KH
Kholilurrahman cicit Syaikhona Kholil Bangkalan Madura
Siapa yang tak kenal KH Kholilurrahman. Ra Lilur
demikian biasa dipanggil, merupakan ulama yang sering didatangi orang penting
negeri ini. Tak itu saja, warga biasa pun sering minta barokah hanya urusan
sehari-hari, mulai dari urusan minta hari untuk pernikahan sampai minta obat
alternarif, pilkades.
Ra Lilur, demikian masyarakat menyebut kiai ini. Nama
lengkapnya KH. Kholilurrahman. Kalau dirunut nasabnya ke atas, ia adalah cicit
ulama besar Indonesia, KH Kholil Bin Abd Latief, atau Syaikhona Kholil Bangkalan,
atau Mbah Kholil.
Bergelar Syaikhona, karena KH Kholil merupakan guru mayoritas ulama Indonesia.
Bergelar Syaikhona, karena KH Kholil merupakan guru mayoritas ulama Indonesia.
Masyarakat Madura menilia Ra Lilur dalam maqom jadab.
Dalam terminologi sufi (tassawuf), jadab merupakan suatu tahapan untuk mencapai
tingkat karamah (keistimewaan) yang biasanya disebut wali.
Namun sebagian masyarakat menilai Ra Lilur adalah
sudah mencapai tingkat wali. Mana yang benar? wallahu a'lam. Yang pasti, kiai ini memang luar biasa.
Penampilannya yang sangat bersahaja - bahkan jauh di bawah kehidupan normal -
membuat hati orang yang melihatnya bergetar. Wajahnya memang memancarkan Nur
Ilahi. Ia bagai magnet kehidupan sehingga membuat orang lupa segala gemerlap
duniawi. Duh, Gusti, inikah ulama sebenarnya?
Ya, ia zuhud, tak perduli gemerlap duniawi dan tanpa
pamrih. Hidupnya hanya untuk Allah, berkelana dari satu tempat ke tempat lain.
Orang yang tak paham bisa jadi mengira ia gila.
Maklum, penampilannya apa adanya. Apalagi perilakunya cenderung aneh. Ia kadang
hidup di tengah laut, merendam diri sampai berhari-hari. Namun justru sikapnya
inilah yang kemudian mengingatkan orang pada Nabi Khidlir.
Ia seolah mengasingkan dari hiruk pikuk kehidupan yang
kian renta, tanpa nurani. Dari tengah-tengah arus gelombang laut itu ia membaca
tanda-tanda kehidupan. Apa yang akan terjadi terhadap negeri ini.
"Tamunya
beragam, tapi jangan kaget kalau tak kesokan (tidak mau,red), beliau tak mau
menemuinya," tegas KH
Badrus Sholeh, salah seorang ulama Bangkalan bercerita soal kenyelenehan cicit
ulama Bangkalan, KH Syaikhona Mohammad Kholil bin Abdul Latif ini.
Menurut pengakuannya, tak sedikit pejabat penting, mulai regional, Jatim bahkan nasional berusaha menemui kiai yang berpenampilan nyeleneh ini. "Bahkan Pak Imam sebelum pilgub 2003 lalu sowan ke kiai," tegas wakil ketua PCNU Bangkalan ini.
Menurut pengakuannya, tak sedikit pejabat penting, mulai regional, Jatim bahkan nasional berusaha menemui kiai yang berpenampilan nyeleneh ini. "Bahkan Pak Imam sebelum pilgub 2003 lalu sowan ke kiai," tegas wakil ketua PCNU Bangkalan ini.
Pengasuh Ponpes Wali Songo, Kwanyar Bangkalan ini
melanjutkan ceritanya soal tamu-tamu penting Ra Lilur. Belakangan, orang
kepercayaan Abu Rizal Bakri, bos PT Lapindo berusaha sowan ke La Lilur.
Keinginan kuat bos itu bisa ditebak, yakni minta saran
agar semburan lumpur yang sangat meresahkan itu bisa dihentikan.
"Namun
kiai tak kesokan (tak berhasrat) tamu utusan bos Lapindo itu,"tambahnya.
