Home » , » KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang.

KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang.

Written By MuslimMN on Minggu, 23 Desember 2012 | 15.52



KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang.

 

KH. Anwar Nur, Lahir di Probolinggo (tidak diketahui tanggal dan tahun kelahirannya). Wafat Tahun 1992, Dimakamkan di Komplek Pesantren Annur Bululawang.

Pendidikan: Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo dan Pesantren Sidogiri Pasuruan, dll.
Putra/Putri:  7 Orang
Perjuangan/Pengabdian: Pendiri Ponpes Annur Bululawang, Mustasyar NU Kabupaten Malang.


Kiai Ahli Mujahadah, Pemerhati Ilmu

Suatu ketika KH. Drs. Ahmad Hasyim Muzadi pernah mengatakan dalam salah satu ceramahnya, ada dua orang yang sangat berpengaruh bagi dirinya. Pertama KH. Abdullah Faqih, Pengasuh Ponpes Langitan Tuban. Kedua KH. Anwar Nur, Pengasuh Ponpes An-Nur Bululawang.

Kiai Hasyim mengatakan, ketika beliau diajak bepergian oleh Kiai Anwar sampailah di sebuah daerah persawahan di Blimbing (sekarang Jalan Cengger Ayam). Kiai Anwar berkata kepada Hasyim. “Di sini nanti tempat kamu mendirikan pesantren.”

Kiai Hasyim bertanya-tanya, bukankah ini tanah orang? Tapi, beberapa tahun kemudian, ternyata perkataan Kiai Anwar itu terbukti. Atas Takdir dan Karunia Allah, di tanah tersebut berdiri Pondok Mahasiswa Al Hikam, diasuh Kiai Hasyim Muzadi, yang pernah menjadi Ketua Umum PBNU.

Masih banyak lagi karomah mbah Yai Anwar Noor, pendiri pondok pesantren Annur Bululawang, yang mungkin tidak diketahui oleh cak Hasyim dan hanya diketahui oleh santri yang lain

Menurut beberapa sumber, asal-usul keluarga KH. Anwar Nur berasal dari Madura, tepatnya di Toket, Pamekasan. Penduduk daerah tersebut termasuk golongan para kiai yang mengasuh pondok pesantren. Tapi, beliau sendiri dilahirkan di Probolinggo, tidak diketahui secara pasti tanggal dan tahun kelahirannya. Ayah KH. Anwar bernama Nur, dan nama ibu beliau tidak sempat diketahui oleh cucu-cucu beliau. Dari pernikahan itu, dikaruniai sepuluh orang putra. Hingga sekarang saudara sekandung KH. Anwar yang masih hidup tinggal seorang bernama Haji Thoyib pengasuh salah satu Ponpes di Probolinggo.

Kiai Anwar termasuk sosok yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Seluruh waktu beliau digunakan untuk memperdalam ilmu agama Islam. Beliau tidak hanya berguru kepada seorang kiai dan satu pesantren saja. Tetapi berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain. Seperti di Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo dan Pesantren Sidogiri Pasuruan, dan beberapa pesantren lain.

KH. Anwar mendirikan pesantren di Bululawang berkat petunjuk dari guru beliau ketika masih belajar di salah satu Pesantren. Berdasarkan petunjuk tersebut, kemudian beliau berjalan ke arah selatan, dan sampailah di Bululawang. Satu hal yang selalu beliau pegang dari petunjuk guru beliau adalah mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat dalam keadaan apa pun. Karena itu seluruh waktu beliau digunakan untuk mengajarkan ilmu agama. Di sela-sela mengajar, beliau meracik dan menjual jamu tradisional ke desa-desa sekitar. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup beliau, juga untuk bisa berhubungan dengan masyarakat.
Di desa itu, beliau diambil menantu oleh keluarga kaya. Setelah mempersunting gadis  Bululawang yang bernama Marwiyah, dengan bantuan orangtua dan masyarakat di sekitarnya yang dengan rela mewaqafkan tanahnya untuk kepentingan Islam, maka dibangunlah sebuah mushola di belakang rumah beliau, dan beberapa kamar untuk tempat tinggal beberapa santri nantinya. Untuk kebutuhan harian disediakan lahan pertanian seluas 2 hektar.

Secara resmi Pesantren itu didirikan pada tahun 1942, dan diberi nama An Nur, yang merupakan kepanjangan dari Anwar Nur, sesuai nama pendirinya. Dari pernikahan beliau, dikaruniai empat orang putra dan tiga orang putri. Dari ketujuh putra itu, semuanya mendirikan Pondok Pesantren yang tersebar di Malang, Pasuruan dan Lumajang.

Pada mulanya pesantren ini hanya mendidik santri putra yang dipimpin langsung Kiai Anwar. Baru pada 1960 mendidik santri putri, setelah putri beliau kembali dari belajarnya di salah satu pesantren di Jombang.

Dalam usaha mengembangkan lembaga pendidikan Islam ini dibentuklah Yayasan Pendidikan An-Nur. Selain sistem pendidikan pesantren terus dikembangkan, Yayasan An-Nur juga mendirikan sistem pendidikan formal mulai Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, SMP, SMU An Nur. Karenanya pada 1973, An Nur ditetapkan Pemda Kabupaten Malang sebagai pesantren percontohan ‘Pilot Proyek Pondok Pesantren’.

Semasa hidupnya perhatian beliau lebih banyak dicurahkan kepada pesantrennya. Namun demikian beliau tidak melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai pemimpin masyarakat. Beliau pernah menjabat sebagai mustasyar Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Malang.

