Mengenang Tiga Insiden
Diantara dampak negatif dari belajar
aqidah Wahabiyah adalah kisah nyata seorang pemuda dari Habasyah yang pergi ke
Hijaz dan kemudian mukim di Madinah. Ia masuk perguruan tinggi mereka yang
bernama Universitas Islam. Dia mukim selama 5 tahun, hingga kemudian ia
mempelajari aqidah mereka diantaranya bahwa orang yang mengatakan “Ya Muhammad”
adalah kafir dan bahwa orang yang pergi ke pekuburan para masyayikh untuk
bertabarruk adalah kafir. Kemudian pemuda ini kembali ke negaranya dan dia
mengatakan ke penduduk kampungnya “kalian adalah orang-orang kafir.” Ia
juga mengatakan hal serupa kepada ayahnya “kamu kafir”. Kemudian sang
ayah tidak tahan mendengarnya, segera ia mengambil senapan dan membunuhnya
kemudian menyerahkan diri pada pemerintah.
Mirip dengan kejadian di atas apa yang
terjadi di Togo Afrika, seorang laki-laki dulunya sangat perhatian terhadap
peringatan Maulid Nabi, kemudian anaknya pergi ke Saudi Arabia dan belajar
aqidah Wahabiyah kemudian pulang ke negaranya, dan berkata kepada bapaknya “kamu
kafir”. Kemudian ayahnya membunuhnya.
Di Jimmah, Habasyah juga terjadi sebuah
insiden, seorang laki-laki yang juga memiliki perhatian yang besar terhadap
Maulid Nabi. Kemudian anaknya belajar aqidah Wahabiyah, sehingga ia menjadi
berani berkata kepada ayahnya “kamu kafir”. Kemudian pada hari dimana
sang ayah mempersiapkan makanan untuk diberikan kepada masyarakat dalam acara
Maulid, maka sang anak datang dan menyiram minyak tanah pada makanan tersebut,
sebab menurutnya ini adalah kemungkaran. Pada saat itu sang ayah sedang berada
di luar rumah. Dan ketika sang ayah pulang, orang-orang yang hadir berkata: “Anakmu
telah melakukan ini dan itu”, sehingga sang ayah marah dan membunuhnya dan
kemudian menyerahkan diri pada pemerintah.
Tiga kejadian ini, dua insiden yang
pertama terjadi kurang lebih 2 tahun yang lalu dan yang ketiga terjadi 7 tahun
yang lalu. Pada kejadian yang kedua dan ketiga pemerintah tidak menghukum sang
ayah. Sang ayah mengatakan “Anakku ini hukumnya kafir dalam syari’at kita
karena dia telah mengkafirkan umat Islam”, kemudian mereka membebaskan sang
ayah tersebut dan tidak menghukumnya. Sedangkan insiden yang pertama kami tidak
tahu apa yang terjadi pada sang ayah.
Seorang ulama Yordania dari keluarga
Sa’duddin memberikan informasi kepada kami bahwa ada seseorang yang sudah
sangat tua berkebangsaan Yordania memberitahukan bahwa ia melihat dengan mata
kepalanya sendiri bagaimana kelompok Wahabiyah ketika menyerang Yordania bagian
selatan. Seorang Wahabi berkata pada orang Wahabi lainnya tentang seorang
muslim Yordania “bunuhlah orang kafir itu”. Kemudian orang Wahabi ketika
menyembelih seorang muslim Yordania tersebut mengatakan Bismillah Allahu
Akbar, kemudian membunuhnya.
Syekh Dzib berkebangsaan Suria yang
dahulu pernah hidup di Yordania menginformasikan bahwa beliau pernah berdebat
dengan seorang syekh Wahabi di Makkah. Beliau mengatakan kepadanya: “Kalian
telah mengharamkan subhah (tasbih), lalu kenapa kalian menjualnya pada musim
haji kepada orang lain.”
