Home » » Mengenang Tiga Insiden

Mengenang Tiga Insiden

Written By MuslimMN on Minggu, 02 September 2012 | 03.21


Mengenang Tiga Insiden
Diantara dampak negatif dari belajar aqidah Wahabiyah adalah kisah nyata seorang pemuda dari Habasyah yang pergi ke Hijaz dan kemudian mukim di Madinah. Ia masuk perguruan tinggi mereka yang bernama Universitas Islam. Dia mukim selama 5 tahun, hingga kemudian ia mempelajari aqidah mereka diantaranya bahwa orang yang mengatakan “Ya Muhammad” adalah kafir dan bahwa orang yang pergi ke pekuburan para masyayikh untuk bertabarruk adalah kafir. Kemudian pemuda ini kembali ke negaranya dan dia mengatakan ke penduduk kampungnya “kalian adalah orang-orang kafir.” Ia juga mengatakan hal serupa kepada ayahnya “kamu kafir”. Kemudian sang ayah tidak tahan mendengarnya, segera ia mengambil senapan dan membunuhnya kemudian menyerahkan diri pada pemerintah.
Mirip dengan kejadian di atas apa yang terjadi di Togo Afrika, seorang laki-laki dulunya sangat perhatian terhadap peringatan Maulid Nabi, kemudian anaknya pergi ke Saudi Arabia dan belajar aqidah Wahabiyah kemudian pulang ke negaranya, dan berkata kepada bapaknya “kamu kafir”. Kemudian ayahnya membunuhnya.
Di Jimmah, Habasyah juga terjadi sebuah insiden, seorang laki-laki yang juga memiliki perhatian yang besar terhadap Maulid Nabi. Kemudian anaknya belajar aqidah Wahabiyah, sehingga ia menjadi berani berkata kepada ayahnya “kamu kafir”. Kemudian pada hari dimana sang ayah mempersiapkan makanan untuk diberikan kepada masyarakat dalam acara Maulid, maka sang anak datang dan menyiram minyak tanah pada makanan tersebut, sebab menurutnya ini adalah kemungkaran. Pada saat itu sang ayah sedang berada di luar rumah. Dan ketika sang ayah pulang, orang-orang yang hadir berkata: “Anakmu telah melakukan ini dan itu”, sehingga sang ayah marah dan membunuhnya dan kemudian menyerahkan diri pada pemerintah.
Tiga kejadian ini, dua insiden yang pertama terjadi kurang lebih 2 tahun yang lalu dan yang ketiga terjadi 7 tahun yang lalu. Pada kejadian yang kedua dan ketiga pemerintah tidak menghukum sang ayah. Sang ayah mengatakan “Anakku ini hukumnya kafir dalam syari’at kita karena dia telah mengkafirkan umat Islam”, kemudian mereka membebaskan sang ayah tersebut dan tidak menghukumnya. Sedangkan insiden yang pertama kami tidak tahu apa yang terjadi pada sang ayah.
Seorang ulama Yordania dari keluarga Sa’duddin memberikan informasi kepada kami bahwa ada seseorang yang sudah sangat tua berkebangsaan Yordania memberitahukan bahwa ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kelompok Wahabiyah ketika menyerang Yordania bagian selatan. Seorang Wahabi berkata pada orang Wahabi lainnya tentang seorang muslim Yordania “bunuhlah orang kafir itu”. Kemudian orang Wahabi ketika menyembelih seorang muslim Yordania tersebut mengatakan Bismillah Allahu Akbar, kemudian membunuhnya.
Syekh Dzib berkebangsaan Suria yang dahulu pernah hidup di Yordania menginformasikan bahwa beliau pernah berdebat dengan seorang syekh Wahabi di Makkah. Beliau mengatakan kepadanya: “Kalian telah mengharamkan subhah (tasbih), lalu kenapa kalian menjualnya pada musim haji kepada orang lain.”
Wahabi itu kemudian menjawab: “Kami menjualnya kepada selain orang Islam, yakni seluruh orang yang melaksanakan haji yang mengambil subhah ini adalah kafir bukan muslim.”
Salah seorang imam Wahabi dalam salah satu mesjid di Makkah bagian selatan pada tahun 2002 pada musim haji berkata kepada seorang laki-laki dari keluarga Baidhun dari Bairut: “Kalian orang-orang Asyairah adalah orang-orang kafir, apa yang dilakukan oleh kaum Yahudi kepada kalian adalah sebagian yang berhak kalian dapatkan.”
