BIOGRAFI NABI KHIDHIR AS.
Daftar Isi:
2) Kisah Khidhir As. dengan Musa As.
4) Mencari Khidhir As.
5) Hidup dan Wafat Khidhir As.
6) Usia Khidhir As.
7) Doa Khidhir As. (Doa Tolak Bala)
Al-Khiḍhr (Arab: لخضرا, Khaḍhr, Khaḍhir, Khiḍhir) adalah seorang nabi misterius
yang dituturkan oleh Allah Swt. dalam al-Qur'an Surat al-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang Nabi Khidhir As.
yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa As., asal-usul
dan kisah lainnya tentang Nabi Khidhir As. tidak banyak disebutkan.
Dalam buku berjudul “Mystical Dimensions of
Islam”, Annemarie Schimmel menyebutkan bahwa Nabi Khidhir As. dianggap sebagai salah satu nabi dari
empat nabi ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris (Henokh), Ilyas (Elia),
dand Isa (Yesus).[1]
Nabi Khidhir As. abadi karena ia dianggap telah
meminum air kehidupan. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Khidhir
As. adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia.[2]
Nabi Khidhir As. juga diidentifikasikan sebagai St. George.[3] Diantara pendapat awal para cendikiawan Barat,
Rodwell menyatakan bahwa: “Karakter Khidhir
dibentuk dari Yitro.”[4]
Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan
nama dan julukan yang telah disandang oleh Nabi Khidhir As. Beberapa orang
mengatakan Khidhir adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama
julukan.[5]
Nabi Khidhir As. telah disamakan dengan St. George,
dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan Pengembara
abadi.[6] Para cendikiawan telah menganggapnya dan
mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang
misterius dan lain lain.
Al-Khiḍhr secara harfiah berarti “Seseorang
yang Hijau” melambangkan kesegaran jiwa, warna hijau melambangkan kesegaran
akan pengetahuan “berlarut langsung dari sumber kehidupan.”
Dalam situs Encyclopædia Britannica, dikatakan bahwa Nabi Khidhir As.
telah diberikan sebuah nama, yang paling terkenal adalah Balyā bin Malkān.[7]
Nabi Khidhir As. adalah sepupu Dzul Qarnain (Raja Zulkarnain) dari pihak ibu.[8] Menurut Ibnu Abbas, Nabi Khidhir As. adalah seorang anak cucu Nabi Adam As. yang
taat beribadah kepada Allah dan ditangguhkan ajalnya.[9] Ibunya berasal dari Romawi sedangkan
bapaknya keturunan bangsa Parsi.[10]
Kemudian Mahmud al-Alusi menambahkan
bahwa ia tidak membenarkan semua pendapat mengenai riwayat asal-usul Nabi Khidhir
As., tetapi an-Nawawi mengatakan bahwa ia adalah
seorang putra raja.[11]
2) Kisah Khidhir As. dengan Nabi Musa As.
a. Teguran Allah kepada Musa As.
Kisah Nabi Musa As. dan
Nabi Khidhir As. dituturkan oleh al-Qur'an dalam Surat al-Kahfi ayat 65-82. Menurut Ibnu Abbas, Ubay bin Ka'ab menceritakan bahwa beliau mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: “Sesungguhnya pada suatu hari,
Musa berdiri di khalayak Bani Israil lalu beliau ditanya: “Siapakah orang yang
paling berilmu?” Jawab Nabi Musa: “Aku”. Lalu Allah menegur Nabi Musa dengan firmanNya: “Sesungguhnya di sisiKu ada
seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu
daripada kamu.”
Lantas Musa pun bertanya: “Wahai Tuhanku, di manakah aku dapat menemuinya?”
Allah pun berfirman: “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan di dalam sangkar dan sekiranya ikan tersebut hilang, di situlah kamu
akan bertemu dengan hambaKu itu.”
Sesungguhnya teguran Allah itu mencetuskan keinginan
yang kuat dalam diri Nabi Musa As. untuk menemui hamba yang shalih itu. Disamping
itu, Nabi Musa As. juga ingin sekali mempelajari ilmu dari hamba Allah yang
shalih tersebut.
Nabi Musa As. kemudiannya menunaikan
perintah Allah itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat
bersama-sama pembantunya yang juga merupakan murid dan pembantunya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah batu dan
memutuskan untuk beristirahat sejenak karena telah menempuh perjalanan cukup
jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba meronta-ronta dan
selanjutnya terjatuh ke dalam air. Allah Swt. membuatkan aliran air untuk
memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah
menghidupkan semula ikan yang telah mati itu.