Keberadaan orang yang memiliki kharisma tinggi di kalangan masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Wibawa Kiai dimata santri dan masyarakat sering dikaitkan dengan tingkat kealimannya. Demikian pula dengan Kiai Anwar.

Di akhir hayat beliau tidak ada waktu untuk tidak digunakan untuk dzikir dan membaca Al Qur’an. Lisan beliau tidak bernah berhenti untuk dua hal tersebut. Kiai Badruddin, salah seorang putra Kiai Anwar menceritakan, beliau kadang tidak tahu kapan waktu tidur Kiai Anwar. Ibu Marwiyah mengatakan kepadanya, “Lihatlah abahmu, dalam keadaan tidur beliau masih berguman membaca surah Yasin.”

Selain bidang pendidikan, Kiai Anwar adalah Kiai yang ahli mujahadah. Di masa pemberontakan PKI tahun 1965, beliau menjadi tempat orang mencari ilmu kanuragan. Namun, pendidikan lah yang beliau lebih perhatikan. Begitu besarnya perhatian beliau pada pendidikan, sampai kebiasaan beliau mengajar santri barbeda dengan yang lain. Umumnya mengaji adalah guru membacakan kitab, sedangkan santri-santri mendengar dan ngesahi kitabnya. Namun kiai Anwar berbeda. Satu orang santri ngesahi kitab, sedangkan Kiai Anwar di hadapan satu orang santri membaca kitab yang ada di tangan santri itu. Kiai Anwar membaca kitab milik santri dalam keadaan terbalik.

Kiai yang low profile ini wafat pada tahun 1992, dan dimakamkan di Komplek Pesantren Annur Bululawang. Selama hayatnya, telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat dengan peninggalannya berupa pesantren dan lembaga pendidikan formal.

Share this article :

2 komentar:

  1. KH. Hasyim dengan mata berkaca-kaca menceritakan kesabaran, keuletan, keistiqomahan, dan kehebatan mbah Yai Anwar. Beliau juga mengakui bahwa yang berperan penuh terhadap kehidupan dan sepak terjangnya adalah mbah Yai Anwar. Dulu, sekitar tahun 1971 beliau diperintahkan oleh mbah Yai untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR provinsi Jawa Timur. Cak Hasyim agak setengah yakin dengan anjuran tersebut, sebab pada saat itu calon yang ada sudah berjumlah sepuluh orang sesuai dengan junlah DPR yg dibutuhkan.

    Akhirnya, dengan niat mengikuti petuah guru beliau mencalonkan diri dan berada di urutan 11. Menjelang hari pelantikan, ternyata calon dengan nomor urut 2 meninggal dunia, sehingga secara otomatis nomor urut cak Hasyim naik ke no 10 dan beliau dilantik menjadi DPR. Subhanallah

    Setelah hidup enak dengan berbagai fasilitas dan tunjangan negara, cak Hasyim dipanggil oleh mbah Yai ke Bululawang. Sesampainya di kediaman mbah Yai, cak Hasyim diperintahkan oleh mbah Yai untuk melepaskan diri dari jabatan DPR dan seluruh jabatan yang didudukinya (sebagai dosen IKIP, penasehat hukum Kebon Agung, dsb) dan hanya boleh makan dari hasil ngaji (ceramah, undangan, dsb) selama 1000 hari. Tak pelak, perintah ini mengagetkan cak Hasyim, bahkan sempat membuat geger keluarganya. Mengapa? Sebab, ia diharuskan hijrah dari sesuatu yang sudah pasti menuju sesuatu yang belum pasti. Akhirnya, beliau mengikuti perintah mbah Yai tersebut. Usut punya usut, ternyata fenomena ini adalah untuk mempersiapkan cak Hasyim sebagai Kyai yang bisa mendirikan pondok pesantren. hitung2 masa 3 tahun (1000) hari ini sebagai tirakatnya.

    Mbah Yai merupakan sosok yang bertanggung jawab penuh. Setelah menyuruh cak Hasyim melepaskan semua jabatannya, mbah Yai berkata: ” Kalau kamu tidak bisa menghidupi anak isterimu, akulah yang akan menanggunnya”. Ternyata, setiap kali cak Hasyim kehabisan uang, beras, lauk pauk dsb, mbah Yai datang sendiri ke Cengger Ayam dengan membawa beras dan lauk-pauknya. Yang aneh, sesuai penuturan cak Hasyim, kok bisa pas waktunya (beliau datang membawa beras, mesti pas saya gak punya apa2).

    Setelah 3 tahun berlalu, romo Yai datang ke Cengger Ayam dan mengajak cak Hasyim jalan-jalan di sekitar daerah itu. Kemudian di satu tempat (sekarang telah menjadi Pondok Cengger Ayam) mbah Yai berhenti dan berkata pada cak Hasyim: pak Hasyim, kamu mendirikan pondok di sini tempatnya. Cak Hasyim sangat kaget sebab tanah yang ditunjuk oleh mbah Yai bukan miliknya, melainkan milik orang lain. Tapi, ternyata benar ndawuh romo Yai. di tempat itulah pondok pesantren KH. Hasyim Muzadi berdiri dengan megah hingga sekarang.

    Masih banyak lagi karomah mbah Yai Anwar Noor, pendiri pondok pesantren Annur Bululawang, yang mungkin tidak diketahui oleh cak Hasyim dan hanya diketahui oleh santri yang lain…

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template