Seorang dokter berkebangsaan Yordania dari keluarga Hawamidah menceritakan bahwa ketika ia berada di Mesjid Rasulullah pada tahun 1996, ia mendengar Abu Bakar al-Jazairi seorang Wahabi mengatakan: “Demi Allah tidak akan lurus agama umat ini, sampai mereka menghilangkan berhala ini dari sini.” Seraya menunjuk pada makam Rasulullah, dan dia mengatakan: “Berhala Qubbah Khadra’ (kubah hijau Nabi).”
Setelah kami paparkan kepada para pembaca dan pemerhati yang bijak dan bisa menilai secara obyektif ungkapan-ungkapan dan teks-teks Wahabiyah yang keluar dari pemimpin dan pendiri pergerakan mereka Muhammad ibn Abdul Wahhab, dan para masyayikh mereka yang datang setelahnya sampai pada masa sekarang ini berupa pengkafiran dan penyesatan terhadap umat Islam baik dari generasi sahabat, tabi’in dan bahkan sampai pengkafiran terhadap sayyidah Hawa, ulama salaf, khalaf, Asyairah, Maturidiyah, para pendiri madzhab empat yang mu’tabarah (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), kaum sufi yang berpegang-teguh pada syari’at dan setiap individu umat Islam, semua ini membuktikan dan meyakinkan kepada pembaca yang budiman bahwa Wahabiyah menganggap tidak ada seorang muslimpun di muka bumi ini kecuali hanya jama’ah mereka dan keturunan mereka saja.
Mereka mengajak para pengikutnya untuk membunuh dan memerangi Ahlussunnah wal Jama’ah sebelum memerangi Majusi dan pemeluk agama kufur lainnya. Bahkan mereka mengatakan dengan penuh kesombongan dan kebodohannya sebagaimana disebutkan oleh seorang Wahabi bernama Muhammad Ahmad Basyamil: “Abu Jahal dan Abu Lahab lebih bertauhid dan lebih murni imannya kepada Allah dari pada umat Islam yang mengatakan Laa Ilaaha Illallaah karena mereka bertawasul dengan para wali yang shalih.” (Lihat Muhammad Basyamil, Kaifa Nafhamu at-Tauhid halaman 16). Kitab kecil ini (kitab Kaifa Nafhamu at-Tauhid) dibagikan kepada jama’ah haji secara cuma-cuma, diterbitkan oleh yayasan mereka yang bernama ad-Da’wah wa al-Irsyad yang berada di Riyadh.
Ini membuktikan dan meyakinkan kepada kita semua bahwa Wahabiyah datang dengan membawa agama baru yang mendustakan Allah. Karena Allah ta’ala berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali Imran ayat 110)
Wahabiyah mengatakan bahwa pengikut madzhab empat adalah orang-orang kafir. Padahal umat Islam pada masa sekarang ini mayoritas menganut madzhab empat. Jelas, merekalah sebenarnya yang kafir, sebab mereka telah mengkafirkan satu setengah milyar umat Islam dan bahkan lebih dari itu.
Al-Hafidz as-Suyuthi, as-Subki, an-Nawawi, al-Qadhi Iyadh dan Ibn Hajar mengatakan: “Barangsiapa yang mengatakan perkataan yang berdampak pada penyesatan umat Muhammad maka dialah yang kafir”.” (Lihat Qadhi Iyadh dalam asy-Syifa juz 2 halaman 386).
Dengan demikian mengkafirkan Wahabiyah yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya dan yang meyakini bahwa Allah jisim (benda) yang duduk di atas Arsy, dan yang telah mengkafirkan umat Islam hanya karena bertawassul dengan nabi dan para wali hukumnya adalah wajib bagi kita sekarang ini.
Kita bisa mengatakan kepada orang yang tidak sependapat dengan hal ini (pengkafiran terhadap Wahabi): “Kita mengkafirkan mereka adalah benar, karena mereka mengkafirkan kita tanpa hak dan meskipun mereka mengatakan Laa Ilaaha Illallaah akan tetapi mereka telah mengkafirkan satu setengah milyar umat Islam yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Mereka telah menyalahi makna dua kalimat syahadat dan juga mengkafirkan mayoritas umat Islam, karenanya janganlah kalian membantah hal ini, kita mengkafirkan mereka dengan hak.”
Berikut kami kutipkan teks-teks pernyataan para ulama madzhab dan ulama-ulama lainnya tentang kekufuran kelompok Mujassimah Musyabbihah Wahabiyah dan yang sesamanya.
