهابيه ) tapi Wahbiyyah (الوهبية), lalu kenapa juga ajaran nya disebut Wahbiyyah ? Apakah Wahbiyyah
itu nisbah kepada Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum ? nah tentu saja
bukan, karena ajaran Wahbiyyah tersebut adalah nisbah kepada Abdullah bin
Wahbi Ar-Rasibi (38 H) [عبد
الله بن وهب الراسبي][Lihat Al-Firaq Fii Syimal
Afriqiya- halaman 145], lalu pecah kepada beberapa firqah, nah firqah nya Abdul
wahhab bin Abdirrahman bin Rustum di sebut Wahbiyyah Rustumiyyah (bukan
Wahhabiyyah Rustumiyyah), bahkan dalam kitab yang tersebut di atas (rujukan
dalam dongeng) sangat jelas bahwa Al-Lakhmi ditanyakan tentang kaum Wahbiyyah,
bukan tentang Wahhabiyyah, tetapi dalam dongeng disebutkan bahwa Al-Lakhmi
ditanyakan tentang Wahhabiyyah, ini jelas-jelas tipuan dan
pembodohan, simak penjelasan berikut ini :
Dalam kitab Tarikh Ibnu
Khaldun juz II halaman 98, beliau berkata:
وكان يزيد قد أذل الخوارج ومهد البلاد
فكانت ساكنة أيام روح ورغب في موادعة عبد الوهاب بن رستم وكان من الوهبية فوادعه
Perhatikan dari teks di atas: dan
adalah Abdul Wahhab bin Rustum sebagian dari “Wahbiyyah”
Maksudnya, Abdul Wahhab bin Abdirrahman
bin Rustum adalah pengikut Wahbiyyah bukan Wahhabiyyah, dan juga bukan pendiri
Wahbiyyah sehingga ada anggapan bahwa ajaran nya bernama Wahhabiyyah nisbah
kepada nama nya Abdul Wahhab, sunnguh anggapan yang sangat keliru, perbedaan
antara Wahbiyyah dan Wahhabiyyah bagaikan langit dan bumi, baik dari penulisan
atau bacaan nya, atau pun pada nisbah dan ajaran nya, tapi kemiripan penulisan
tulisan dan bacaan nya membantu para Syekh Salafi-Wahabi untuk menipu para
simpatisan mereka, maka tertipulah orang-orang yang hanya bisa melihat tapi tak
mau berpikir.
Bahkan dalam Al-Mi’yaar al-Mu’rib wa al-Jaami’ al-Mughrib ‘an Fataawaa Ifriiqiyyah
wa al-Andalus wa al-Maghrib juz 11 halaman 168 di tulis oleh Ahmad bin
Yahya Al-Wansyarisi (sebagaimana rujukan dalam dongeng mereka)
وسئل
اللخمي عن قوم من الوهبية سكنوا بين أظهر أهل السنة زمانا وأظهروا الآن مذهبهم
وبنوا مسجدا ويجتمعون فيه ويظهرون مذهبهم في بلد فيه مسجد مبني لأهل السنة زمانا ،
وأظهروا أنه مذهبهم وبنوا مسجدا يجتمعون فيه ويأتي الغرباء من كل جهة كالخمسين
والستين ، ويقيمون عندهم ، ويعملون لهم بالضيافات ، وينفردون بالأعياد بوضع قريب
من أهل السنة . فهل لمن بسط الله يده في الأرض الإنكار عليهم ، وضربهم وسجنهم حتى
يتوبوا من ذلك ؟
Perhatikan dari teks di atas : “Dan Al-Lakhmi ditanyakan tentang
satu kaum dari Wahbiyyah”
Maksudnya, Imam Al-Lakhmi ditanyakan
tentang satu firqah dari Wahbiyyah, sementara dalam dongeng mereka disebutkan
Al-Lakhmi ditanyakan tentang firqah Wahhabiyyah, sangat jelas ini tipuan
belaka, Wahhabiyyah dalam penulisan bahasa Arab ber-tasydid pada (Ha) dan ada
(Alif) di depan (Ha), sementara Wahbiyyah tulisan nya tidak ber-tasydid pada (Ha) dan tidak ada (Alif) di depan (Ha), maka
fatwa Al-Lakhmi bukan tentang faham Wahhabiyyah, tapi tentang firqah Wahbiyyah,
dan tidak ada hubungan antara Wahhabiyyah dan Wahbiyyah Rustumiyyah ibadhiyyah.
