Home » » PROBLEMATIKA TABARRUK

PROBLEMATIKA TABARRUK

Written By MuslimMN on Minggu, 13 Februari 2011 | 18.09

PROBLEMATIKA TABARRUK

PENGERTIAN BARAKAH DAN TABARRUK

Barakah secara bahasa adalah berkembang dan bertambahnya kebaikan dan kemuliaan. Sedang secara istilah adalah anugerah ilahi yang ditambahkan dan diberikan Allah. Dengan anugerah tersebut amal-amal baik dapat berkembang melalui bermacam-macam ibadah.

Dari pengertian tersebut, barakah berarti buah dari amal shalih yang melalui barakah tersebut Allah mewujudkan beberapa keinginan, menolak keburukan, dan membuka pintu kebaikan dari anugerah-Nya.

Barakah itu ada yang diletakkan pada diri seseorang seperti dalam ayat :

ÓÍ_n=yèy_ur %º.u$t7ãB tûøïr& $tB àMZà2 (مريم :31)

Dan dia menjadikan Aku seorang yang diberkati di mana saja Aku berada

Juga ada yang diletakkan dalam benda seperti dalam ayat :

tA$s%ur óOßgs9 öNßgÎ;tR ¨bÎ) spt#uä ÿ¾ÏmÅ6ù=ãB br& ãNà6uÏ?ù't ßNqç/$­G9$# ÏmÏù ×puZÅ6y `ÏiB öNà6În/§ ×p¨É)t/ur $£JÏiB x8ts? ãA#uä 4yqãB ãA#uäur tbrã»yd ã&é#ÏJøtrB èps3ͳ¯»n=uKø9$#

Dan nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. (QS al-Baqarah : 248 ).

Dalam menjelaskan ayat tersebut, Sayyid Muhammad ‘Alawy al-Mâliky mengatakan, “Kesimpulan cerita ayat tersebut adalah bahwa peti itu milik Bani Israil. Mereka meminta pertolongan kepada Allah melalui peti itu. Mereka juga bertawassul kepada Allah karena melihat pengaruhnya kepada mereka. Inilah hakikat tabarruk seperti yang kami maksudkan.[1]

Tabarruk dengan sesuatu berarti meminta barakah dari Allah dengan sesuatu tersebut. Sedang barakah sendiri adalah berkembang dan bertambah. Berarti meminta berkah (tabarruk) dengan para shalihin, para aulia’ adalah memohon bertambahnya kebaikan dan amal baik dari Allah dengan perantara jah dan kedudukan mereka di sisi Allah.

Melihat pengertian ini, tabarruk sebenarnya termasuk bagian dari tawassul kepada Allah dengan yang diminta barakah, baik seseorang, tempat, ataupun benda bersejarah. Bertabarruk dengan seorang wali karena memandang keagungan dan kedekatannya dengan Allah dengan tetap meyakini wali tersebut tidak mampu memberi manfaat atau menolak madlarat kecuali dengan izin Allah. Bertabarruk dengan benda bersejarah atau tempat bersejarah karena tempat atau benda tersebut mempunyai hubungan dengan orang-orang shalih.[2]



HUKUM DAN DALIL TABARRUK

Tabarruk hukumnya diperbolehkan dan termasuk bagian dari ajaran agama. Para shahabat dan ulama salaf dulu sering melakukan tabarruk dengan al-Quran, rambut Rasulullah SAW, jubah beliau, dan lain sebagainya. Dalil diperbolehkannya tabarruk antara lain :

ü عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال كان النَّبِيَّ r يَأْتِي قُبَاءً كلَ سبتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ (رواه البخاري )

Dari Ibn ‘Umar ia mengatakan : Nabi SAW selalu mendatangi masjid Quba` setiap hari Sabtu dengan berjalan kaki atau naik kendaraan” dan Abdullah ibn Umar juga selalu melakukan itu. (HR Bukhâri)

Pada setiap hari Sabtu Rasulullah SAW pergi ke masjid Qubâ`. Tujuannya tiada lain hanya untuk mengharapkan berkah , sebab masjid Qubâ` merupakan masjid yang diberkahi Allah. Hal ini ternyata juga dilakukan oleh Sayyidina ‘Abdullah ibn Umar, seorang sahabat Nabi.

Imam Ibn Hajar mengatakan :

يَتَأَكَّدُ نَدْبُ احْتِرَامِ نَحْوِ الْمَدَارِسِ وَالرُّبُطِ وَمَحَالُّ الْعُلَمَاءِ وَالصُّلَحَاءِ وَكُلُّ مَحَلٍّ عُلِمَ أَنَّهُ r نَزَلَهُ أَوْ صَلَّى فِيهِ فَلَهُ فَضْلٌ عَظِيمٌ عَلَى غَيْرِهِ عَلَى مَمَرِّ الدَّهْرِ فَيَتَأَكَّدُ الِاعْتِنَاءُ بِتَحَرِّي نُزُولِهِ وَالتَّبَرُّكِ بِهِ كَمَا كَانَ ابْنُ عُمَرَ وَغَيْرُهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ يَفْعَلُونَ ذَلِكَ بَعْدَ وَفَاتِهِ r .