Khalifah ar-Rasyid Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. mengatakan: “Mencari-cari tahu tentang Dzat Allah adalah kekufuran dan kesyirikan.” Maka orang yang berusaha untuk menggambarkan dengan akalnya tentang Allah maka ia telah kafir. Dia tidak akan dapat menggambarkan Allah karena Allah bukanlah sesuatu yang bisa digambarkan. Tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya, maka kelompok Wahabi yang mengatakan tentang Allah bahwasanya Dia duduk, berupa benda, naik, turun dengan gerakan, diam, memiliki anggota badan dan berpindah adalah pendustaan terhadap firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dari satu segi maupun semua segi.” (QS. asy-Syura ayat 11). Perkataan mereka ini kufur menurut seluruh umat Islam.
Khalifah ar-Rasyid Sayyidina al-Imam Ali ibn Abi Thalib Ra. mengatakan: “Barangsiapa yang menyangka bahwa Tuhan kita memiliki bentuk maka ia bodoh terhadap Pencipta yang berhak disembah.” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim. Maksud perkataan beliau adalah barangsiapa yang meyakini atau mengatakan bahwa Allah ta’ala duduk atau ia memiliki ukuran kecil ataupun besar maka ia tidak mengetahui Allah yakni kafir terhadapNya).
Imam Ja’far ash-Shadiq mengatakan: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah berada di atas sesuatu maka ia telah musyrik.” Kelompok Wahabi mengatakan bahwa Allah dengan DzatNya berada di atas Arsy, dan karenanya mereka kafir.
Imam asy-Syafi’i mengatakan: “Mujassim (orang yang meyakini Allah berupa jisim) adalah kafir.” Golongan Wahabi adalah mujassim, imam asy-Syafi’i mengkafirkan mereka.
Ibn al-Mu’allim al-Qurasyiy mengutip dalam kitab Najm al-Muhtadi dari kitab Kifayatu an-Nabih fi Syarh at-Tanbih, perkataan: “Dan ini bagi orang yang kekufurannya telah disepakati, mereka yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu makhluk dan Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum adanya serta yang tidak beriman dengan Qadar. Demikian juga orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘Arsy sebagaimana diriwayatkan oleh al-Qadhi Husain tentang masalah ini dari asy-Syafi’i Ra.”
Imam Abu Hanifah Ra. mengatakan dalam kitab al-Washiyyah: “Barangsiapa yang mengatakan dengan barunya sifat dari sifat-sifat Allah atau ragu-ragu atau tawaqquf (tidak bersikap) maka ia kafir.” Wahabi mengatakan bahwa Allah itu baru layaknya makhluk karena mereka meyakini Allah seperti makhlukNya dengan penisbatan sifat duduk kepada Allah yang merupakan sifat manusia, jin, malaikat dan binatang.
Imam Malik bin Anas Ra. dalam pernyataan yang diceritakan oleh al-Hafidz al Mujtahid Abu Bakar ibn al-Mundzir: “Pendapat saya tentang Ahl al-Ahwa’ adalah diancam dengan pedang sampai mereka kembali. Dan apabila tidak kembali, maka dipenggal lehernya (dibunuh).” Ahl al-Ahwa’ adalah seperti Mujassimah, Musyabbihah, Mu’tazilah dan Jahmiyah.
Imam Ahmad bin Hanbal Ra. mengatakan: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah itu jisim yang tidak seperti jisim-jisim maka ia telah kafir”. (Diriwayatkan dari imam Ahmad oleh Abu Muhammad al-Baghdadi pengarang kitab al-Khishal dari madzhab Hanbali sebagaimana juga ia meriwayatkannya dari Abu Muhammad al-Hafidz al-Faqih az-Zarkasyi dalam kitabnya Tasynif al Masyami’).
Imam Abu al Hasan al-Asy’ari Ra. Mengatakan dalam kitabnya an-Nawadir: “Barangsiapa yang meyakini bahwa Allah adalah jisim maka ia tidak mengenal Tuhannya dan bahwa ia telah kafir padaNya.”
Imam ath-Thahawi mengatakan: “Barang siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir.”
Dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyah termasuk kitab yang terkenal di kalangan madzhab Hanafi dikatakan: “Dan seseorang menjadi kufur karena menetapkan tempat bagi Allah.” (Lihat Syekh Nidzam cs, al-Fatawa al-‘Alamkiriyah atau al-Fatawa al-Hindiyah fi Madzhabi al-Imam Abi Hanifah juz 2 halaman 259)
Imam Muhammad ibn Badruddin ibn Balban ad-Dimasyqi al-Hanbali (w. 1083) dalam kitabnya Mukhtashar al-Ifadat mengatakan: “Maka barangsiapa yang meyakini bahwa Allah dengan DzatNya berada pada setiap tempat atau pada tempat tertentu maka ia kafir”. (Lihat Al-Imam Muhammad ibn Badr al Din al Dimasyqi al Hanbali, Mukhtashar al-Ifadat fi Rub’ al-Ibadat wa al-Adab wa Ziyadat halaman 489).