Dan dalam buku seorang sejarawan
asal Prancis, sebagaimana rujukan dalam dongeng itu pula, yaitu Al-Firaq
Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil [1364 H/1945 M], lihatlah
penyimpangan cerita itu dengan apa yang tersebut dalam buku rujukan nya, ini
tulisan Al-Faradbil dalam buku nya :
وقد سموا أيضا الوهبيين نسبة إلى عبد
الله بن وهب الراسبي ، زعيم الخوارج
“Dan sungguh mereka dinamakan Wahbiyyin (الوهبيين) karena dinisbahkan kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, yang di
tuduh sebagai Khawarij” [Al-Firaq Fii Syimal
Afriqiya- halaman 145].
Ternyata dalam buku Al-Faradbil juga tertulis Wahbiyyin, bukan Wahhabiyyin, dan dengan
sharih disebutkan nisbah nya, Wahbiyyah atau Wahbiyyin bukan nisbah kepada
Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum sebagaimana dalam dongeng mereka, akan
tetapi Wahbiyyah itu nisbah kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi.
Semakin terang benderang upaya makar para
syekh Salafi-Wahabi hendak memutar balikkan fakta, sungguh tipuan yang hampir
sempurna, banyak trik yang telah mereka susupi dalam kitab, buku, situs dan
blog mereka, dan para pengikut mereka tidak pernah mempertanyakan atau
membuktikan kebenaran nya, sikap para pengikut mereka yang hanya bisa taqlid
buta, semakin mendukung para syekh akan terus mempertahankan taktik ini,
(semoga membuka mata para pecinta dongeng itu).
Dan perhatikan nama-nama kitab Wahbiyyah berikut ini:
كتـاب
( تلخيص عقائد الوَهْبِيَّة في نكتة توحيد خالق البرية ) * للشيخ إبراهيم بن
بيحمان اليسجني من علماء وادي مِيزَاب بالجزائر ( ت : 1232هـ / 1817م )
كتاب
( العقيدة الوَهْبِيَّة ) * للشيخ أبي مسلم ناصر بن سالم البَهْلانِي من علماء
عُمَان (ت : 1339هـ / 1920م )
كتاب
( دفع شبه الباطل عن الإباضية الوَهْبِيَّة المحقة ) * للشيخ أبي اليقظان إبراهيم
من علماء وادي مِيزَاب بالجزائر ( ت : 1393هـ / 1973م )
Perhatikan, ini pengakuan dan pernyataan
dari mereka sendiri bahwa faham mereka bernama “Wahbiyyah- الوَهْبِيَّة” bukan Wahhabiyyah, semua mata pun bisa melihat dengan sangat
jelas, hanya hati yang ingkar yang masih mempertahankan cerita yang tidak bisa
dibuktikan kebenaran nya, ketika cerita atau sejarah sudah tidak lagi sesuai
dengan fakta, maka pantaslah cerita itu masuk dalam kategori dongeng, silahkan
saja bercerita, tapi bukan untuk di percaya, tapi seharusnya seorang Ustadz
tidak mengelabui murid-murid nya dengan cerita dusta, apalagi setingkat Ustadz
lulusan luar negeri, sungguh sangat disayangkan.
***** akhir kutipan *****
Semakin jelaslah upaya mereka untuk
menutupi sosok dan perilaku sebenarnya dari ulama Muhammad bin Abdul Wahhab,
pendiri sekte Wahhabi
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Amin bin
Ahmad Asy-Syinqithi dalam bukunya Majalis Ma’a Fadhilah asy-Syaikh Muhammad
al-Amin al-Jakna Asy-Syinqithi’ menuliskan bahwa Syaikh Muhammad al-Amin
al-Jakna asy-Syinqithi pernah mengatakan dihadapan mufti kerajaan dinasti
Saudi, “Siapa yang mengabarkanmu bahwa Nabi yang diutus kepadaku dan yang
wajib aku imani bernama Muhammad bin Abdul Wahhab? Sesungguhnya Nabi yang
diutus kepadaku dan yang wajib aku imani namanya Muhammad bin Abdullah, yang
dilahirkan di Makkah bukan dilahirkan di Huraimla, dikubur di Madinah bukan
dikubur di Dir’iyyah, dia datang dengan membawa kitab namanya al-Qur’an, dan
al-Qur’an itu aku bawa diantara dua lempengku. Dialah yang wajib diimani“.
Firqah atau sekte adalah kaum yang
mengikuti pemahaman seorang ulama yang pemahamannya telah keluar (kharaja) dari
pemahaman dari apa yang dipahami oleh kaum muslim pada umumnya sehingga
dikatakan pemahamannya termasuk pemahaman kaum khawarij. Khawarij adalah bentuk
jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail) artinya yang keluar.
Ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad
Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam
kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar
sebagai berikut: “Keterangan tentang
pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana
terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan
berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah.
Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang
yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab
itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya
Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara
kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin
Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan
pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai
berikut: “Ayat ini turun mengenai
orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan
Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum
Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu
kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka
menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah
orang-orang pendusta.” (Hasyiyah
al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad
bin Abdullah bin Humaid al-Najdi dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis
biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, menuliskan sebagai berikut:
“Demikian pula putra beliau, Syaikh
Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang terhadap dakwahnya dan
membantahnya dengan bantahan yang baik berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Syaikh Sulaiman menamakan
bantahannya dengan judul Fashl al-Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul
Wahhab. Allah telah menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya
adiknya meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap
orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya, dan
membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan, maka ia
akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di pasar pada
malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan menghalalkan membunuh orang
yang menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275). “
Begitu pula dapat kita ketahui dari
informasi yang disampaikan dalam tulisan pada http://www.aswaja-nu.com/2010/01/dialog-syaikh-al-syanqithi-vs-wahhabi_20.html
atau pada http://www.facebook.com/photo.php?fbid=220630637981571&set=a.220630511314917.56251.100001039095629
Telah bercerita kepada kami Abu Al Yaman
telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dari Az Zuhriy berkata, telah mengabarkan
kepadaku Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman bahwa Abu Sa’id Al Khudriy radliallahu
‘anhu berkata; Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian(harta), datang Dzul
Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; Wahai
Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. Maka beliau berkata: Celaka kamu!.
Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh
kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil.
Kemudian ‘Umar berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang
lehernya!. Beliau berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki
teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding
shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur’an namun
tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya
anak panah dari target (hewan buruan). (HR Bukhari 3341)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Dari kelompok orang ini (Dzul
Khuwaishirah at Tamimi al Najdi), akan muncul nanti
orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati
kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan
para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur
dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka
seperti musnahnya kaum ‘Ad”. (HR Muslim 1762)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku yang pandai
membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga
puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan
mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun
ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai
melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah
meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Dari Asma’ binti Abu bakar
radliallahu ‘anhuma, menuturkan; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Saya adalah manusia yang lebih dahulu menuju telaga hingga aku bisa melihat
siapa saja diantara kalian yang menuju telagaku, dan ada beberapa orang
selainku ditahan sehingga aku mengatakan; ‘Wahai Rabbi, ia adalah bagian dari
diriku dan diantara umatku! ‘ maka di jawab; ‘Apakah kamu sadar apa yang mereka
lakukan sepeninggalmu, demi Allah, mereka tak henti-hentinya berbalik ke
belakang (murtad) (HR Bukhari 6104)
Kaum khawarij dikenal pula sebagai kaum
yang rajin melakukan ibadah namun mereka melakukan secara dzahir semata.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tetapi
Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Dalami tulisan sebelumnya pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/12/18/ciri-ulama-berselisih/
dapat kita simpulkan dari sabda-sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bahwa sesungguhnya di masa kemudian akan ada ulama-ulama yang menyebabkan
perselisihan diantara kaum muslim dikarenakan perbedaan pemahaman dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Berbahasa ibu yakni bahasa
Arab.
2.
Kaum yang menanamkan pedoman
bukan dengan pedoman Rasulullah yakni mereka mengada-adakan di dalam agama atau
mengada-ada dalam perkara syariat atau mengada-ada dalam perkara yang
merupakan hak Allah ta’ala menetapkannya yakni mereka yang melarang sesuatu
yang tidak dilarangNya, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkanNya,
mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkanNya atau mereka yang melakukan sunnah
sayyiah, mencontohkan atau meneladankan sesuatu di luar perkara syariat yang
bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.
3.
Mereka berfatwa tidak
mengindahkan kesepakatan as-sawad al a’zham (jumhur ulama) atau tidak
mengindahkan pemahaman imam/pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)
alias Imam Mazhab yang empat
4.
Pemahaman mereka menyempal
(keluar) dari pemahaman jama’ah atau keluar dari pemahaman jumhur ulama atau
keluar dari kesepakatan as-sawad al a’zham
5.
Seharusnya bersikap lemah lembut
terhadap orang mu’min, bersikap keras terhadap orang-orang kafir namun mereka
sebaliknya, keras terhadap orang mu’min dan bersikap lemah lembut terhadap
orang kafir
6.