Selepas menyaksikan peristiwa yang sungguh menakjubkan
dan luar biasa itu, Yusya' tertidur dan ketika terjaga beliau lupa untuk
menceritakannya kepada Nabi Musa As. Mereka kemudiannya meneruskan lagi
perjalanan siang dan malamnya dan pada keesokan paginya.
“Nabi Musa berkata kepada Yusya`: “Bawalah ke mari
makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (QS.
al-Kahfi ayat 62)
Ibn `Abbas Ra. berkata: “Nabi Musa sebenarnya tidak merasa letih sehingga baginda melewati
tempat yang diperintahkan oleh Allah supaya menemui hambaNya yang lebih berilmu
itu.”
Yusya’ berkata kepada Nabi Musa As.: “Tahukah guru
bahwa ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa
(menceritakan tentang) ikan itu dan tidak lain yang membuat aku lupa untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu kembali masuk kedalam laut itu
dengan cara yang amat aneh.” (QS. al-Kahfi ayat 63)
Nabi Musa As. segera teringat sesuatu, bahwa mereka
sebenarnya sudah menemukan tempat pertemuan dengan hamba Allah yang
sedang dicarinya tersebut. Kini, keduanya berbalik arah untuk kembali ke tempat
tersebut yaitu di batu yang menjadi tempat persinggahan mereka sebelumnya,
tempat bertemunya dua buah lautan.
Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” Lalu
keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. al-Kahfi ayat
64)
Terdapat banyak pendapat tentang tempat pertemuan Nabi
Musa As. dengan Nabi Khidhir As. Ada yang mengatakan bahawa tempat tersebut
adalah pertemuan Laut Romawi dengan Parsia yaitu tempat
bertemunya Laut Merah dengan Samudra Hindia. Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan tersebut
terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik. Disamping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan
tersebut terletak di sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk Aqabah di Laut Merah.
b. Persyaratan belajar
Setibanya mereka di tempat yang dituju, mereka melihat
seorang hamba Allah yang berjubah putih bersih. Nabi Musa As. pun mengucapkan
salam kepadanya. Nabi Khidhir As. menjawab salamnya dan bertanya: “Dari mana datangnya kesejahteraan di bumi yang tidak mempunyai kesejahteraan. Siapakah kamu?”
Jawab Nabi Musa As.: “Aku adalah Musa.”
Nabi Musa As. menjawab: “Ya. Aku datang menemui tuan supaya tuan dapat mengajarkan sebagian ilmu
dan kebijaksanaan yang telah diajarkan kepada tuan.”
Nabi Khidhir As. menegaskan: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar
bersama-samaku.” (QS. al-Kahfi ayat 67). “Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebagian daripada
karunia Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan kepadamu wahai
Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata: “Insya Allah tuan akan mendapati
diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan dalam
sesuatu urusan pun.” (QS. al-Kahfi ayat 69).
Dia (Khidhir) selanjutnya mengingatkan: “Jika kamu
mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun
sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (QS. al-Kahfi ayat
70).
c. Perjalanan Khidr As. dan Musa As.
Demikianlah seterusnya Musa mengikuti Khidhir dan
terjadilah beberapa peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahwa ia
tidak akan bertanya tentang sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Khidhir As. Setiap
tindakan Nabi Khidhir As. itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa As. terperanjat.
Kejadian yang pertama adalah saat Nabi Khidhir As. menghancurkan perahu yang
ditumpangi bersama. Nabi Musa As. tidak kuasa untuk menahan hatinya untuk
bertanya kepada Nabi Khidhir As. Nabi Khidhir As. memperingatkan janji Nabi
Musa As., dan akhirnya Nabi Musa As. meminta maaf karena kelancangannya
mengingkari janjinya untuk tidak bertanya terhadap setiap tindakan Nabi Khidhir
As.
Selanjutnya setelah mereka sampai di suatu daratan,
Nabi Khidhir As. membunuh seorang anak yang sedang bermain dengan kawan-kawannnya.
Peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Nabi Khidhir As. tersebut membuat Nabi
Musa As. tak kuasa untuk menanyakan hal tersebut kepada Nabi Khidhir As. Nabi
Khidhir As. kembali mengingatkan janji Nabi Musa As., dan beliau diberi
kesempatan terakhir untuk tidak bertanya-tanya terhadap segala sesuatu yang
dilakukan oleh Nabi Khidhir As., jika masih bertanya lagi maka Nabi Musa As. harus
rela untuk tidak mengikuti perjalanan bersama Nabi Khidhir As.
Selanjutnya mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai
di suatu wilayah perumahan. Mereka kelelahan dan hendak meminta bantuan kepada
penduduk sekitar. Namun sikap penduduk sekitar tidak bersahabat dan tidak mau
menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa As. merasa kesal terhadap
penduduk itu. Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi Khidhir As. malah
menyuruh Nabi Musa As. untuk bersama-sama memperbaiki tembok rumah yang rusak
di daerah tersebut. Nabi Musa As. tidak kuasa kembali untuk bertanya terhadap
sikap Nabi Khidhir As. ini yang membantu memperbaiki tembok rumah setelah
penduduk mendzalimi mereka. Akhirnya Nabi Khidhir As. menegaskan pada Nabi Musa
As. bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa As. untuk menjadi muridnya dan
Nabi Musa As. tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan perjalannya bersama
dengan Nabi Khidhir As.
Selanjutnya Nabi Khidhir As. menjelaskan mengapa
beliau melakukan hal-hal yang membuat Nabi Musa As. bertanya. Kejadian pertama
adalah Nabi Khidhir As. menghancurkan perahu yang mereka tumpangi karena perahu
itu dimiliki oleh seorang yang miskin dan di daerah itu tinggallah seorang raja
yang suka merampas perahu miliki rakyatnya.
Kejadian yang kedua, Nabi Khidhir As. menjelaskan
bahwa beliau membunuh seorang anak karena kedua orang tuanya adalah pasangan
yang beriman dan jika anak ini menjadi dewasa dapat mendorong bapak dan ibunya
menjadi orang yang sesat dan kufur. Kematian anak ini digantikan dengan anak
yang shalih dan
lebih mengasihi kedua bapak-ibunya hingga ke anak cucunya.
Kejadian yang ketiga, Nabi Khidhir As. menjelaskan
bahwa tembok rumah yang diperbaiki itu adalah milik dua orang kakak beradik yatim yang
tinggal di kota tersebut. Di dalam rumah tersebut tersimpan harta karun yang
ditujukan untuk mereka berdua. Ayah kedua kakak beradik ini telah meninggal dunia
dan merupakan seorang yang shalih. Jika tembok rumah tersebut runtuh, maka bisa
dipastikan bahwa harta yang tersimpan tersebut akan ditemukan oleh orang-orang
di kota itu yang sebagian besar masih menyembah berhala, sedangkan kedua kakak beradik tersebut masih cukup
kecil untuk dapat mengelola peninggalan harta ayahnya. Dipercaya tempat
tersebut berada di negeri Antakya, Turki.
Akhirnya Nabi Musa As. sadar hikmah dari setiap
perbuatan yang telah dikerjakan Nabi Khidhir As. Akhirya mengerti pula Nabi
Musa As. dan merasa amat bersyukur karena telah dipertemukan oleh Allah Swt. dengan
seorang hamba Allah yang shalih yang dapat mengajarkan kepadanya ilmu yang
tidak dapat dituntut atau dipelajari yaitu ilmu ladunni. Ilmu ini
diberikan oleh Allah Swt. kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Nabi Khidhir As.
yang bertindak sebagai seorang guru banyak
memberikan nasihat dan menyampaikan ilmu seperti
yang diminta oleh Nabi Musa As. dan Nabi Musa As. menerima nasihat tersebut
dengan penuh rasa gembira.
Saat mereka di dalam perahu yang ditumpangi, datanglah
seekor burung lalu hinggap di ujung perahu itu. Burung itu
meneguk air dengan paruhnya, lalu Nabi Khidhir As. berkata: “Ilmuku dan ilmumu tidak berbanding dengan
ilmu Allah, Ilmu Allah tidak akan pernah berkurang seperti air laut ini karena
diteguk sedikit airnya oleh burung ini.”
Sebelum berpisah, Nabi Khidhir As. berpesan kepada
Nabi Musa As.: “Jadilah kamu seorang yang
tersenyum dan bukannya orang yang tertawa. Teruskanlah berdakwah dan janganlah
berjalan tanpa tujuan. Janganlah pula apabila kamu melakukan kekhilafan,
berputus asa dengan kekhilafan yang telah dilakukan itu. Menangislah disebabkan
kekhilafan yang kamu lakukan, wahai Ibnu `Imran.”