Wahabi itu kemudian menjawab: “Kami
menjualnya kepada selain orang Islam, yakni seluruh orang yang melaksanakan
haji yang mengambil subhah ini adalah kafir bukan muslim.”
Salah seorang imam Wahabi dalam salah
satu mesjid di Makkah bagian selatan pada tahun 2002 pada musim haji berkata
kepada seorang laki-laki dari keluarga Baidhun dari Bairut: “Kalian
orang-orang Asyairah adalah orang-orang kafir, apa yang dilakukan oleh kaum
Yahudi kepada kalian adalah sebagian yang berhak kalian dapatkan.”
Seorang dokter berkebangsaan Yordania
dari keluarga Hawamidah menceritakan bahwa ketika ia berada di Mesjid
Rasulullah pada tahun 1996, ia mendengar Abu Bakar al-Jazairi seorang Wahabi
mengatakan: “Demi Allah tidak akan lurus agama umat ini, sampai mereka
menghilangkan berhala ini dari sini.” Seraya menunjuk pada makam
Rasulullah, dan dia mengatakan: “Berhala Qubbah Khadra’ (kubah hijau Nabi).”
Setelah kami paparkan kepada para
pembaca dan pemerhati yang bijak dan bisa menilai secara obyektif
ungkapan-ungkapan dan teks-teks Wahabiyah yang keluar dari pemimpin dan pendiri
pergerakan mereka Muhammad ibn Abdul Wahhab, dan para masyayikh mereka yang datang
setelahnya sampai pada masa sekarang ini berupa pengkafiran dan penyesatan terhadap
umat Islam baik dari generasi sahabat, tabi’in dan bahkan sampai pengkafiran
terhadap sayyidah Hawa, ulama salaf, khalaf, Asyairah, Maturidiyah, para
pendiri madzhab empat yang mu’tabarah (madzhab Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hanbali), kaum sufi yang berpegang-teguh pada syari’at dan
setiap individu umat Islam, semua ini membuktikan dan meyakinkan kepada
pembaca yang budiman bahwa Wahabiyah menganggap tidak ada seorang
muslimpun di muka bumi ini kecuali hanya jama’ah mereka dan keturunan mereka
saja.
Mereka mengajak para pengikutnya untuk
membunuh dan memerangi Ahlussunnah wal Jama’ah sebelum memerangi Majusi
dan pemeluk agama kufur lainnya. Bahkan mereka mengatakan dengan penuh
kesombongan dan kebodohannya sebagaimana disebutkan oleh seorang Wahabi
bernama Muhammad Ahmad Basyamil: “Abu Jahal dan Abu Lahab lebih bertauhid
dan lebih murni imannya kepada Allah dari pada umat Islam yang mengatakan Laa
Ilaaha Illallaah karena mereka bertawasul dengan para wali yang shalih.”
(Lihat Muhammad Basyamil, Kaifa Nafhamu at-Tauhid halaman 16). Kitab
kecil ini (kitab Kaifa Nafhamu at-Tauhid) dibagikan kepada jama’ah haji
secara cuma-cuma, diterbitkan oleh yayasan mereka yang bernama ad-Da’wah
wa al-Irsyad yang berada di Riyadh.
Ini membuktikan dan meyakinkan
kepada kita semua bahwa Wahabiyah datang dengan membawa agama baru yang
mendustakan Allah. Karena Allah ta’ala berfirman: “Kamu adalah umat
yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali Imran ayat 110)
Wahabiyah mengatakan bahwa pengikut
madzhab empat adalah orang-orang kafir. Padahal umat Islam pada masa
sekarang ini mayoritas menganut madzhab empat. Jelas, merekalah
sebenarnya yang kafir, sebab mereka telah mengkafirkan satu setengah milyar umat
Islam dan bahkan lebih dari itu.