Al-Hafidz an-Nawawi mengutip dari al-Imam Jamaluddin al-Mutawalli asy-Syafi’i yang merupakan Ashhabu al-Wujuh (tingkatan seorang alim yang berada satu tingkat di bawah seorang mujtahid) mengatakan bahwa: “Seseorang yang mensifati Allah dengan ittishal (menyatu) dan infishal (berpisah) maka ia kafir.” (Lihat dalam kitab Raudhat ath-Thaliibn, karya an-Nawawi juz 10 halaman 64).
Al-Faqih al-Hanafi Mulla Ali al-Qari dalam kitabnya Syarh al-Misykat mengutip bahwa: “Mayoritas salaf dan khalaf mengatakan bahwa orang yang meyakini arah (pada Allah) adalah kafir. Sebagaimana ditegaskan oleh al-‘Iraqi dan beliau mengatakan bahwa perkataan tersebut adalah perkataan imam Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, al-Asy’ari dan al-Baqillani.” (Lihat Mulla Ali al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al Mashabih Juz 3 halaman 300)
Syekh Mahmud Muhammad Khaththab as-Subki dalam kitabnya Ithaf al-Kainat mengatakan: “Mayoritas ulama salaf dan khalaf telah mengatakan bahwa seseorang yang meyakini bahwa Allah berada pada arah adalah kafir.” (Lihat Mahmud as-Subki, Ithaf al-Kainat bi Bayan Madzhabi as-Salaf wa al-Khalaf fi al-Mutasyabihat halaman 3-4).
Al-Imam ar-Razi mengatakan: “Sesungguhnya keyakinan bahwa Allah duduk di atas Arsy atau berada di langit terdapat penyerupaan Allah dengan makhlukNya dan itu merupakan kekufuran.”
Abu Nuaim ibn Hammad guru imam al-Bukhari mengatakan: “Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya maka ia kafir, dan ijma’ umat Islam menegaskan akan hal tersebut.”
Taqiyuddin al-Husni asy-Syafi’i ad-Dimasyqi dalam kitab Daf’u Syubahi man Syabbaha wa Tamarrad mengatakan setelah mensucikan Allah dari tempat dan sifat makhluk: “Karena sifat makhluk termasuk sifat baru dan setiap sifat yang baru (makhluk) maka Allah Maha Suci darinya dan penetapan sifat baru padaNya adalah kekufuran secara pasti menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah.”
Syekh al-Kamal ibn al-Humam al-Hanafi mengatakan: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah itu jisim (benda) tidak seperti jisim maka ia telah kafir.” (Lihat Al-Kamal al-Hanafi, Syarh Fathi al-Qadir bab Shifat al-Aimmah.)
Syekh al-Azhar Prof. Salim al-Bisyri mengatakan: “Barangsiapa yang meyakini bahwa Allah jisim atau bahwa Dia menempel pada atap yang tinggi dari ‘Arsy dan ini yang dikatakan oleh al-Karramiyah dan Yahudi, tidak ada perbedaan pendapat atas kekufuran mereka.” (Perkataan ini dikutip oleh syekh Salamah al-Qadhai al-‘Azami dalam kitabnya Furqan al-Qur’an halaman 100)
Karena itu janganlah kalian takut wahai pencari kebenaran untuk mengkafirkan Wahabi Mujassim (kelompok yang menjisimkan Allah) Musyabbih (kelompok yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya). Kami telah mengutipkan ijma’ umat Islam atas kekufuran mereka dan keluarnya mereka dari agama Islam, bahkan mengkafirkan mereka adalah sesuatu yang haq dan wajib serta ada pahalanya. Barangsiapa yang tidak mengkafirkan mereka padahal ia mengetahui kekufuran mereka maka ia seakan-akan mengatakan bahwasanya boleh bagi orang kafir untuk menikah dengan perempuan muslimah atau boleh bagi kerabatnya yang muslim untuk mewarisinya jika ia mati dan bahwa shalatnya atau menshalatinya atau shalat di belakang dia adalah sah, dan ini merupakan pendustaan terhadap agama Islam dan penghancuran terhadap tatanan hukum Islam, menyia-nyiakan hak-hak dan di dalamnya terdapat perusakan ibadah shalat umat Islam.
Adalah kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi bahwa mengkafirkan Wahabi yang keadaannya sebagaimana yang telah kita paparkan akan terlihat perbedaan antara orang kafir dan muslim meskipun mereka mengaku muslim dengan lisannya dan ucapan dua kalimah syahadat mereka tidak bermanfaat karena mereka mendustakan makna dua kalimat syahadat tersebut. Allah A’lam wa Ahkam, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template