3) Hikmah kisah Khidhir As.
Dari kisah Nabi Khidhir As. ini kita
dapat mengambil pelajaran penting. Diantaranya adalah Ilmu merupakan karunia
Allah Swt., tidak ada seorang manusia pun yang boleh mengklaim bahwa dirinya
lebih berilmu dibanding yang lainnya. Hal ini dikarenakan ada ilmu yang
merupakan anugerah dari Allah Swt. yang diberikan kepada seseorang tanpa harus
mempelajarinya (ilmu ladunni, yaitu
ilmu yang dikhususkan bagi hamba-hamba Allah yang shalih dan terpilih).
Hikmah yang kedua adalah kita perlu
bersabar dan tidak terburu-buru untuk mendapatkan kebijaksanaan dari setiap
peristiwa yang dialami.
Hikmah ketiga adalah setiap murid
harus memelihara adab dengan gurunya. Setiap murid harus bersedia mendengar
penjelasan seorang guru dari awal hingga akhir sebelum nantinya dapat bertindak
di luar perintah dari guru. Kisah Nabi Khidhir As. ini juga menunjukkan bahwa Islam memberikan
kedudukan yang sangat istimewa kepada guru.
4)
Mencari Khidhir As.
Kedatangan dan pertemuan
dengan Nabi Khidhir As. memang tidak bisa dijadwalkan. Ia datang tak diundang,
pergi pun sesuka hatinya. Dia hadir jika ada yang membutuhkan dengan niat tulus
dan terkadang kedatangannya untuk menyadarkan orang yang didatangi.
Seperti yang dialami
oleh raja besar di Balkha. Raja ini merupakan raja yang kaya raya juga banyak
pengawalnya. Suatu malam sang raja dikejutkan oleh suara di atas atap rumah.
Ketika ditanya orang yang berada di atas itu menjawab bahwa dia sedang mencari
untanya yang hilang. Seketika sang raja mengatakan aneh, sebab mencari unta di
atas atap. Tetapi laki-laki itu malah menjawab kelakuan sang raja lebih aneh
lagi sebab mencari ridha Allah kok berbalut dengan kemewahan.
Begitu pula saat sang
raja mengadakan sidang bersama para punggawanya, tiba-tiba datang seorang
laki-laki tanpa permisi. Ketika ditanya apa keperluannya, sang laki-laki itu
mengatakan bahwa istana ini hanya peristirahatan para kafilah. Tentu saja sang
raja marah sebab istana disebut sebagai tempat peristirahatan.
“Ini bukan persinggahan para kafilah yang kelelahan.
Ini adalah istanaku”, bentak sang raja merasa terhina.
“Istanamu? Sebelum engkau, siapa yang menempatinya?”
“Bapakku”
“Sebelum
bapakmu, siapa yang punya?”
“Kakekku”
“Sebelum
kakekmu?”
“Bapak dari
kakekku.”
“Sekarang
mereka berada di mana?”
“Mereka sudah
meninggal dunia”
“Berarti tepat
dan benar tempat ini adalah persinggahan sementara saja. Nanti sebentar lagi
engkau juga akan meninggalkannya.”
Kemudian orang itu
hilang. Ternyata orang itu tidak lain adalah Nabi Khidhir As. yang datang
memberi nasehat agar menyadarkan bahwa kehidupan dunia itu fana belaka, bukan
tujuan utama setiap manusia beriman.
Nabi Khidhir As. bak
harta karun terpendam yang banyak diburu oleh banyak orang dengan berbagai
macam keperluan dan keinginan. Seperti yang dialami oleh tiga bersaudara (Ubai,
Ammar dan Khafid) ketiganya merupakan dari keluarga miskin. Tekad mereka adalah
ingin bertemu dengan Nabi Khidhir As., tujuannya tidak lain meminta Nabi Khidhir
As. mendoakan agar mereka dapat hidup layak.
Ketiganya mendatangi
Masjidil Haram, sebab pada hari “Haji Akbar” Nabi Khidhir As. berada di sana.
Setiap orang dijabattangani, menurut keyakinan jempolnya Nabi Khidhir As. itu
empuk seperti kapas.
