Dalam
taushiyahnya KH. Ahmad Minanurrahman bin Utsman al-Ishaqi, Pengasuh Ponpes
Darul Ubudiyyah Raudlatul Muta’allimin Jatipurwo Surabaya, menceritakan tentang
kitab al-Hikam. Dimana suatu ketika KH. Bisri Syansuri ditanya: “Siapakah
kyai yang mengajarkan kitab al-Hikam sekaligus mengamalkannya?”
Dijawab: “Dia
adalah Kyai Utsman Jaipurwo Surabaya.”
Pada masanya, Mbah
Utsman (Kyai Sepuh) tidak diragukan lagi kapasitasnya sebagai ulama yang luar
biasa dan diakui oleh para kyai dan habaib besar. Diantaranya adalah Mbah Hasyim
Asy’ari, Mbah Romli Tamim, Habib Ali Kwitang, Habib Ali Bungur, Habib Salim bin
Jindan, Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf dan Habib Sholeh Tanggul. Guru menjadi
saksi bagi muridnya adalah hal yang istimewa.
Setelah mengaji
kepada Syaikhona Kholil Bangkalan, Mbah Utsman melanjutkan ke Mbah Hasyim Asy’ari
Tebuireng. Kemudian oleh Mbah Hasyim diutus ke Mbah Romli Tamim Rejoso. Ini
saat masih usia mudanya, tapi kesemua gurunya itu menyaksikan bahwa Mbah Utsman
adalah orang yang sangat istimewa. Hingga akhirnya Mbah Utsman menjadi mursyid
yang kamil-mukammil penerus estafet guru mursyidnya, yakni Mbah Romli Tamim,
dengan thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Setelah itu
tarbiyah thariqah diteruskan kepada muridnya asal Kebumen, yakni Mbah Shonhaji
Hasbullah, hingga mencapai mursyid yang sempurna. Resmilah Mbah Shonhaji
menjadi mursyid tunggal thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang
diizinkan untuk membaiat secara umum sepeninggal Mbah Mahfudz Jetis Kebumen.
Bahkan sekelas
Gus Dur pun akhirnya berbaiat kepada Mbah Shonhaji Hasbullah. Kejadian baiat
ini saat Gus Dur belum menjadi Presiden RI, yakni saat masih menjadi Ketua Umum
PBNU. Yang mana Gus Dur baru diizinkan berbaiat oleh Mbah Shonhaji setelah sebulan
kemudian. Mengenai tarbiyah thariqah ini akan dipaparkan di lain kesempatan,
insya Allah.
Dalam haliyah
(tingkah laku keseharian) Mbah Shonhaji pun seperti gurunya, Mbah Utsman
al-Ishaqi, sebagai pelaku kitab al-Hikam selain juga mengajarkannya. Tak luput
juga, ternyata Gus Dur dalam haliyahnya pun dikenal selalu mengamalkan isi dari
kitab al-Hikam. Dalam mengajar kitab al-Hikam, pun dalam kesempatan ceramahnya,
Gus Dur seringkali mengutip perkataan Syaikh Ibn Athaillah as-Sakandari dalam
kitab tersebut hikmah No. 11: “Idfin wujûdaka fî ardhi al-humûl. Famâ nabata
mimmâ lam yudfan lâ yatimmu natâ’ijuhu (tanamlah keberadaan dirimu di tanah
yang rendah/tidak dikenal. Sebab sesuatu yang tumbuh dari sesuatu yang tidak
ditanam tidak akan sempurna buahnya).”
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 11 Oktober 2014
0 komentar:
Posting Komentar