Innalillahi wainna
ilaihi raji’un. Jum’at pagi, 29 Agustus 2014, Tegal berduka karena kehilangan salah seorang
tokoh dan pengayomnya. Seorang tokoh NU yang aktif dan menjadi tumpuan
masyarakat bertanya, KH. Muhammad Abu Su’ud (ABS). Selain mengelola lembaga
pendidikan swasta di desanya, Sutapranan, beliau juga aktif mengisi pengajian
di banyak majelis ta’lim seputar Tegal.
Salah seorang jamaahnya,
Rizki Adi Prianto mengenang
sambil berkaca-kaca berkata: “Terakhir berjumpa dan bersalaman kala sepulang
dari jamiyah akbar NU yang dijadikan promosi PKB untuk Pileg di Gor Trisanja. Ia
yang masih aktif menjabat Wakil Ketua Syuriah PCNU Kabupaten Tegal, nampak
berjalan sendirian tanpa pengawalan siapapun. Pribadi yang sederhana. Saya beranikan
diri menghampiri dan menyalaminya.”
Pengasuh MT
Nurul Qulub Randugunting, al-Habib Moeh Alattas,
memberikan
persaksian bahwa almarhum adalah orang yang baik. Aktif menularkan ilmu agama
di majelis yang ia asuh. “Pribadi yang bersahaja
dan muhibbin sejati. Bukan hanya dengan dzahirnya saja, tapi hatinya pun benar-benar
muhibbin dengan habaib. Kekaguman ini sudah ada pada diri saya sejak pertama
saya mengenal beliau. Ya Allah, perbanyak orang-orang seperti beliau,” tutur Habib Muh penuh harap.
Beliau adalah salah satu
kyai yang dekat dengan almarhum Pengasuh MT al-Hikmah Ketitang Talang, al-Habib
Qasim bin Hasan bin Husein BSA. Dari beliaulah muncul kesaksian bahwa Habib Qasim
BSA akan pulang berkumpul dengan datuknya Saw. sebelum Rajab. “Kalau melihat
jamaah maulid seperti ini, saya jadi pengin ngumpul dengan Kanjeng Nabi, Kyai. Doakan
semoga sebelum bulan Rajab sudah bisa berkumpul.” Kata Habib Qasim kepada
Kyai Muhammad ABS.
Dialog singkat beliau
berdua kala menghadiri majelis maulid. Sekarang dua kawan yang saling mencintai
itu, yang sama-sama memelihara majelis peninggalan al-Walid al-Habib Hasan BSA,
sudah kmbali bersama, berkumpul di belakang panji sang kekasih Rasulullah Saw. “Wa
muhibbuna ma zala tahta liwana” (Dan yang mencintai kami, akan selalu
berada dalam panji kami (para kekasih).
Sya’roni As-Samfuriy
0 komentar:
Posting Komentar