Setelah ketemu dengan
Nabi Khidhir As. mereka bertiga menyampaikan tujuannya masing-masing. Ubai meminta
didoakan supaya menjadi orang kaya, Ammar menjadi seorang raja sedangkan Khafid
agar menjadi orang alim. Nabi Khidhir As. pun berkenan mendoakan setelah mereka
dijanji supaya tidak lupa dengan kewajibannya jika kelak mereka berhasil
cita-citanya.
Bertiganya berhasil
sesuai harapan awalnya. Ubai menjadi kaya, Ammar menjadi seorang raja, dan Khafid
menjadi orang alim yang mempunyai banyak santri.
Namun, Ubai menjadi
sombong dan congkak terhadap orang-orang miskin. Ammar pun menjadi raja yang
sewenang-wenang. Maka Nabi Khidhir As. perlu menyadarkan keduannya, tetapi
kedatangannya malah disia-siakan oleh keduanya. Berkat doa’a Nabi Khidhir As. keduanya
kembali ke kehidupan semula: menjadi miskin dan sengsara. Hanya Khafid yang
lurus dengan janjinya.
Cerita Nabi Khidhir As. ini
menjadi bahan renungan sekaligus tamparan kepada kita di realita kehidupan.
Sosok wali, orang yang berkaromah terkadang hanya dimanfaatkan oleh kepentingan
duniawi. Doanya hanya dimanfaatkan untuk meraih sesuatu yang sementara dan
fana.
Merangkak-rangkak kita
meminta didoakan supaya terkabul segala hajat namun setelah berhasil kita lupa
dengan janji semuanya. Inilah realita bagaimana agama, wali, bahkan ayat-ayat al-Qur’an
terkadang hanya dimanfaatkan hanya untuk memburu kemewahan dunia. Padahal
kehadirannya (agama, wali, nabi dan kitab suci) tidak lain sebagai pembawa
kabar gembira sekalipun peringatan (basyiiran wa nadziiran). [12]
5)
Hidup dan Wafat Khidhir
As.
Memang benar,
bahwa Nabi Khidhir As. adalah
seorang nabi dan masih hidup sampai sekarang. Hal
ini terbukti dari salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Abbas
menjelaskan bahwa Nabi Khidhir As. dan
Nabi Ilyas punya agenda khusus setiap tahun sampai kelak datangnya hari kiamat.
Ada empat nabi yang masih hidup sampai sekarang; dua berada di bumi yaitu Nabi Khidhir As. dan Nabi Ilyas
As., dan dua lagi berada di langit yaitu Nabi Isa As. dan Nabi Idris As. [13]
Kalau sampai
saat ini Nabi Khidhir As. dinyatakan masih hidup, kapankah beliau akan
meninggal dunia? Menurut keterangan dari Imam al-Yafi’i menyebutkan
bahwa Nabi Khidhir As. meminta kepada Allah agar dijemput ajalnya setelah
al-Quran telah sirna di dunia ini. [14]
6) Usia Khidhir As.
Adapun terkait dengan usia panjang Nabi Khidhir As. Imam ash-Shadiq Ra. mengatakan: “Adapun hamba Allah yang shaleh, Khidhir, Allah Swt. telah
memanjangkan usianya bukan untuk risalahnya dan juga bukan untuk kitab yang
diturunkan kepadanya atau dengan perantaranya dan syariatnya, kemudian
menganulir (nasakh) syariat
para nabi sebelumnya. Juga bukan karena imamah yang mengharuskan para hambaNya
mengikutinya, juga bukan karena ketaatan yang diwajibkan Tuhan bagi para hamba
kepadanya. Melainkan Allah Swt. Maha Pencipta, menghendaki usia Imam Qaim (Imam
Mahdi) menjadi sangat panjang pada masa ghaibatnya dan mengetahui bahwa para
hambaNya akan mempersoalkan dan mengkritisi usianya. Atas dasar itu, Allah Swt.
