Masalah
tajdidun nikah (memperbarui nikah) dalam kajian fiqh ada dua pendapat
ulama:
1.
Boleh
Menurut Pendapat Shahih
Memperbarui
nikah kalau dimaksudkan sekadar tajammul (keindahan atau pura-pura),
seperti orang yang dinikahkan sah menurut agama Islam, lengkap dengan syarat
dan rukunnya, namun tidak didaftarkan di KUA, setelah didaftarkan di KUA
dinikahkan lagi sebagai persyaratan yang harus disaksikan oleh petugas KUA,
maka dalam hal ini menurut Syaikh Ibnu Hajar dan jumhur ulama Syafi’iyah tidak
membatalkan nikah yang pertama, asalkan pengantin laki-laki tetap meyakini
bahwa nikah yang pertama tidak rusak.
Pendapat ini adalah yang
shahih (kuat/benar), yakni hukumnya boleh. Karena di dalam memperbarui nikah
terdapat unsur tajammul (memperindah) dan ihtiyath (kehati-hatian
dari sepasang suami-istri). Sebab bisa saja terjadi sesuatu yang bisa merusak
nikah tanpa mereka sadari, sehingga memperbarui nikah guna menetralisir
kemungkinan tersebut. (Tuhfat al-Muhtaj juz 7 halaman 391, Hasyiyat
al-Jamal ‘ala al-Manhaj juz 4 halaman 245 dan Syarh al-Manhaj
li Syihab Ibn Hajar juz 4 halaman 391).
أَنَّ مُجَرَّدَ
مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدٍ ثَانٍ مَثَلاً لاَ يَكُونُ
اعْتِرَافًا بِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ اْلأُولَى بَلْ وَلاَ كِنَايَةَ فِيهِ
وَهُوَ ظَاهِرٌ إِلَى أَنْ قَالَ وَمَا هُنَا فِي مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنْ الزَّوْجِ
لِتَجَمُّلٍ أَوْ احْتِيَاطٍ فَتَأَمَّلْهُ.
“Sesungguhnya
persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua (memperbarui nikah) bukan
merupakan pengakuan habisnya tanggung jawab atas nikah yang pertama, dan juga
bukan merupakan kinayah dari pengakuan tadi. Dan itu jelas. Sedangkan apa yang
dilakukan suami di sini (dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah
atau berhati-hati.” (Tuhfat al-Muhtaj juz 7 halaman 391).
وعبارته: لأن الثاني
لايقال له عقد حقيقة بل هو صورة عقد خلافا لظاهر ما في الأنوار ومما يستدل به على
مسئلتنا هذه ما في فتح الباري في قول البخاري إلي أن قال قال ابن المنير يستفاد من
هذا الحديث ان إعادة لفظ العقد في النكاح وغيره ليس فسخا للعقد الأول خلافا لمن زعم
ذلك من الشافعية قلت الصحيح عندهم انه لايكون فسخا كما قاله الجمهور إهـ
(Hasyiyat al-Jamal ‘ala al-Manhaj juz 4 halaman 245).
إن مجرد موافقة الزوج
على صورة عقد ثان مثلا لا يكون إعترافا بانقضاء العصمة الأولى بل ولاكناية فيه وهو
ظاهر لأنه مجرد تجديد طلب من الزوج لتجمل أو إحتياط فتأمل.
(Syarh al-Minhaj li Syihab Ibn Hajr juz 4 halaman 391).
2.
Tidak
Boleh Menurut Pendapat Lemah
Memperbarui
nikah jika dimaksudkan untuk membatalkan yang pertama karena menganggap hari
pernikahan pertama kurang baik atau menganggap setelah sekian lama menikah
karena khawatir pernah mengucapkan thalaq. Maka menurut sebagaian ulama Syafi’iyah
nikah yang pertama dianggap batal.
Pendapat kedua ini
adalah pendapat yang lemah, yang berarti tidak memperkenankan tajdidunnikah.
Dengan alasan karena dapat merusak akad nikah yang pertama. (Hasyiyat
al-Jamal ‘ala al-Manhaj juz 4 halaman 245 dan al-Anwar li A’mal
al-Abrar juz 2 halaman 156 dan juz 7 halaman 88).
وَلَوْ جَدَّدَ رَجُلٌ
نِكَاحَ زَوْجَتِهِ لَزِمَهُ مَهْرٌ آخَرُ ِلأَنَّهُ إِقْرَارٌ
بِالْفُرْقَةِ وَيَنْتَقِضُ بِهِ الطَّلاَقُ وَيَحْتَاجُ إِلَى التَّحْلِيْلِ فِى الْمَرَّةِ الثَّالِثَةِ.
“Jika seorang suami
memperbarui nikah kepada istrinya, maka wajib memberi mahar (mas kawin)
karena ia mengakui perceraian dan memperbaharui nikah termasuk
mengurangi (hitungan) cerai/thalaq. Kalau dilakukan sampai tiga kali,
maka diperlukan muhallil.” (Al-Anwar li A’mal
al-Abrar juz 2 halaman 156).
لو جدد رجل نكاح زوجته
لزمه مهر أخر لأنه إقرار في الفرقة وينتقص به الطلاق ويحتاج إلي التحليل في المرة
الثالثة.
“Seandainya seseorang
memperbarui nikah dengan istrinya maka wajib baginya membayar mahar lagi, karena
hal tersebut merupakan penetapan di dalam perceraian (furqah).” (Al-Anwar li A’mal
al-Abrar juz 7 halaman 88).
bagus om artikelnya, kerennnn
BalasHapusSouvenir Pernikahan Kediri
http://www.piss-ktb.com/2011/11/666-nikah-hukum-memperbaharui-nikah.html?m=1
BalasHapusMatapp
BalasHapusMatapp
BalasHapus