Sebelum bicara tentang polemik Kitab Suci dan
Konstitusi, saya ingin bedakan di sini Nusron Wahid sebagai pribadi dan sebagai
Pimpinan GP ANSOR. Saya tahu Nusron sejak masih sama-sama di UI. Nusron adalah
senior saya di HMI UI sebelum akhirnya atas dukungan Bang Akbar Tanjung, Nusron
memilih untuk membangun dan merawat PMII UI.
Saya mengetahui Nusron sebagai pribadi yang cerdas
dengan lemparan-lemparan ungkapan yang terkesan nyeleneh namun bernas. Saya pikir
itulah gaya politisi. Nusron memang sulit untuk memainkan role model sebagai
seorang politisi yang akademis. Kedekatannya dengan Gus Dur dan Kang Said telah
membentuk karakternya sebagai politisi apa adanya. Namun dengan gaya apa
adanya, tak jarang Nusron membuat statemen blunder. Dalam ungkapan “hukum
konstitusi di atas hukum agama”, Nusron melakukan blunder politik entah
yang kesekian kali. Meskipun statemen itu tidak dimaksudkan Nusron untuk
mengecilkan peran hukum agama, tapi ungkapan ini bisa diolah pihak-pihak
tertentu untuk membenturkan NU dengan massa Islam lainnya. Tapi sekali lagi,
kalau tidak kontoversi tentu itu bukan Nusron.
Nusron agaknya menikmati perannya yang kontroversial.
Dalam kaitannya dengan menghadapi kelompok Islam yang “galak”, Nusron punya
pengalaman selama 5 tahun berhadapan dengan kelompok itu. Nusron senang jika
bisa membuat merah telinga lawan-lawan politiknya. Akan tetapi, untuk kali ini
Nusron lupa bahwa lemparannya itu bukan hanya ditangkap oleh lawan-lawan
politiknya. Publik Islam perkotaan yang baru “melek” ajaran Islam berpotensi
menjadi lawan-lawan baru Nusron dan nama yang dibawanya.
Kembali kepada lontaran Nusron apakah benar hukum
konstitusi lebih tinggi daripada hukum agama? Jawabannya tidak sesederhana yang
dibayangkan. Jimly Asshiddiqie, di dalam bukunya, Konstitusi dan
Konstitusionalisme, menjelaskan bahwa konstitusi memuat kompromi terhadap
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Jika hukum agama itu diakomodasi di
dalam konstitusi, tentu bisa dimaknakan bahwa konstitusi pun mengandung hukum
agama. Lalu pertanyaannya, apakah bisa dikatakan bahwa konstitusi lebih tinggi
daripada hukum agama? Dengan penjelasan Jimly Asshiddiqie tersebut, bisa
dikatakan bahwa konstitusi “harus” mengakui eksistensi agama dan agama di dalam
konteks iklim demokrasi, membutuhkan konstitusi sebagai alat legitimasi.
Kesalahan yang dilakukan oleh Nusron di dalam kaitan
ini, adalah ia menyampaikan logika pars pro toto itu di hadapan FPI yang minim
pengetahuan tentang konstitusi dan demokrasi. Nusron agaknya terlena dengan
olah tulis media yang menggambarkan FPI sebagai arus liar yang harus dibendung.
Padahal jika dipahami, terlepas dari sisi negatifnya, arus liar dapat
dimanfaatkan sebagai pembangkit energi. Tentu jika kita mengerti bagaimana cara
memanfaatkannya. Sikap yang ditunjukkan Nusron berbeda dengan apa yang
dilakukan Kyai Hasyim Muzadi terhadap FPI. Abah Hasyim justru berusaha “menjinakkan”
FPI dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan lebih menyejukkan.
Di dalam sebuah obrolan pagi, Abah Hasyim mengatakan
bahwa FPI itu harus “dikasihani”. Cara mengasihani FPI itu adalah dengan
memberikan mereka pemahaman tentang konstitusi dan demokrasi. Abah Hasyim
menegaskan bahwa perjuangan FPI membela Islam perlu diapresiasi tapi mereka
butuh bimbingan agar tidak salah jalan. Maka dari itu, Kyai Hasyim selalu
mengundang Habib Rizieq untuk berdiskusi tentang Islam dan demokrasi. Menurut
alur berpikir Kyai Hasyim, orang “galak” jangan dihadapi dengan sikap marah
atau ledekan. Masih ada celah persuasif untuk berdiskusi dengan mereka dan
memberi kepahaman kepada mereka.
Saya kira inilah hakikat politik adiluhung yang
dicontohkan Kyai Hasyim. Politik adiluhung tidak akan mempertentangkan agama
dengan konstitusi. Politik adiluhung berusaha membangun ruang dialog yang
terbuka dan jujur di antara agama dan konstitusi. Sikap menutup ruang dialog
apalagi memprovokasi hanyalah akan membuat kusut sudut pandang kita semua
tentang konstitusi dan masyarakat berkeadaban yang dicita-citakan. Wallahul
muwaafiq ilaa aqwamit thoriq. (Oleh: KH. Abdi Kurnia Djohan)
0 komentar:
Posting Komentar