Al-Hafidz as-Suyuthi, as-Subki,
an-Nawawi, al-Qadhi Iyadh dan Ibn Hajar mengatakan: “Barangsiapa yang
mengatakan perkataan yang berdampak pada penyesatan umat Muhammad maka dialah
yang kafir”.” (Lihat Qadhi Iyadh dalam asy-Syifa juz 2 halaman 386).
Dengan demikian mengkafirkan Wahabiyah
yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya dan yang meyakini bahwa Allah jisim
(benda) yang duduk di atas Arsy, dan yang telah mengkafirkan umat
Islam hanya karena bertawassul dengan nabi dan para wali hukumnya adalah
wajib bagi kita sekarang ini.
Kita bisa mengatakan kepada orang yang
tidak sependapat dengan hal ini (pengkafiran terhadap Wahabi): “Kita
mengkafirkan mereka adalah benar, karena mereka mengkafirkan kita tanpa
hak dan meskipun mereka mengatakan Laa Ilaaha Illallaah akan tetapi
mereka telah mengkafirkan satu setengah milyar umat Islam yang
mengatakan Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Mereka telah
menyalahi makna dua kalimat syahadat dan juga mengkafirkan mayoritas
umat Islam, karenanya janganlah kalian membantah hal ini, kita mengkafirkan
mereka dengan hak.”
Berikut kami kutipkan teks-teks
pernyataan para ulama madzhab dan ulama-ulama lainnya tentang kekufuran
kelompok Mujassimah Musyabbihah Wahabiyah dan yang sesamanya.
Khalifah ar-Rasyid Sayyidina Abu Bakar
ash-Shiddiq Ra. mengatakan: “Mencari-cari tahu tentang Dzat Allah adalah
kekufuran dan kesyirikan.” Maka orang yang berusaha untuk menggambarkan
dengan akalnya tentang Allah maka ia telah kafir. Dia tidak akan dapat
menggambarkan Allah karena Allah bukanlah sesuatu yang bisa digambarkan.
Tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya, maka kelompok Wahabi yang
mengatakan tentang Allah bahwasanya Dia duduk, berupa benda, naik, turun dengan
gerakan, diam, memiliki anggota badan dan berpindah adalah pendustaan terhadap
firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah
dari satu segi maupun semua segi.” (QS. asy-Syura ayat 11). Perkataan
mereka ini kufur menurut seluruh umat Islam.
Khalifah ar-Rasyid Sayyidina al-Imam
Ali ibn Abi Thalib Ra. mengatakan: “Barangsiapa yang menyangka bahwa Tuhan
kita memiliki bentuk maka ia bodoh terhadap Pencipta yang berhak disembah.” (Diriwayatkan
oleh Abu Nu’aim. Maksud perkataan beliau adalah barangsiapa yang
meyakini atau mengatakan bahwa Allah ta’ala duduk atau ia memiliki
ukuran kecil ataupun besar maka ia tidak mengetahui Allah yakni kafir
terhadapNya).
Imam Ja’far ash-Shadiq mengatakan: “Barangsiapa
yang mengatakan bahwa Allah berada di atas sesuatu maka ia telah musyrik.” Kelompok
Wahabi mengatakan bahwa Allah dengan DzatNya berada di atas Arsy, dan karenanya
mereka kafir.
Imam asy-Syafi’i mengatakan: “Mujassim
(orang yang meyakini Allah berupa jisim) adalah kafir.” Golongan
Wahabi adalah mujassim, imam asy-Syafi’i mengkafirkan mereka.
Ibn al-Mu’allim al-Qurasyiy mengutip
dalam kitab Najm al-Muhtadi dari kitab Kifayatu an-Nabih fi Syarh
at-Tanbih, perkataan: “Dan ini bagi orang yang kekufurannya telah
disepakati, mereka yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu makhluk dan Allah tidak
mengetahui sesuatu sebelum adanya serta yang tidak beriman dengan Qadar.
Demikian juga orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas ‘Arsy sebagaimana
diriwayatkan oleh al-Qadhi Husain tentang masalah ini dari asy-Syafi’i Ra.”
