Bagaimana Cara Mengetahui Orang Wahabi?
Diantara ciri-ciri kaum wahabi bahwa
mereka meyakini beberapa hal berikut ini:
1. Golongan Wahabi mengingkari kerasulan dan kenabian Adam As.
Padahal seluruh umat beragama sepakat bahwa Adam adalah nabi yang pertama. Abu
Mansur al-Bagdadi dalam kitab Ushul ad-Din halaman 157-159 mengutip ijma’
dalam hal ini. Allah ta’ala berfirman “Innallaahashthafaa aadama
wanuuhan…”
2. Kaum Wahabi melarang dan mengharamkan Adzan kedua dalam
shalat Jum’at. Padahal yang menetapkan adanya adzan tersebut adalah Dzunnurain
Khalifah Utsman ibn Affan Ra. yang para malaikat malu kepadanya. Apakah
mereka lebih memahami agama dari pada menantu Rasulullah Saw., sahabat dan
khalifahnya yang ketiga sehingga kalian melarang bid’ah hasanah ini.
3. Kaum Wahabi melarang dan mengharamkan membaca shalawat
kepada Nabi Saw. setelah adzan dengan suara keras. Padahal Allah ta’ala telah
berfirman “Innallaaha wamalaaikatahu yushalluuna ‘alannabiyyi yaa
ayyuhalladziina aamanuu shalluu ‘alaihi wasallimuu tasliiman.” Dan cukup
sebagai dalil bahwa bershalawat dengan suara keras setelah adzan adalah bid’ah
yang disunnahkan. Nabi Saw. bersabda: “Apabila
kalian mendengar adzannya muaddzin maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan
kemudian bershalawatlah kepadanya.” (HR. Muslim dalam kitab ash-Shalat).
Dan sabda Nabi Saw.: “Barangsiapa yang menyebutku hendaknya ia bershalawat
kepadaku.” (HR. al-Hafidz
as-Sakhawi).
4. Kaum Wahabi mengharamkan menggunakan subhah (tasbih).
Dalam hal ini berarti mereka menentang apa yang telah disepakati oleh Nabi Saw.
Berdasarkan pada hadits: “Ketika Nabi lewat di depan salah seorang sahabat
perempuan yang sedang bertasbih dengan kerikil beliau tidak mengingkarinya.”
(HR. Tirmidzi, ath-Thabarani dan Ibn Hibban).
5. Wahabi mengharamkan membaca tahlil ketika mengantar jenazah.
Ini bertentangan dengan al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman “Udzkurullaaha
dzikran katsiiran.”
6. Wahabi mengharamkan membaca al-Qur’an untuk mayat muslim
meskipun surat al-Fatihah. Padahal tidak ada penjelasan dalam syari’at yang
mengharamkan hal itu, Allah ta’ala berfirman “Waf’alaul khaira”.
Dan hadits: ”Bacalah Yasin pada orang-orang meninggal di antara kalian”.
(HR. Ibn Hibban dan hadits ini dishahihkannya). Ijma’ Ahlussunnah
membolehkannya serta bermanfaat bagi si mayit. Imam asy-Syafi’i mengatakan: ”Apabila
mereka membaca sebagian dari al-Qur’an di kuburan maka hal itu baik dan apabila
mereka membaca keseluruhan al-Qur’an maka itu lebih baik.” Dikutip oleh
an-Nawawi dalam kitab Riyadh ash-Shalihin.
7. Kaum Wahabi mengharamkan umat Islam merayakan peringatan
Maulid Nabi yang mulia yang di dalamnya dilakukan perbuatan-perbatan yang baik
seperti membaca al-Qur’an, memberi makan orang-orang fakir dan miskin, membaca
sejarah Nabi dan orang Wahabi menganggapnya sebagai bid’ah yang buruk. Dalil
dibolehkannya Maulid Nabi adalah firman Allah ta’ala “Waf’alul khaira
la’allakum tuflihuuna.” Dan hadits: ”Barangsiapa yang merintis kebaikan
dalam Islam maka baginya pahala dari perbuatan tersebut.” (HR. Muslim). Al-Hafidz as-Suyuti menulis risalah
yang berjudul Husn al-Maqashid fi ‘Amali al-Maulid terdapat dalam
kitabnya al-Hawi li al-Fatawa jilid 1 halaman 189-197, beliau
mengatakan: “Kebanyakan orang yang sangat memperhatikan Maulid Nabi adalah
penduduk Mesir dan Syam.” (Lihat juga dalam kitab al-Ajwibah
al-Mardhiyah juz 3 halaman 116-1120).
