As-Sayyid Muhammad
al-Maliki
memperlakukan murid-murid beliau layaknya seorang ayah yang penuh perhatian.
Cara yang beliau terapkan ini sungguh sangat membantu murid-muridnya dalam
belajar dan berkomunikasi. Bahkan dari kecintaan dan kasih sayang beliau, tidak
seorang pun murid yang
diizinkan atu dibiarkan untuk memanggilnya dengan sebuatan Ustadz atau
Syaikh, akan tetapi
beliau memerintahkan mereka agar memanggilnya dengan sebuatan Abuya yang
berarti ayahku. Agar benar-benar mendekatkan jiwa-jiwa mereka kepada beliau dan menambah keakraban layaknya seoarang ayah dengan anak-anaknya.
Cara pendekatan
Abuya al-Maliki sendiri
terhadap murid-murid beliau adalah pendekatan seoarang ayah kepada
anak-anaknya. Abuya sangat hafal karakter satu persatu dari para murid dan tahu cara menghadapi setiap murid untuk dibimbing sesuai
bakatnya masing-masing. Setiap murid
tanpa kecuali, pasti merasa paling dekat dengan beliau dan pasti mendapat
perhatian penghargaan
yang lebih dari beliau sesuai dengan bidang yang ditekuni masing-masing.
Sekalipun
demikian, pada saat-saat
resmi beliau menerapkan pendekatan seorang mursyid (pendidik dan pembimbing) kepada
para pengikutnya dengan penuh wibawa. Dengan demikian tatkala sudah terjun
bermasyarakat, maka setiap dari murid-murid beliau mempunyai karakter serta
prinsip yang kuat melekat pada diri mereka. Ternyata apa yang dilakukan oleh Abuya
as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki ini sangat berpengaruh kepada anak
didiknya bahkan kepada sebagian ulama di Indonesia.
Terbukti, tidak sedikit dari mereka para pengasuh pondok pesantren atau
madrasah, yang memerintahkan murid-muridnya agar memanggilnya dengan sebutan
Abuya, terinspirasi dari apa yang telah dicontohkan oleh as-Sayyid Muhammad bin
Alawi al-Maliki.
Dan termasuk sekian banyak bukti perhatian dan kasih sayang beliau terhadap
murid-muridnya, beliau telah memperkerjakan orang-orang tertentu untuk mengurus
keperluan mereka mulai makanan hingga minuman sehingga mereka hanya fokus untuk
belajar. Beliau tidak akan memmbiarkan murid-muridnya tersibukkan oleh
sesuatu yang menghalangi mereka dan belajar (menuntut ilmu). Tujuan beliau
tidak lain agar mereka dapat tenang dan konsentrasi untuk belajar dan tidak
terbebani oleh beban kehidupan dan kepayahan di dalamnya.
Beliau sangat senang melihat murid-muridnya mengenakan pakaian yang bagus
(baik) bahkan memerintahkannya dan tidak suka bahkan akan marah jika salah satu
dari mereka mengenakan pakaian yang tidak layak. Hal ini dilakukan bukan karena
ingin mendapat pujian atau karena takabbur (sombong), tetapi untuk
menampakkan kemuliaan jiwa dan ‘iffahnya, serta menunjukkan tingginya kedudukan
ilmu dan ahli ilmu kepada orang yang memandangnya hina dan remeh.
Pernah suatu
kali, seorang murid
berangkat ke Masjidil Haram untuk mengikuti dars (halaqah) beliau dengan
mengenakan pakaian yang sudah usang atau tidak layak. Ketika beliau melihat
murid tadi, beliau menghampiri dan berdiri di hadapannya. Dengan marah lalu disobeklah baju muridnya itu. Kata beliau: “Keadaanmu ini
seakan telah mengatakan kepada orang lain berikan aku harta.” Kemudian setelah itu beliau segera memberi murid tadi baju yang
baru dan baik.
Pernah pada
bulan Ramadhan ada seseorang
yang ingin
menyediakan untuk beliau dan yang bersama beliau makanan buka puasa. Orang
tersebut terus mendesak beliau, akhirnya beliau menyetujuinya agar berbuka
puasa di Miqat Ji’ranah.