Imam Abu Hanifah Ra. mengatakan dalam
kitab al-Washiyyah: “Barangsiapa yang mengatakan dengan
barunya sifat dari sifat-sifat Allah atau ragu-ragu atau tawaqquf
(tidak bersikap) maka ia kafir.” Wahabi mengatakan bahwa Allah itu baru
layaknya makhluk karena mereka meyakini Allah seperti makhlukNya dengan
penisbatan sifat duduk kepada Allah yang merupakan sifat manusia, jin, malaikat
dan binatang.
Imam Malik bin Anas Ra. dalam
pernyataan yang diceritakan oleh al-Hafidz al Mujtahid Abu Bakar ibn al-Mundzir:
“Pendapat saya tentang Ahl al-Ahwa’ adalah diancam dengan pedang sampai mereka
kembali. Dan apabila tidak kembali, maka dipenggal lehernya (dibunuh).”
Ahl al-Ahwa’ adalah seperti Mujassimah, Musyabbihah, Mu’tazilah dan
Jahmiyah.
Imam Ahmad bin Hanbal Ra. mengatakan: “Barangsiapa
yang mengatakan bahwa Allah itu jisim yang tidak seperti jisim-jisim maka
ia telah kafir”. (Diriwayatkan dari imam Ahmad oleh Abu Muhammad
al-Baghdadi pengarang kitab al-Khishal dari madzhab Hanbali
sebagaimana juga ia meriwayatkannya dari Abu Muhammad al-Hafidz al-Faqih
az-Zarkasyi dalam kitabnya Tasynif al Masyami’).
Imam Abu al Hasan al-Asy’ari Ra.
Mengatakan dalam kitabnya an-Nawadir: “Barangsiapa yang meyakini
bahwa Allah adalah jisim maka ia tidak mengenal Tuhannya dan bahwa ia
telah kafir padaNya.”
Imam ath-Thahawi mengatakan: “Barang
siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir.”
Dalam kitab al-Fatawa al-Hindiyah termasuk
kitab yang terkenal di kalangan madzhab Hanafi dikatakan: “Dan seseorang
menjadi kufur karena menetapkan tempat bagi Allah.” (Lihat Syekh Nidzam cs,
al-Fatawa al-‘Alamkiriyah atau al-Fatawa al-Hindiyah fi Madzhabi
al-Imam Abi Hanifah juz 2 halaman 259)
Imam Muhammad ibn Badruddin ibn Balban
ad-Dimasyqi al-Hanbali (w. 1083) dalam kitabnya Mukhtashar al-Ifadat mengatakan:
“Maka barangsiapa yang meyakini bahwa Allah dengan DzatNya berada pada setiap
tempat atau pada tempat tertentu maka ia kafir”. (Lihat Al-Imam
Muhammad ibn Badr al Din al Dimasyqi al Hanbali, Mukhtashar al-Ifadat fi
Rub’ al-Ibadat wa al-Adab wa Ziyadat halaman 489).
Al-Hafidz an-Nawawi mengutip dari
al-Imam Jamaluddin al-Mutawalli asy-Syafi’i yang merupakan Ashhabu al-Wujuh (tingkatan
seorang alim yang berada satu tingkat di bawah seorang mujtahid) mengatakan
bahwa: “Seseorang yang mensifati Allah dengan ittishal (menyatu) dan
infishal (berpisah) maka ia kafir.” (Lihat dalam kitab Raudhat
ath-Thaliibn, karya an-Nawawi juz 10 halaman 64).
Al-Faqih al-Hanafi Mulla Ali al-Qari
dalam kitabnya Syarh al-Misykat mengutip bahwa: “Mayoritas salaf dan
khalaf mengatakan bahwa orang yang meyakini arah (pada Allah) adalah kafir.