8. Kaum wahabi mengkafirkan orang yang mengatakan kepada orang
lain: “Bantulah aku demi Nabi atau dengan keagungan Nabi Saw.” Imam
Ahmad ibn Hanbal Ra. mengatakan: ”Barangsiapa bersumpah dengan nama Nabi
kemudian ia mengingkarinya maka dia terkena kifarat (denda).”
Padahal mereka mengagungkan Imam Ahmad, Imam Ahmad ibn Hanbal di satu lembah
sedangkan mereka berada di lembah yang lain (sebagai ungkapan bahwa berbeda
sekali Imam Ahmad dengan orang-orang wahabi).
9. Kaum Wahabi melarang dan mengharamkan bertabarruk dengan
peninggalan-peninggalan Nabi dan orang-orang shalih. Padahal perkara itu
dibolehkan dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang bercerita tentang
nabi Yusuf: “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah
dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah
keluargamu semuanya kepadaku.” Dan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
dan Muslim bahwa Nabi membagi-bagikan rambutnya di antara para shahabat agar
mereka bertabarruk dengannya. Al-Khatib al-Baghdadi menceritakan bahwa imam
asy-Syafi’i mengatakan: ”Sungguh aku bertabarruk dengan Abu Hanifah dan aku
datang ke kuburannya setiap hari untuk berziarah.”
10. Kaum wahabi mengkafirkan orang yang bertawassul,
beristighatsah dan meminta pertolongan pada selain Allah. Padahal itu semua
adalah boleh dengan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat menolak bahaya dan
memberi manfaat pada hakekatnya kecuali Allah. Telah tsabit bahwa
Sayyidina Umar Ra. bertawassul dengan al-Abbas dan Nabi Saw. menamakan hujan
dengan mughits (penolong). Allah ta’ala berfirman “Wasta’iinuu
bishshabri washshalaati”. Dan hadits: “Apabila kalian tersesat di padang
pasir maka hendaknya ia memanggil wahai hamba-hamba Allah tolonglah.“ Al-Hafidz
Ibn Hajar menilainya sebagi hadits hasan.
11. Kaum Wahabi mengkafirkan orang yang mengatakan “wahai
Muhammad.” Padahal Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab al-Adab
al-Mufrad halaman 324 dari Abdurrahman ibn Sa’ad mengatakan: “Kaki Ibn
Umar keseleo (atau semacamnya), seorang laki-laki berkata kepadanya: “Sebutlah
orang yang paling kamu cintai, kemudian ia mengatakan: “Ya Muhammad”, seketika
itu kakinya sembuh.” Ibn Sunni menyebutkannya dalam kitab ‘Amal al-Yaum
wa al-Lailah halaman 72-73, Ibn Taimiyah pemimpin Wahabiyah dalam kitabnya
yang terkenal al-Kalim ath-Thayyib halaman 73 dan gurunya para Qurra’
al-Hafidz Ibn al-Jauzi dalam kitabnya al-Husnu al-Hashin dan Uddatu
al-Husni al-Hashin. Asy-Syaukani juga menyebutkannya dalam kitabnya Tuhfatu
adz-Dzakirin halaman 267.
12. Kaum Wahabi menyerupakan Allah dengan sifat-sifat manusia
dan bahwa dia bertempat di arah atas. Padahal al-Qur’an al-Karim menyebutkan
penafian serupaan, arah, tempat dan batasan pada Allah ta’ala. Allah ta’ala
berfirman: ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang
Maha mendengar dan Melihat.” Dan firman Allah ta’ala: “Janganlah
kalian jadikan serupa-serupa bagi Allah.” Dan firmanNya: “Dan tidak ada
bagiNya serupaan seorangpun.” yakni tidak ada serupa. Sayyidina Ali ibn Abi
Thalib Ra. mengatakan: “Barangsiapa yang menyangka bahwa Tuhan kita itu
mahdud (memiliki bentuk dan ukuran) maka berarti ia tidak mengetahui
pencipta yang wajib disembah.” Beliau juga berkata: “Pada azal Allah ada
dan belum ada tempat dan Dia (setelah menciptakan tempat) tetap seperti
semula ada tanpa tempat.” Kita mengangkat tangan kita dalam berdo’a ke arah
langit, karena langit adalah kiblat do’a dan tempat tinggalnya para malaikat.
