Berbagai respon
buas bertebaran ketika isu pemindahan makam Rasulullah digulirkan, terutama di
kalangan warga Nahdliyyin di Nusantara. Disusul dengan banyaknya kawan yang
membagikan berita tersebut melalui media sosial, lengkap dengan komentar
masing-masing. Ada yang bilang ini tanda kiamat segera datang, ada lagi yang
mulai menghujat dinasti Bani Saud, melaknat rezim Wahabi, mengaitkannya dengan
kebrutalan ISIS alias DAISH, menghubungkan dengan romantisme sejarah Komite
Hijaz, minta jasad Rasulullah dipindah ke tanah air, bahkan sampai ada yang
menuntut PBNU via presiden RI menyurati pemerintah Arab Saudi.
Pertanyaannya,
apakah berita itu betul-betul valid? Ini bukan tentang membela Saudi atau menjadi
Wahabi, bukan pula tentang mencintai Rasulullah atau tidak. Tapi tentang
objektivitas dalam membaca berita. Saya masih ingat, beberapa waktu lalu juga
ada berita serupa, saat saya masih SMA pun berhembus berita ini. Kita harus
berhati-hati, setidaknya musti ada penelusuran secara teliti dari mana berita
itu berhembus, sehingga tidak terjebak dalam pusaran kelatahan yang selalu saja
terulang. Seperti buih-buih yang mudah diombang-ambing di lautan.
Setiap portal
berita tentu punya sumber masing-masing, setidaknya agar bisa dipercaya pembaca
meskipun entah bagaimana kebenarannya. Jika isu yang dimuat berkaitan dengan
makam Rasulullah yang berada di dua situs suci (al-Haramain), tentu sumber
primer seharusnya adalah pemerintah Arab Saudi atau laporan-laporan jurnalis
Timur Tengah.
Lalu saya coba
telusuri sumber primer yang menjadi kiblat portal-portal berita tersebut, baik
bahasa Indonesia, Inggris, maupun Arab. Semuanya seragam, ternyata sumber utama
berita tersebut adalah The Independent (UK). Jadi, berita yang dimuat
portal surat kabar Inggris ini kemudian dikutip oleh berbagai media lain di
berbagai negara dengan berbagai bahasa.
The Independent
atau Indy adalah koran harian Inggris yang terhitung paling muda di
antara koran lainnya, diterbitkan pertama kali pada 1986 dan mulai mengudara di
dunia maya sejak 2008 dengan alamat www.independent.co.uk.
Dari sumber inilah berita pemindahan makam Rasulullah bermula, tepatnya dari
link berikut ini http://www.independent.co.uk/news/world/middle-east/saudis-risk-new-muslim-division-with-proposal-to-move-mohameds-tomb-9705120.html
Di sana
diberitakan oleh Andrew Johnson bahwa telah terkuak 61 halaman proposal dari
seorang ulama yang entah siapa terhadap pengelola al-Haramain. Dalam proposal
itu diajukan ide pemindahan makam Rasulullah ke komplek pekuburan Baqi. Meski
demikian, belum ada respon dari kerajaan maupun pengelola al-Haramain terhadap
pengajuan tersebut, demikian tulis Johnson.
Satu hal yang
bisa kita simpulkan dari warta Om Johnson ini adalah tiadanya sumber yang
jelas. Dari mana dokumen itu ia dapat, resmi atau ilegal, lalu siapa ulama yang
dimaksud. Atau mungkin ia dapat dari Wikileaks, entahlah. Kalaupun proposal itu
memang ada, toh tak berarti bahwa pemerintah Saudi akan benar-benar memindahkan
makam Rasulullah. Itu hanya usulan yang pasti akan sangat susah dikabulkan
pemerintah Saudi dengan gegabah saat ini. Kecuali jika telah terjadi penaklukan
Hijaz oleh ISIS, misalnya. Sebagaimana di tahun 1920-an dengan aktor keluarga
Bani Saud.
Di portal
berita tersebut, yang kemudian dikutip portal-portal beria lain di seluruh
dunia, disuguhkan pula komentar ahli sehingga tampak meyakinkan. Orang tersebut
adalah Dr. Irfan al-Alawi, direktur Islamic Heritage and Research Foundation
(di Tempo ditulis; Yayasan Penelitian Peninggalan Islam Saudi, weleh, apa iya
Saudi punya lembaga resmi keren seperti itu).