Setelah tiba di
Ji’ranah orang
tersebut meminta kepada beberapa murid as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki
untuk membantu menurunkan makanan dari mobilnya. Rupanya ada salah satu mereka
agak teledor atau merasa keberatan sehingga dihardik oleh orang tersebut.
As-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki yang mendengar hardikannya orang
tersebut, maka tampaklah marah di raut wajah beliau seraya berkata: “Bagaimana
Anda berbuat seperti ini kepada anak-anak kami, padahal mereka adalah penuntut
ilmu dan Nabi Muhammad Saw. telah berwasiat dan memerintahkan kita untuk
menghormati mereka?
Sungguh Rasullullah Saw. telah bersabda: “Akan datang kepada kalian
sekelompok orang yang menunutut ilmu, maka jika kalian melihat mereka,
katakanlah: “Selamat datang wahai wasiat Rasullullah Saw.” Lalu ajarilah mereka
itu”
Wahai Fulan, jangan sekali-kali Anda mengira bahwa mereka ini butuh kepada makananmu.
Ketahuilah bahwa mereka dari keluarga yang terhormat dan mampu di Indonesia. Dan
tujuan mereka ke al-Haramain
(Makkah dan Madinah) tidak lain adalah untuk menuntut ilmu.
Setelah itu
beliau memerintahkan murid-muridnya untuk menaiki mobil itu dan pulang. Setelah kejadian ini orang tersebut merasa malu dan setelah beberapa hari dia menemui as-Sayyid
Muhammad dan meminta maaf atas kesalahannya.
Beliau juga
sangat perhatiaan terhadap kelanggengan proses belajar murid-muridnya. Beliau
akan berusaha agar murid-muridnya tetap belajar dan menimba ilmu agama. Beliau
sangat ingkar jika melihat ada diantara mereka merasa berat atau enggan untuk
melanjutkan pelajarannya.
Beliau sangat
sedih jika mengetahui ada diantara mereka akan berhenti. Bahkan beliau tidak
berat akan mengeluarkan uang dan mengirimnya kepada keluarga muridnya, jika dia
beralasan ingin pulang karena masalah ekonomi keluarganya. Yang penting si
murid menuntut ilmu.
Pernah terjadi salah satu dari mereka meminta izin untuk bekerja di Jeddah.
Beliau berkata kepadanya: “Berapa kamu akan mendapat gaji bulanan jika
bekerja di Jeddah? Aku siap membayar untuk keperluanmu, tetapi dengan satu
syarat kamu tetap di sini dan tetap melanjutkan pelajaranmu.”
Salah satu murid beliau dari kalangan Sadah ‘Alawiyyin datang meminta izin
pulang ke negerinya, padahal menurut beliau belum selesai masa belajarnya.
Beliau menasehati murid tadi: “Bagaimana kamu jika dibandingkan dengan
kakek-kakekmu, mereka adalah ulama yang terkenal dengan keluhuran akhlak dan
ketinggian ilmunya. Setiap orang dari mereka adalah gunung dari gunung-gunung
ilmu, gunung dari gunung-gunung ketakwaan dan keshalehan.”
Dan dari
perhatian beliau yang sangat tinggi kepada murid-muridnya. Beliau memerintahkan mereka agar membentengi diri dengan banyak
membaca wirid-wirid dan hizib-hizib yang telah disusun oleh para salafus shaleh agar mereka terlindungi dari gangguan musuh dan siapapun yang
berniat jelek terhadap mereka.
Bahkan beliau sendiri telah menyusun sebuah kitab khusus yang berisikan
wirid, hizib, doa, dzikir dan shalawat yang biasa diamalkan oleh ulama salaf. Kitab
itu diberinya judul Khulashah Syawariq al-Anwar min Ad’iyyah as-Sadah al-Akhyar.
(Disadur dari buku “Karakter Pendidikan Abuya As-Sayyid Muhammad
Alawi Al-Maliki” karya KH. Muh. Najih Maimoen PP. Al-Anwar Karangmangu Sarang Rembang
Jawa Tengah).
Download buku tersebut dalam bentuk PDF di sini:
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 14 Oktober 2013
0 komentar:
Posting Komentar