DUNIA DI MATA
WALI
Sudah menjadi janji Allah Swt. kepada
setiap hamba terkasihNya (baca: para wali), akan selalu memberikan apa yang
diminta sang kekasihNya tersebut. Bahkan yang hanya di besitan hati sekalipun,
Allah akan mewujudkan untuknya. Kisah tentang ini banyak terjadi di kalangan
para wali. Penjelasan tentang ini lebih lengkapnya lihat dalam Salalim al-Fudhala ‘ala Kifayat al-Atqiya’.
Bagi orang awam seperti saya ini, dunia
adalah tujuan utama dalam mengarungi kehidupan ini. Ke sana ke mari, yang
dituju dan dicari adalah duniawiyah. Walau susah payah, bermandikan peluh
keringat, tak dihiraukannya yang penting adalah untuk membeli beras dan
sebongkah berlian (meminjam kata-kata dari Wali Band). Ya betul, aku ingin
menjadi orang yang kaya (secara materi). Tiada salahnya kita mau menjadi kaya
ataupun miskin. Itu hak pereogatif Anda sendiri.
Begitupula bagi para wali, tiada
salahnya mereka memilih kaya atau miskin secara materi. Maka kita dapati dari
kisah-kisah para wali terdahulu sehingga sekarang, diantara mereka ada yang
kaya raya dan adapula yang hidup miskin.
Bedanya wali dengan kita dalam menyikapi
duniawiyah adalah pada “prioritas”nya. Para wali memandang harta dunia tiada
lain sebagai sesuatu yang hina. Sedangkan diri kita menganggap harta dunia sebagai
sesuatu yang teristimewa. Di sinilah perbedaannya, para wali lebih
memprioritaskan ukhrawi daripada duniawi. Sedangkan kita lebih memprioritaskan
duniawi ketimbang ukhrawi.
Ibarat sebuah handphone yang super
canggih lengkap dengan berbagai macam fiture/fasilitasnya, tinggal klik menu
yang diinginkannya. Di mata para wali walaupun ia telah memiliki handphone
tersebut hatinya tidak terlena sama sekali dengan berbagai rayuan menu yang
tersedia. Sedangkan diri kita, ibarat belum memiliki handphone tersebut, namun
dalam hati sudah begitu menggebu-gebu ingin menikmatinya. Lalu apakah yang
terjadi selanjutnya dengan diri kita? Anda sendiri yang lebih tahu jawabannya
dan yang akan melakukannya.
Alhasil, Allah Swt. memberikan potensi
yang sama kepada kita semuanya, ingin menjadi baik ataukah buruk? Menjadi alim
ataukah bodoh? Menjadi kaya ataukah miskin? Dan begitu seterusnya...
Wallahu al-Musta’an
A’lam
0 komentar:
Posting Komentar