Beliau adalah salah
satu diantara guru mursyid KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Jika disebut “5
Kyai Khas” yang selalu dipatuhi komandonya oleh Gus Dur, maka beliaulah salah
satu diantaranya.
Latar Belakang KH. Shonhaji
KH. Shonhaji Chasbullah
lahir sekitar tahun 1916 M. Masa kecilnya dilalui dengan belajar agama di beberapa
pesantren. Diantaranya Pesantren Lerap (milik kerabat beliau), Pesantren Jetis (asuhan
ayah beliau) dan Pesantren Sumolangu, yang semuanya masih dalam wilayah
Kebumen.
Lalu semasa remaja beliau
mulai melanglang buana dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Diantaranya ia
mengaji kepada Mbah Nahrowi Dalhar Watu Congol Magelang, Mbah Muhajir ayah dari
Syaikh Hayat Bendo Pare Kediri, dan masih banyak lagi pesantren lainnya.
Adapun yang pernah mondok
di Ringinagung itu adalah kakek beliau, Mbah Abdurrahman Jetis. Tapi cerita
yang biasa didengar, Mbah Abdurrahman Jetis mondok di Kepung Pare Kediri. Kepung
adalah nama sebuah kecamatan dan Ringinagung, disamping berada di wilayah Kecamatan
Kepung. Ringinagung juga menjadi Pesantren tertua di Kecamatan tersebut.
KH. Shonhaji lebih dikenal
dengan Mbah Jimbun Kebumen. Beliau merupakan besan dari Hadhratus Syaikh KH. M.
Utsman bin Nadi al-Ishaqi Jatipurwo, disamping juga berguru thariqah hingga
disempurnakan sampai mendapatkan “Ijazah Kemursyidan dan Izin” dari Mbah Utsman
al-Ishaqi. Secara nasab beliau masih keturunan ulama-ulama besar, berdarah
biru, yang bersambung ke para sunan (Wali Songo) penyebar Islam di Nusantara
ini.
Kyai Shonhaji mulai
diketahui khalayak umum sebagai gurunya Gus Dur adalah setelah pengakuan Gus
Dur sendiri saat berlangsung Istighatsah Akbar di Gelora Bung Karno. Mungkin
banyak yang bertanya, guru dalam hal apa?
Di dalam Ahlussunnah
wal Jama’ah, terlebih Nahdlatul Ulama, thariqah atau tasawwuf merupakan hal
yang tidak bisa terpisahkan. Dalam ‘Hadits Jibril’ dikenal dengan 3 komponen
agama Islam; yakni Iman (tauhid), Islam (fiqih) dan Ihsan (tasawwuf). Ketiganya
tidak bisa terpisahkan antara satu dengan yang lainnya, harus berjalan secara
seimbang dan beriringan. Maka Kyai Shonhaji bisa dikatakan sebagai guru
thariqah atau tasawwufnya Gus Dur.
Salah satu ajaran Kyai
Shonhaji yang melekat pada diri Gus Dur adalah kesederhanaan. Seorang tetangga
Kyai Shonhaji menyaksian hal itu. Diceritakannya ia sering melihat Kyai Shonhaji
pergi ke pasar Tengok berbelanja sayuran sendiri. Di mata tetangganya itu tentu
merupakan pemandangan yang aneh, mengesankan istrinya “kebangetan”
membiarkan kyai yang sudah sepuh itu “kedangkrakan” ke pasar sendiri. Tapi
itulah secuil gambaran kesederhanaan Kyai Shonhaji.
Meski memiliki nasab
yang mulia, tatkala ada seorang kyai penghafal al-Quran sowan ke Kyai Shonhaji
menanyakan silsilah, maka jawab Kyai Shonhaji: “Inna akramakum ‘indallahi
atqakum”. (Sesungguhnya paling mulianya kalian di sisi Allah adalah yang
paling bertaqwa).
Kita tahu ayat di atas diawali
dengan penegasan Allah bagaimana manusia diciptakan berjenis laki-laki dan
perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Amal shaleh
lebih utama ketimbang membanggakan nasab mulia. Jawaban di atas mencerminkan
kesederhanaan Kyai Shonhaji yang tidak mau terlena dengan membanggakan nasabnya
sendiri, sedang amal shalehnya terabaikan.