Menjadi kuat ksesunnahan memulyakan madrasah,ribâth, tempat-tempat para ulama dan orang-orang shalih dan sesamanya, serta setiap tempat yang diketahui Rasulullah pernah berdiam di situ atau shalat di tempat itu. Ini mengandung keutamaan yang besar atas tempat-tempat yang lain selamanya. Karena itu sangat dianjurkan memperhatikan tempat-tempat berdiam Beliau SAW dan tabarruk dengan tempat itu sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn ‘Umar setelah Nabi SAW meninggal.[3]

ü عن أسماء بنت أبي بكر رضي الله عنهما قَالَتْ هَذِهِ جُبَّةُ رَسُولِ اللَّهِ r -إلى أن قال- فَقَالَتْ هَذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِيُّ r يَلْبَسُهَا فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يُسْتَشْفَى بِهَا (رواه مسلم في حديث طويل)

Dari Asmâ` bint Abî Bakar ia berkata : Ini adalah jubah Rasulullah SAW. Dan seterusnya (berisi profil jubah Rasul) sampai ia mengatakan : “Jubah ini dulu berada di tangan Aisyah ra.sampai ia wafat. Setelah ia meninggal maka kupegang. Nabi biasa memakai jubah ini dan kami membasuhnya untuk orang yang sakit berharap sembuh dengan (barakah) jubah itu. (HR Muslim).

Imam Nawawi menanggapi hadits ini mengatakan :

وَفِي هَذَا الْحَدِيث دَلِيل عَلَى اِسْتِحْبَاب التَّبَرُّك بِآثَارِ الصَّالِحِينَ وَثِيَابهمْ

Hadits ini dalil disunnahkan bertabarruk dengan peninggalan orang-orang shalih dan pakaian mereka.[4]

ü عبد الرحمن بن رزين قال : مررنا بالربذة فقيل لنا : ها هنا سلمة بن الأكوع ، فأتيناه فسلمنا عليه ، فأخرج يديه فقال : بايعت بهاتين نبي الله r، فأخرج كفا له ضخمة كأنها كف بعير ، فقمنا إليها فقبلناها (أخرجه البخاري في الأدب المفرد )

Dari ‘Abdirrahman ibn Razîn, ia berkata : Kami lewat di Rabwah. Diucapkan pada kami : “Di sana ada Salamah ibn al-Akwa’.”Kemudian kami mendatangi Beliau dan mengucpakan salam kepadanya. Iapun menjulurkan kedua tangannya seraya berkata, “Aku membaiat Nabi SAW dengan kedua tangan ini." Kamudian ia menjulurkan telapak tangan yang sangat besar seakan-akan telapak onta. Selanjutnya kami mencium tangan tersebut ( HR al-Bukhâri dalam kitab al-Adab al-Mufrad).

Dalam kisah di atas, ternyata para ulama bertabarruk dengan tangan shahabat yang pernah berbai’at kepada Nabi SAW. Para shahabat pun ternyata menyetujui hal tersebut. Terbukti mereka tidak mengingkari.

ü وفي رواية قال الشافعي رحمه الله تعالى لا نبتاعه منك ولا نستهديه ولكن اغسله وجئنا بمائه قال فغسلته فحملت ماءه إليه فتركته في قنينة وكنت أراه في كل يوم يأخذ منه ويمسح على وجهه تبركا بأحمد بن حنبل

Kisah di atas diungkapkan oleh Ibn al-Jauzy dalam Manâqib Ahmad bin Hanbal. Ternyata Imam Syafi’I juga bertabarruk dengan Imam Ahmad bin Hanbal. Maka, kalau ada yang mengatakan tabarruk hanya khusus dengan Nabi SAW dan segala peninggalan bersejarahnya bertentangan dengan yang dilakukan oleh Imam Syafi’i.

ü ورووي عن أحمد بن حنبل رحمه الله تعالى أنه غسل قميصا للشافعي وشرب الماء الذي غسله به

Diceritakan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal mencuci pakaian Imam Syafi’I dan meminum air yang digunakan mencuci pakaian tersebut.[5]

Dalam cerita tersebut ternyata Imam Ahmad bin Hanbal juga bertabarruk dengan Imam Syafi’i.


[1] Sayyid Muhammad ‘Alawy al-Mâliky, Mafâhîm Yajib an Tushahhah, ( Makkah : Dâ`irah al-Auqâf wa as-Syu’ûn al-Islâmiyah), tt., hal 153.
[2] Yûsuf Khaththâr Muhammad, Op.Cit., hal. 153-154.
[3] Ibn Hajar al-Haitamy, al-Fatâwâ al-Fiqhiyah al-Kubrâ, (Beirut : Dâr al-Fikr),vol. II, hal. 119.
[4] Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarh Muslim, (Beirut : Dâr al-Ma’rifah), cet.ke-1, 1994, vol XIV, hal.44.
[5] Yûsuf Khaththâr Muhammad, Op.Cit., hal. 168.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template