Kalangan warga biasa tak sedikit ingin sowan ke La Lilur. Mulai urusan mencari rezeki, jodoh sampai ingin agar penyakitnya sembuh.
Kalangan warga biasa tak sedikit ingin sowan ke La Lilur. Mulai urusan mencari rezeki, jodoh sampai ingin agar penyakitnya sembuh.
Ada pengalaman menarik, salah seorang warga pernah
sakit tak komplikasi penyakit dalam stadium akut.
Bahkan sang pasien sudah hampir satu bulan opname di
salah satu rumah sakit swasta di Surabaya. Karena terapi penyembuhan kedokteran
tak ada perkembangan mengembirakan. Salah seorang anggota keluarga pasien
memutuskan untuk minta barokah La Lilur. "Kiai
memberikan obat maaq dan obat puyer sakit kepala, setelah diminum Alhamdulillah
sembuh," tegas Salim, saudara si pasien menjelaskan.
Ia memang benar-benar misterius. Ia tak menghiraukan
pakaian, apalagi harta benda. Ia tak peduli penilaian orang tentang dirinya.
Hidupnya hanya untuk Allah, Allah, Allah...
Ia juga jarang -untuk tak mengatakan tak pernah-
bergaul dengan orang seperti umumnya ulama masa kini. Ia juga jarang disorot
TV, apalagi berebut memberi komentar di koran seperti umumnya "ulama
milenium."
Namun begitu ia muncul di tengah keramaian orang,
suaranya adalah "sabda." Apa yang diucapkan sering terjadi. Karena
itu ia lantas berpesan agar hati-hati.
Namun tak jarang ia bertindak tanpa bicara. Pernah
suatu ketika ia tiba-tiba membakar bangunan pondok pesantren yang diasuh KH.
Abdullah Schaal Bangkalan Madura. Pesantren yang lokasinya berdekatan dengan
masjid Jami' dan alun-alun kota Bangkalan itu pun hangus dilalap api.
Anehnya, Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat
berpengaruh di Bangkalan itu diam saja. Ia tak bereaksi, apalagi marah. Kenapa?
Perilaku Ra Lilur memang mirip Nabi Khidlir. Selain
suka bertempat di kawasan berair juga isyaratnya selalu kontroversial. Nabi
Khidlir pernah menumpang kapal bersama Nabi Musa. Tiba-tiba ia mengkampak dan
membocori kapal yang ia tumpangi. Karuan saja Nabi Musa menegur dan marah.
Sudah menumpang kapal secara gratis, kok masih bikin ulah melubangi kapal. Apalagi
kapal itu sangat bagus.
Namun kemudian Nabi Musa mengerti isyarat Nabi Khidlir
yang aneh itu. Ternyata itu dilakukan Nabi Khidlir justru menyelamatkan kapal
tersebut. Karena dalam pelayaran selanjutnya ada beberapa aparat raja dzalim
yang merampas kapal yang ditumpangi Nabi Musa dan Khidlir sudah berlubang,
meski masih bagus, akhirnya lolos, tak dirampas.
Tampak apa yang dilakukan Ra Lilur itu juga ada kemiripan dengan perilaku aneh Nabi Khidlir.
Tampak apa yang dilakukan Ra Lilur itu juga ada kemiripan dengan perilaku aneh Nabi Khidlir.
Buktinya, setelah ia membakar pesantren itu kemudian
terjadi peristiwa naas yang menimpa bangsa ini. "Banyak terjadi aksi pembakaran di mana-mana," kata KH.
Imam Buchori, ketua PCNU Bangkalan yang juga keponakan Ra Lilur. Aksi anarki
pembakaran ini terjadi mengiringi konflik politik yang terus berkepanjangan di
negeri ini. Misalnya pembakaran pertokoan, kantor-kantor partai politik, dan
banyak lagi. Isyarat Ra Lilur itu kian kongkrit ketika terjadi pembakaran yang
dilakukan orang-orang Dayak terhadap gubuk-gubuk orang Madura yang mengungsi
dari Sampit dan Sambas.