Setahu saya,
beliau memang konsen di bidang sejarah, banyak tulisannya yang mengkritisi
pengabaian pemerintah Saudi terhadap warisan sejarah Islam di Tanah Suci.
Sering saya baca tulisan-tulisan beliau di www.islamicpluralism.org (Centre for
Islamic Pluralism) bersama dengan tulisan para pemikir muslim pluralis dunia
lainnya.
Menanggapi isu
pemindahan makam ini, beliau mengungkapkan bagaimana kebrutalan Wahabi di masa
lalu dan kewaspadaan berlebihan mereka terhadap perilaku para peziarah yang
dianggap syirik. Tapi pernyataan kritis beliau bukan berarti membenarkan berita
bahwa pemerintah Saudi akan memindahkan makam Rasulullah. Memang betul
pemerintah Saudi setiap tahun berupaya membenahi pelayanan mereka terhadap
jamaah haji dengan berbagai upaya, namun pemindahan makam Rasulullah ke Baqi
tak pernah masuk hitungan.
Sebagai
tambahan, kalau ingin membaca beberapa riwayat tentang upaya ‘ngeduk’ makam
Baginda Rasulullah yang semuanya gagal, silakan baca di link ini http://www.saaid.net/mohamed/
Sekali lagi,
ini bukan tentang membela Arab Saudi, Wahabisme atau kekurangcintaan kepada
Baginda Rasulullah. Melainkan tentang bagaimana menjaga kejernihan pikiran agar
tidak keruh oleh simpangsiur berita. Berita pemindahan makam Rasulullah adalah
isu sensitif yang bisa dimanfaatkan oleh siapapun. Saya juga heran, mengapa isu
ini sering muncul sekitar musim haji. Entahlah, silakan analisa sendiri.
Di satu sisi,
kita memang harus tetap memperhatikan artefak-artefak historis sebagai
peninggalan berharga dari masa lalu, sebagaimana dikampanyekan oleh Dr. Irfan
al-Alawi. Namun di sisi lain, kita juga musti objektif dalam mengonsumsi
berita, meski temanya sangat menggiurkan dan ‘sesuai’ dengan kecenderungan
kita.
Saya bukan
jurnalis yang paham bagaimana berita dibuat. Tapi saya punya imajinasi, di era
media sosial yang penuh kelatahan ini, berita sesampah atau sesepele apapun sangat
mudah ditebar. Saya bisa karang satu cerita tentang kucing bernyanyi, di suatu
tempat jam sekian, kutip satu atau dua kalimat ilmuwan, bumbui dengan sepotong
gambar, unggah ke internet dengan judul heboh, lalu gulirkan di media sosial.
Saya jadi teringat
mata kuliah sejarah tentang salah satu faktor munculnya hadits-hadits palsu,
yakni untuk menggelorakan semangat umat untuk beribadah di zaman itu.
Jangan-jangan berita pemindahan makam Rasulullah ini juga sengaja digulirkan.
Untuk apa? Kita bisa saja berburuk sangka dengan menuding orientalis hendak
mengadu domba umat Islam. Namun saya lebih suka berbaik sangka, yakni agar
masyarakat awam di dunia Islam ingat bahwa mereka punya situs-situs sejarah,
baik di negeri seberang maupun di negeri sendiri, yang perlu dijaga, diuri-uri,
dilestarikan, dipelajari nilai sejarahnya, dan diwarisi kewibawaannya, tak
sekedar dikeramatkan. Wallahu A’lam.
Zia Ul Haq, Krapyak
23 Juli 2014
موضوع اكثر من رائع
BalasHapusادعوا لكم بالنجاح و التوفيق ان شاء الله
عبد القادر الجيلاني
The first pillar is the profession of faith: “There is no deity but God, and Muhammad is the messenger of God,” upon which depends membership in the community. The profession of faith must be recited at least once in one’s lifetime, aloud, correctly, and purposively, with an understanding of its meaning and with an assent from the heart. From this fundamental belief are derived beliefs in (1) angels (particularly Gabriel, the Angel of Inspiration), (2) the revealed Book (the Qurʾān and the sacred books of Judaism and Christianity), (3) a series of prophets (among whom figures of Jewish and Christian tradition are particularly eminent, although it is believed that God has sent messengers to every nation), and (4) the Last Day (Day of Judgment).
BalasHapusمقال جميل يسلط الأضواء على حياة الشيخ عبد القادر الجيلاني وتبرز صفاته الكريمة، ويساعد على فهم أعماله وتأثيره في المجتمع
BalasHapus