Mereka memerangi orang-orang
beriman yang berbeda pemahaman dengan mereka.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi dari datang ke
telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat‘. Aku memanggil mereka,
‘Kemarilah kamu semua‘. Maka dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka telah
menukar ajaranmu selepas kamu wafat‘. Maka aku bersabda: Pergilah
jauh-jauh dari sini. (HR Muslim 367)
Oleh karenanya hindarilah sekte-sekte atau
firqoh yang telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim
(as-sawad al a’zham)
Khudzaifah Ibnul Yaman berkata, “Ya
Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka!”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
menjawab “Mereka adalah seperti kulit
kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita (bahasa Arab). Saya bertanya
‘Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari
seperti itu? Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan
imam mereka! Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana?
Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu,
sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus
tetap seperti itu” (HR Bukhari 6557, HR Muslim 3434)
Dari Ibnu Sirin dari Abi Mas’ud, bahwa
beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika ‘Utsman dibunuh,
untuk berpegang teguh pada Jama’ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits
dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah
belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu
firqah/sekte. Hindarilah semua firqah/sekte itu jika kalian mampu untuk
menghindari terjatuh ke dalam keburukan.
Rasulullah bersabda “Sesungguhnya
umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian
melihat terjadi perselisihan maka ikutilah as-sawad al a’zham (pemahaman jumhur
ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu
Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits
Shohih)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam
Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari rahimahullah yang menyatakan:
“Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa jama’ah adalah as-sawadul a’zham“.
Oleh karenanya kita harus kembali kepada
pemahaman dan pengamalan agama yang haq yang diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dengan menelusuri kembali melalui dua jalur utama
yakni
1.
Melalui sanad guru, melalui
jalur ulama yang sholeh, bersanad ilmu atau bersanad guru tersambung kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan mengikuti ulama yang bermazhab
yang tersambung kepada Imam Mazhab yang empat.
Contohnya
tersambung kepada sanad gurunya Imam Syafi’i ra
Sanad guru
Imam Syafi’i ra
1)
Baginda Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam
2)
Baginda Abdullah bin Umar bin
Al-Khottob ra
3)
Al-Imam Nafi’, Tabi’ Abdullah
bin Umar ra
4)
Al-Imam Malik bin Anas ra
5)
Al-Imam Syafi’i Muhammad bin
Idris ra
2.
Melalui ahlul bait, melalui
jalur ulama yang sholeh, bernasab atau bersilsilah keturunan Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua
mereka terdahulu tersambung kepada Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan
pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Ikuti apa yang disampaikan oleh Al Imam Al
Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al
Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim,
kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin
Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan
yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almugoddam Muhammad bin Ali
Ba’alawi Syaikhutthorigoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke
Imam Al Muhajir Ilalloh Ahmad bin Isa dan orang orang yang setingkat dengannya.
Berhati-hatilah dengan mereka yang
mengaku-aku mencintai dan mengikuti Imam Ahlul Bait dan menamakan diri mereka
kaum Syiah karena kenyataannya mereka hanya mengikuti pemahaman imam-imam kaum
mereka semata berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Imam Mujtahid dari
kalangan Ahlul Bait.
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman),
dengan keluasan ilmu, akhlak yang lembut, dan keberanian Imam Mujtahid dari
kalangan Ahlul Bait, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al
Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para pengikut Khawarij untuk
menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah
(i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi
(bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti
ulama-ulama tasawuf yang mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang
empat.
Tidak sedikit dari kaum Khawarij yang
dulunya bersifat brutal, akhirnya menyatakan taubat di hadapan beliau. Dan
sebelum abad 7 H berakhir, madzhab Khawarij telah terhapus secara menyeluruh
dari Hadramaut, dan Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah diterima oleh seluruh
penduduknya.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam
Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan
Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” terutama bagi kaum Alawiyin,
karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al
Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan
India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan
wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan
kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka
datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti
Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah
bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan
Qiyas.
Berhati-hatilah dalam memilih dan
mengikuti hasil pemahaman (ijtihad) seorang ulama. Apalagi jika hasil pemahaman
(ijtihad) ulama tersebut sering dikritik atau dibantah oleh banyak ulama
lainnya.
Apalagi mengikuti pendapat seorang ulama
yang sudah dinyatakan oleh ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam sebagai ulama yang dapat menyesatkan kaum muslim
sebagaimana yang terurai dalam tulisan pada http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
Jangan menimbulkan penyesalan di akhirat
kelak karena salah mengikuti ulama.
Firman Allah ta’ala yang artinya,“(Yaitu)
ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang
mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara
mereka terputus sama sekali.” (QS al Baqarah [2]: 166)
“Dan berkatalah orang-orang yang
mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas
diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah
Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi
mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al
Baqarah [2]: 167)
Zon di Jonggol
0 komentar:
Posting Komentar