memanjangkan usia hamba shalihNya (Khidhir) sehingga dengan usianya yang
panjang itu dapat dijadikan sebagai bahan argumentasi dan diserupakan usia Imam
Mahdi. Dengan demikian, kritikan dan objeksi para musuh dan orang-orang
yang berpikir jahat dapat digugurkan.” [15]
7)
Doa
Khidhir As. (Doa Tolak Bala)
بِسْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
دُ عَاء الفرَج لِسَيِّدِنَا الخِضِرْ عَلَيْهِ
السَّلاَم
اَللَّهُمَّ كَمَا لَطَفْتَ فِى عَظَمَتِكَ دُونَ الَلُّطَفَاءِ
وَعَلوْتَ بِعَظَمَتِكَ عَلَى الْعُظَمَاءِ، وَعَلِمْتَ مَاتَحْتَ أَرضِكَ
كَعِلْمِكَ بِمَا فَوْقَ عَرْشِكَ، وَكَانَت وَسَاوسُ الصُّدُورِ كَاْلعَلاَ
نِيَّة عِنْدَكَ ، وَعَلاَ نَّيِةُ اْلقَوْلِ كَالسِّر فِى عِلْمِكَ، وَانْقَادَ
كُلُّ شَىْءٍ لِعَظَمَتِكَ، وَخَضَعَ كُلُّ ذِى سُلْطَانٍ لسُلْطَا نِكَ ، وَصَارَ
أَمْرُ الدُّ نْيَا والاَخِرَةِ كُلُّه بِيَدِكَ. اِجْعَلْ لِى مِنْ كُلِ هَمٍ
أَصْبَحْتُ أَوْ أَمْسَيْتُ فِيهِ فَرَجاً وَمَخرَ جاً. اللَّهُمَّ إِنَّ عَفَوَكَ
عَنْ ذُنُوبِى، وَتَجَاوزَكَ عَنْ خَطِيئتىِ،
وَسِتْرِكَ عَلَى قَبِيحِ عَمَلِى، أَطْمَعي أَنْ أَسْأ لَكَ مَالاَ أَسْتَوْ
جِبُهُ مِنْكَ مِمَّا قَصَّرْتُ فِيهِ، أَدْعُوكَ اَمِنَاً وَأَسْأَ لُكَ مُسْتَأ
نِسَاً. وَإِنَّكَ الْمُحْسِنُ إِليَّ، وَأَنَا الْمُسِئُ إلَى نَفْسِي فِيمَا
بَيْنِي وَبَيْنَكَ، تَتَوَدَدُ إِليَّ بِنِعْمَتِكَ وَأَتَبَغَّضُ إلَيْكَ
بِالْمَعَاصِيِ وَلَكِنَّ الثَّقَةُ بِكَ حَمَلَتْنِي علَى الْجرَاءَةِ عَلَيْكَ فَعُدْ
بِفَضْلِكَ وَإحْسِانِكَ عَلَي إِنَّكَ أَنْتَ التَّوابُ الَّرَحِيمُ وَصَلى الله
ُعَلَى سَيِدِنَا مُحَمَّدٍ وَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلمْ.
Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma
Sholli ‘ala Sayyidina Muhammadin wa alihi washahbihi wasallam. Allahumma kama
lathafta fii a’dzamatika dunalluthafaa-i, wa ‘alauta bi a’dzamatika ‘alal ’udzamaa-i, wa ‘alimta ma tahta ardhika ka’ilmika bima
fauqa ‘arsyika, wakanat wasawisushshuduri
kal’alaniyyati ‘indaka wa ‘ala niyyatil qauli kassirri fi ‘ilmika wanqada kullu
syai-in li ‘adzamatika wa khadha’a kullu dzi sulthanin li sulthanika. Washaara
amruddunya wal akhirati kulluhu biyadika. Ij’al lii min kulli hammin ashbahtu au amsaitu
fiihi farajan wa makhrajan. Allahumma inni ‘afawaka ‘an dzunubiy wa
tajaawazaka ‘an khathi-athiy, wasitraka ‘ala qabihi
a’maliy athmi’niy an as-aluka ma la astaujibuhu
minka mimma qashshartu fihi. Ad’uka aminan wa as’aluka musta’nisan. Wa innakal
muhsinu ilayya wa-analmusi’i ila nafsiy fima bainiy wa bainaka tatawaddadu
ilayya bini’matika wa atabaghghadhu ilaika bilma’ashiy. Walakinnatstsaqaha bika
hamalatniy ‘alal khara’ati ‘alaika fa’ud bifadhlika wa ihsanika ‘alayya
innaka antattawaburrahiim. Washalallahu ‘ala Sayyidina Muhammadin wa alihi wa
shahbihi wasallam.