Bukan karena Allah tinggal di langit sebagaimana diriwayatkan oleh imam
an-Nawawi dan lainnya.
13. Kaum Wahabi melarang takwil ayat al-Qur’an dan hadits yang mutasyabihah
untuk mendukung aqidahnya yang sesat. Padahal hadits Nabi Saw. yang berdoa:
“Ya Allah Ajarilah dia (Ibn Abbas) hikmah dan takwil al-Qur’an”.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan al-Hafidz Ibn al-Jauzi dan Ibn Majah). Ta’wil
telah dilakukan oleh sebagian ulama salaf seperti imam Ahmad ibn Hanbal.
14. Kaum Wahabi mengharamkan ziarah ke makam Nabi dan menganggapnya
sebagai perjalanan maksiat. Padahal Allah ta’ala berfirman “Walau
annahum idz dzalamuu anfusahum jaa-uka”. Nabi Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang menziarahi makamku maka dia wajib mendapatkan syafa’atku”.
(HR. ad-Daruquthni). Beliau Saw. juga
bersabda: “Barangsiapa yang mendatangiku sengaja untuk berziarah tidak ada
tujuan lain kecuali untuk menziarahiku maka niscaya aku akan memintakan
syafa’at baginya.” (HR. ath-Thabarani)
15. Kaum Wahabi mengharamkan memakai hirz yang di
dalamnya bertuliskan al-Qur’an dan hadits, tidak terdapat mantra-mantra yang
diharamkan. Padahal hirz semacam itu dibolehkan dengan dalil hadits yang
diriwayatkan oleh at-Tirmidzi bahwa Abdullah ibn Amr ibn al-‘Ash mengatakan:
“Kami mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak kami dan anak yang belum baligh
kami menulisnya di atas kertas dan menggantungkannya pada dadanya.” (HR.
at-Tirmidzi).
16. Kaum Wahahbi mengesampingkan perkataan para imam Ahlussunnah
wal Jama’ah dan mencela ucapan mereka seperti al-Imam asy-Syafi’i, Abu
Hanifah, Malik dan Ahmad ibn Hanbal, al-Bukhari, Muslim, an-Nawawi, dan para
imam Ahlussunnah lainnya. Mereka tidak berpegangan perkataan siapapun kecuali
perkataan Ibn Taimiyah dan muridnya Ibn Qayyim al-Jauziyah, hanya dua orang
inilah Imam mereka.
17. Ibn Baz pemimpin Wahabiyah mengkafirkan penduduk Mesir,
Syam, Irak, Amman, Yaman, dan Hijaz tempat lahirnya Muhammad ibn Abdul Wahhab.
Lihatlah perkataan pemimpin mereka Ibn Baz yang mengkafirkan manusia secara
keseluruhan. Dalam Hasyiyah kitab Fath al-Majid karya Abdurrahman
ibn al-Hasan Alu Syekh (keluarga Muhammad ibn Abdul Wahhab) cetakan Dar
an-Nadwah al-Jadidah halaman 191 ia berbicara tentang penduduk mesir. Ia
mengatakan: “Sesungguhnya Tuhan yang paling agung bagi mereka adalah Ahmad
al-Badawi. Dan penduduk Irak dan sekitarnya seperti penduduk Aman mengkultuskan
Abdul Qadir al-Jailani, penduduk Mesir mengkultuskan Al-Badawi...” Kemudian
ia berkata: “Lebih parah lagi penduduk Syam yang menyembah Ibn ‘Arabi.”
Dan ia mengatakan: “Yang seperti ini telah terjadi sebelum adanya dakwah ini
(dakwah Wahabi) di Nejed, Hijaz, Yaman dan lainnya penyembahan terhadap
thaghut-thaghut.”
numpang copas yah, Thanks
BalasHapusSilakan dengan senang hati, monggo dishare, dicopas, ditag terserah antum… syukron jaziilan
BalasHapusSami ugi, matur suwun ingkang kathah
Anda tidak mengerti sunnah... Ya bekerjasama dengan yahudi itu bagian dari sunnah, tapi menurut kerajaan saudi arabia yang merupakan satu2nya negara yg menerapkan sunnah dengan kaffah.... Wkwkwkwk
BalasHapus