Sebagaimana ditegaskan oleh al-‘Iraqi dan beliau mengatakan bahwa perkataan
tersebut adalah perkataan imam Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, al-Asy’ari dan
al-Baqillani.” (Lihat Mulla Ali al-Qari, Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat
al Mashabih Juz 3 halaman 300)
Syekh Mahmud Muhammad Khaththab
as-Subki dalam kitabnya Ithaf al-Kainat mengatakan: “Mayoritas ulama
salaf dan khalaf telah mengatakan bahwa seseorang yang meyakini bahwa Allah
berada pada arah adalah kafir.” (Lihat Mahmud as-Subki, Ithaf al-Kainat
bi Bayan Madzhabi as-Salaf wa al-Khalaf fi al-Mutasyabihat halaman 3-4).
Al-Imam ar-Razi mengatakan:
“Sesungguhnya keyakinan bahwa Allah duduk di atas Arsy atau berada di langit
terdapat penyerupaan Allah dengan makhlukNya dan itu merupakan
kekufuran.”
Abu Nuaim ibn Hammad guru imam
al-Bukhari mengatakan: “Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan
makhlukNya maka ia kafir, dan ijma’ umat Islam menegaskan akan hal tersebut.”
Taqiyuddin al-Husni asy-Syafi’i
ad-Dimasyqi dalam kitab Daf’u Syubahi man Syabbaha wa Tamarrad mengatakan
setelah mensucikan Allah dari tempat dan sifat makhluk: “Karena sifat
makhluk termasuk sifat baru dan setiap sifat yang baru (makhluk) maka Allah
Maha Suci darinya dan penetapan sifat baru padaNya adalah kekufuran secara
pasti menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah.”
Syekh al-Kamal ibn al-Humam al-Hanafi
mengatakan: “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Allah itu jisim (benda) tidak
seperti jisim maka ia telah kafir.” (Lihat Al-Kamal al-Hanafi, Syarh
Fathi al-Qadir bab Shifat al-Aimmah.)
Syekh al-Azhar Prof. Salim al-Bisyri mengatakan: “Barangsiapa
yang meyakini bahwa Allah jisim atau bahwa Dia menempel pada atap yang tinggi
dari ‘Arsy dan ini yang dikatakan oleh al-Karramiyah dan Yahudi, tidak ada
perbedaan pendapat atas kekufuran mereka.” (Perkataan ini dikutip oleh
syekh Salamah al-Qadhai al-‘Azami dalam kitabnya Furqan al-Qur’an
halaman 100)
Karena itu janganlah kalian takut wahai
pencari kebenaran untuk mengkafirkan Wahabi Mujassim (kelompok yang
menjisimkan Allah) Musyabbih (kelompok yang menyerupakan Allah dengan
makhlukNya). Kami telah mengutipkan ijma’ umat Islam atas kekufuran
mereka dan keluarnya mereka dari agama Islam, bahkan mengkafirkan mereka adalah
sesuatu yang haq dan wajib serta ada pahalanya. Barangsiapa yang tidak
mengkafirkan mereka padahal ia mengetahui kekufuran mereka maka ia seakan-akan
mengatakan bahwasanya boleh bagi orang kafir untuk menikah dengan perempuan
muslimah atau boleh bagi kerabatnya yang muslim untuk mewarisinya jika ia mati
dan bahwa shalatnya atau menshalatinya atau shalat di belakang dia adalah sah,
dan ini merupakan pendustaan terhadap agama Islam dan penghancuran terhadap
tatanan hukum Islam, menyia-nyiakan hak-hak dan di dalamnya terdapat perusakan
ibadah shalat umat Islam.
Adalah
kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi bahwa mengkafirkan Wahabi yang
keadaannya sebagaimana yang telah kita paparkan akan terlihat perbedaan antara
orang kafir dan muslim meskipun mereka mengaku muslim dengan lisannya dan
ucapan dua kalimah syahadat mereka tidak bermanfaat karena mereka mendustakan
makna dua kalimat syahadat tersebut. Allah A’lam wa Ahkam, Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin
0 komentar:
Posting Komentar