“Wahai Allah, sebagaimana Engkau telah
berlemah-lembut dalam KeagunganMu melebihi segenap kelembutan. Dan Engkau Maha
Luhur dan KeagunganMu melebihi semua Keagungan. Dan Engkau Maha Mengetahui
terhadap apa apa yang terjadi di bumi sebagaimana Engkau Maha Mengetahui apa-apa
yang terjadi di ‘ArsyMu. Dan semua yang telah terpendam merisaukan hati adalah
jelas terlihat di hadapanMu. Dan segala yang terang-terangan diucapkan adalah rahasia
yang terpendam dalam PengetahuanMu. Dan patuhlah segala sesuatu pada
KeagunganMu. Dan tunduk segala penguasa di bawah KekuasaanMu. Maka jadilah
segenap permasalahan dunia dan akhirat dalam GenggamanMu. Maka jadikanlah
segala permasalahanku dan kesulitanku segera terselesaikan dan termudahkan pada
pagiku atau soreku ini. Wahai Allah kumohon maafMu atas dosa-dosaku. Dan
kumohon pengampunanMu atas kesalahan-kesalahanku. Dan kumohon tabir penutupMu
dari keburukan amal-amalku. Berilah aku dan puaskan aku dari permohonanku yang
sebenarnya tidak pantas diberikan padaKu karena kehinaanku. Kumohon padaMu
keamanan dan kumohon padaMu kedamaian bersamaMu. Sungguh selalu berbuat baik
padaku, sedangkan aku selalu berbuat buruk terhadap diriku atas hubunganku
denganMu. Kau ulurkan cinta kasih sayang lembutMu padaku dengan kenikmatan-kenikmatanMu,
sedangkan aku selalu memancing kemurkaanMu dengan perbuatan dosa. Namun kuatnya
kepercayaanku padaMu membawaku untuk memberanikan diri lancang memohon padaMu.
Maka kembalikanlah dengan AnugerahMu dan KebaikanMu padaku. Sungguh Engkau Maha
Menerima hamba-hamba yang menyesal dan Engkau Maha Berkasih Sayang. Dan
shalawat serta salam atas Sayyidina Muhammad serta keluarga dan limpahan salam.” [17]
8) Catatan kaki
1. Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam, (Chapel
Hill: University of North Carolina Press. 1975), 202.
2. “Muslim version of Elijah” George K. Anderson. The Legend of the Wandering Jew
(Providence: Brown University Press. 1965), 409; Exhaustive material on Khidr’s
resemblance with Elijah is presented in Friedlaenders “Khidr” in the
Encyclopedia of Religion and Ethics (New York: Charles Scribner’s Sons, 1915), 693-95.
3. Peter L. Wilson, “The Green Man: The Trickster Figure in
Sufism”, in Gnosis Magazine 1991, 23.
4. On Rodwell, see W.M. Thackston Jr. The Tales of the Prophets of al-Kisai (Boston:
Twayne Publishers, 1978), xxiv.
5. Alexander H. Krappe. The Science of Folklore (New York:
Barnes and Noble Inc., 1930), 103.
6. However, he refers to the Wandering
Jew as Ahasver. See Haim Schwarzbaum. Biblical and Extra-Biblical Legends, 17.
9. Kitab al-Ifrad karya Imam ad-Daruquthniy dan
Ibnu ‘Asakir riwayat Ibnu Abbas.
10. Fath al-Bari juz 6 halaman 310, al-Bidayah
wa an-Nihayah juz 1 halaman 326, Ruh al-Ma'ani juz 17
halaman 319.
11. Mahmud al-Alusi berkata: “Aku tidak membenarkan semua sumber yang menyatakan
tentang riwayat asal-usul Khidhir. Tetapi an-Nawawi menyebutkan bahwa Khidhir
adalah putera raja”. Fath al-Bari
juz 6 halaman 390.
12. Haji
Lalu Ibrohim M.T, “Mereka
Memanggilku Khidir”, terbitan Pustaka Pesantren Yogyakarta tahun
2012.
13. Lihat dalam kitab al-Fatawi
al-Haditsiyah halaman 180 dan 307.
14. Lihat dalam kitab al-Fatawi al-Haditsiyah halaman 322.
15. Lihat dalam kitab Kamâl ad-Din jilid
3 halaman 357 dan dalam Bihâr al-Anwâr jilid 51 halaman 222.
17. Ijazah al-Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa
Pemimpin Majelis Rasulullah Saw. Jakarta.
Wallahu al-Musta’an
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 14 Februari
2013
0 komentar:
Posting Komentar