Tebuireng, Jombang, zaman dulu dikenal dengan masyarakat berandal, suka mabuk-mabukkan dan berjudi. Pelacuran juga tumbuh subur di daerah tersebut. Banyak rumah remang-remang berdiri di sekitar pesantren dan ini menjadi kegelisahan tersendiri bagi Hadhratus Syaikh KH. M. Hayim Asy’ari. Belum lagi ancaman kriminalitas lain seperti pencurian dan perampokan.
Barulah saat Kiai Hasyim Asy’ari membiasakan diri bersama para santri bertani dan bercocok tanam, mereka mulai sadar bahwa kemiskinan yang mereka derita ada obatnya, yakni bertani dan berkebun dengan tekun dan telaten. Dari sana tidak jarang Kiai Haysim Asy’ari diundang bukan dalam rangka untuk menyampaikan ilmu agama, tetapi agar memberi penyuluhan bagaimana cara bertani dan berkebun yang benar. Rupanya kebiasaan Kiai Hasyim Asy’ari bercocok tanam tidak hanya sebagai pengisi waktu senggang belaka, namun benar-benar memberi dampak nyata bagi masyarakat. Sebuah kebiasaan dan aktivitas yang produktif, sekaligus bisa mendidik masyarakat waktu itu.
Demikianlah aktivitas Pesantren Tebuireng berjalan. Kini hari kian membaik saja hasil jerih payah mereka. Perhatian masyarakat kian bertambah. Sampai-sampai ada yang datang ke pesantren hanya untuk bertanya bagaimana cara bercocok tanam. Padahal, mulanya mereka mencibir, mengolok-ngolok pekerjaan santri. Satu dua orang bertamu, mereka meminta diajari cara bercocok tanam, dengan begitu makin lama Pesantren Tebuireng makin kesohor. Semakin lama kebiasaan menjalankan bisnis warung remang-remang teralihkan ke pertanian dan perkebunan.
Hubungan masyarakat dan Pesantren Tebuireng semakin membaik. Bukan karena ceramah agama saja, tetapi karena keteladanan yang ditunjukkan Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dan para santrinya, terutama terkait hal ihwal pertanian dan perkebunan. Karena kian hari kian banyak warga yang ikut bertani, maka pengangguran mulai menyusut. Mereka sibuk bekerja di sawah dan ladang mereka yang tersisa atau yang belum sempat disewakan pada Belanda. Perbuatan maksiat seperti judi, mabuk-mabukkan, dan besenang-senang dengan perempuan nakal mulai berkurang. Sebab, siang hari mereka harus bekerja dan malamnya untuk beristirahat. (Disadur dari “Kebiasaan-Kebiasaan Inspiratif KH. Ahmad Dahlan & KH. Hasyim Asy’ari; Teladan-Teladan Kemuliaan Hidup” karya M. Sanusi).
0 komentar:
Posting Komentar