KH. Shonhaji dan Gus Dur
Saat dukungan semakin
santer pada Gus Dur sebagai Rois Aam PBNU, Kyai Shonhaji adalah satu
diantaranya yang secara terang-terangan meminta mantan presiden itu bersedia
menjadi Rois Aam. Bahkan Mbah Sonhaji telah berkirim surat langsung kepada Gus
Dur yang dititipkan melalui Umarudin Masdar, salah satu direktur dan peneliti
pada Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS).
Mbah Shonhaji selama
ini dikenal sebagai salah satu guru spiritual yang dihormati Gus Dur. Tiap Gus
Dur datang ke Kebumen, beliau juga hadir mendampinginya. Menurut Wakil Ketua
PCNU Kebumen, Drs. Dawamudin Masdar MAg, dirinya ikut menemani Umarudin
bersilaturahim dengan Mbah Sonhaji. Bahkan kiai itu menulis selembar surat
berhuruf Arab berbahasa Jawa. “Surat itu sudah dibawa ke Jakarta dan sampai
langsung ke Gus Dur. Intinya, meminta Gus Dur bersedia dan menyempatkan diri
menjadi Rois Aam demi kepentingan umat,” imbuh Dawam.
Dawam menyatakan, dari
pertemuan itu Kyai Shonhaji merasa prihatin atas kondisi NU saat ini.
Terpanggil untuk ikut urun rembuk selaku kyai sepuh demi kemaslahatan umat, dia
yang dekat dengan Gus Dur lalu berinisiatif menulis surat.
Dawam yang juga
cendekiawan NU di Kebumen itu mengakui, selama era KH. Hasyim Muzadi, PBNU
telah terkena limbah politik. Dampaknya sangat terasa ketika Pemilu 2004 massa
NU di bawah terombang-ambing. Guna mengembalikan organisasi NU makin independen
dan kredibel serta berpihak pada nahdliyyin, menurut Dawam, harus ada tokoh
yang dihormati untuk menjadi yang dituakan di NU. Tokoh tersebut adalah Gus
Dur.
Menurut salah satu cucu
beliau, Gus Hakim Luqman
Al Ishaqy, ungkapan Kyai
Shonhaji mengenai Gus Dur adalah: “Gus Dur wonge gunake adab, arep melebu
thoriqoh liyo wae sek sempat kirim surat” (Gus Dur itu orangnya beretika, akan
masuk ke thariqah yang lain saja dia masih sempat (minta izin dengan) berkirim
surat.
Kewafatan Kyai Shonhaji
10 tahun sebelum
kewafatannya, saat usia beliau sudah udzur yakni 82 tahun, masih sempat menikah
lagi dengan wanita yang umurnya kebalikan dari umur beliau, 28 tahun. Beliau
menikahi Ibu Nyai Nurul Kholidiyah Purwodadi, janda dari Mbah Mangli atau KH. Hasan
Asy’ari.
Ada satu pesan beliau
yang didengar oleh salah satu cucunya, Gus Ahmad Danyalin Al-Ishaqi, dan sering didawuhkan saat
beberapa bulan menjelang kewafatannya yaitu sabda Nabi Saw.:
كُنْ مَعَ اللهِ فَاِنْ لَمْ
تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كاَنَ مَعَ اللهِ فَاِنَّهُ يُوْصِلُكَ إِلَى اللهِ
“Hendaklah engkau
selalu bersama Allah. Jika tidak mampu, berusahalah selalu bersama orang-orang
yang dekat dengan Allah. Karena sesungguhnya orang itulah yang akan
menyampaikanmu kepada Allah.” (HR. Abu Daud). Dalam
dunia thariqah, hal ini adalah dengan ‘menghadirkan wajah guru mursyid’ ketika
melakukan ibadah.
Ulama sepuh dan ahli
tawasuf asal Kebumen itu wafat dalam usia 92 tahun. Tepatnya wafat pada hari
Senin 17 Maret
2008 M. sekitar pukul 17.00 WIB. Kemudian jenazahnya dimakamkan pukul 13.00 WIB esok
harinya, di Jimbun, Sruweng, Kebumen, Jawa Tengah.
Bertaqwalah pada Allooh
BalasHapus