Sayyid Arif Abdurrahim Basyaiban
Cerita
napak tilas Sayyid Arif Abdurrahim tidak akan lepas dari sang kakak Sayyid Sulaiman bin Abdurrahman Basyaiban, yang
makamnya berada di Mojoagung Jombang Jawa Timur.
Perjuangan
keduanya dalam membabat kawasan pesisir Pulau Jawa, menjadi daerah yang kental
dengan nilai-nilai religius menorehkan masa keemasan.
Sekitar
pertengahan abad ke-16 Masehi adalah gencar-gencarnya orang-orang Arab
berimigrasi ke tanah Jawa melalui jalur laut. Dan salah satu dari mereka adalah
Sayyid Sulaiman Basyaiban.
Basyaiban
adalah gelar warga habib keturunan Sayyid
Abu Bakar Syaiban, seorang ulama terkemuka di Tarim, Hadhramaut yang terkenal
alim dan sakti.
Dan
ayahanda Sayyid Sulaiman dan Sayyid Arif yang bernama Sayyid Abdurrahman masih tergolong
cicit dari Sayyid Abu Bakar Ba
Syaiban. Ia putra sulung Sayyid
Umar bin Muhammad bin Abu Bakar Ba Syaiban. Lahir pada abad ke-16 M di Tarim,
Yaman bagian selatan sebuah perkampungan sejuk yang terkenal sebagai gudang
para wali dan auliya’ Allah.
Ketika
dewasa ia merantau ke Nusantara, tepatnya di Pulau Jawa. Sayyid Abdurrahman memilih tempat
tinggal di Cirebon, Jawa Barat.
Beberapa
waktu kemudian ia mempersunting putri Maulana Sultan Hasanuddin, Demak, bernama
Syarifah Khadijah. Seorang putri bangsawan yang masih keturunan Rasulullah dan
masih cucu Raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Buah
dari pernikahan mereka dikaruniai tiga putra, yakni Sayyid Sulaiman, Sayyid
Abdurrahim (Sayyid Arif), dan Sayyid Abdul Karim. Ketiganya mewarisi
keturunan leluhurnya dalam hal berdakwah menyebarkan ajaran Islam di Jawa.
Tempat
syiar pertama mereka adalah Krapyak, Pekalongan, Jawa Tengah. Lalu berkelana ke
Solo, di sini mereka terkenal kesaktiannya. Hingga suatu ketika seorang Ratu
Mataram Solo merasa iri. Di kota inilah mereka berpisah, Sayyid Sulaiman memilih pergi ke
Surabaya tepatnya di Ampel Denta, sedangkan sang adik memilih untuk menetap.
Sayyid Sulaiman kemudian berguru pada
santri-santri Raden Rahmat (Sunan Ampel). Tak berselang lama, kabar keberadaan Sayyid Sulaiman akhirnya sampai ke
telinga Ratu Mataram. Lalu sang ratu mengirim utusan ke Surabaya untuk
memanggilnya. Salah satu utusan adalah Sayyid
Abdurrahim (Sayyid Arif), adik
kandungnya sendiri.
Sesampainya
di Ampel, Sayyid Arif sangat
terharu bertemu kembali dengan kakak tercinta. Dan akhirnya ia memutuskan untuk
tidak kembali ke Mataram, dan memilih belajar kepada santri-santri Sunan Ampel
bersama Sayyid Sulaiman.
Setelah
nyantri di Ampel, kakak beradik ini pergi ke Pasuruan untuk nyantri kepada Mbah Sholeh Semendi di Desa Segoropuro, seorang ulama
besar asal Banten, Jawa Barat, yang menyebarkan Islam di Pasuruan pada abad
ke-17.
Lepas
dari itu Sayyid Sulaiman memilih
tinggal di Kanigoro, Pasuruan. Hingga akhirnya mendapat julukan Pangeran
Kanigoro dan sempat pula menjadi penasehat Untung Surapati, seorang tokoh
terkemuka Pasuruan dan tercatat sebagai pahlawan yang berjasa mengusir penjajah
Belanda dari Nusantara.
Melihat
kecerdikan dari keduanya, membuat Mbah Soleh tertarik untuk menjadikan menantu
keduanya. Namun, Sayyid Sulaiman
diminta untuk kembali ke Cirebon oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Karena kala itu
terjadi pertempuran sengit antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya
sendiri Sultan Haji, tepatnya pada 1681-1683. Sedangkan Sayyid Arif diminta Mbah Soleh untuk tetap di Pasuruan membantu
penyebaran Islam.
Dari sinilah mulai terbentuk beberapa sentra
besar penyebaran Islam. Seperti berdirinya Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan,
Pondok Pesantren Sidoresmo Surabaya dan Pondok Pesantren Syaikhona Kholil
Bangkalan Madura. Kini pesantren-pesantren itu masih ada, di bawah pengelolaan
yang masih satu garis keturunan dari Sayyid
Sulaiman dan Sayid Arif. Untuk terus menjaga kemilau fajar penyebaran Islam
yang telah dirintis mereka berdua.
0 komentar:
Posting Komentar