Tak jelas, apa karena Kiai Abdullah Schaal yang
dikenal sangat berpengaruh di Bangkalan itu paham terhadap keistimewaan Ra
Lilur sehingga ia lalu diam saja, meski pondoknya dibakar Ra Lilur. Yang pasti,
setelah gubuk santri di pesantrennya dibakar, pesantren Kiai Abdullah Schaal
semakin maju pesat. Bilik-bilik santri yang semula berupa gubuk-gubuk kini
dibangun mentereng. Bahkan pesantren putri yang menyatu dengan tempat istirahat
Kiai Schaal persis hotel. Bangunannya megah dan menjulang tinggi, penuh
tingkat. Siapa pun yang tak pernah ke Madura akan mengira bangunan itu hotel,
karena memang didesain cukup artistik.
Kiai Abdullah Schal sendiri tampak sangat hormat
terhadap Ra Lilur. Maklum Ra Lilur cenderung misterius dan kontroversial.
Apalagi ia memiliki keistimewaan kasyaf luar biasa. Bahkan kabarnya Ra Lilur
sering memberi isyarat-isyarat kepada Kiai Abdullah terutama tentang
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Biasanya, kalau menyangkut persoalan
besar, Ra Lilur minta Kiai Abdullah Schaal hati-hati.
Yang menarik, sinyal Mega akan jadi Presiden pun sudah
terdeteksi Ra Lilur sejak awal. Isyaratnya waktu itu sangat aneh. Apa?
Isyarat ala Nabi Khidlir yang dilakukan Ra Lilur
memang luar biasa. Lebih-lebih bila menyangkut peristiwa politik nasional.
Selain selalu tepat isyarat itu juga terjadi pada peristiwa-peristiwa besar
nasional. Yang menarik, isyarat itu tidak disampaikan dalam bentuk kata-kata
atau ramalan. Melainkan melalui perilaku aneh. Jadi, ia tak pernah membuat
pernyataan, apalagi prediksi. Justru itulah hebatnya.
Semua isyarat itu hanya tampak dalam perilakunya yang
nyeleneh. Ia sendiri bahkan tampak tak peduli. Maklum, ia tak punya kepentingan
sama sekali dengan urusan duniawi, apalagi peristiwa-peristiwa nasional.
Tampaknya tingkah anehnya itu semata transfer dari
Tuhan begitu saja. Bahkan bisa jadi ia sendiri tak menyadarinya. Buktinya, ia
tak pernah melontarkan kata-kata. Kalau ada peristiwa besar yang akan terjadi
hanya perilakunya saja yang tiba-tiba aneh. Seolah semua perilakunya menjadi
radar peristiwa masa depan.
Benarkah? Ini bisa dilihat pada perilaku anehnya
ketika Gus Dur akan jatuh dan diganti Megawati. Isyarat itu muncul sekitar
akhir tahun 2000. Jadi jatuh sebelum Gus Dur benar-benar jatuh. Saat itu
perilaku aneh Ra Lilur muncul secara tak terduga. Ia tiba-tiba selalu diikuti
dan ditempel oleh istrinya (nyai) kemanapun pergi. Mau pergi kemanapun, ia terus
dibuntuti oleh sang bu nyai.
Menurut keterangan tiga khadam (penjaga rumah) Ra Lilur di Desa Banyu Buneh Banjar dan
Pakaan Dajah Kecamatan Galis, saat itu Ra Lilur selalu tidur satu kamar dengan
istrinya. Namun anehnya, Ra Lilur tidak tidur dalam satu tempat tidur (lencak, bahasa Madura). Ia tidur
terpisah dengan istrinya, meski dalam satu kamar. Lebih aneh lagi, istrinya
tidur diatas ranjang, sedangkan Ra Lilur malah selalu tidur di tanah. "Jadi, Ra Lilur tidur di bawah, sedang
istri beliau di atas," jelas KH. Imam Buchori, keponakan Ra Lilur,
kepada Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan Madura.
Lalu apa makna perilaku nyeleneh Ra Lilur itu?
Jawabannya sangat jelas. Bahwa di Indonesia akhirnya terjadi pergantian
kepemimpinan, dari Presiden pria, yakni Gus Dur, ke Presiden wanita, Megawati.
Isyarat ini masih bisa dirinci lagi dalam kontek
kekeluargaan. Yaitu terjadi pergantian kepemimpinan dari Presiden ke Wakil
Presiden. Bukankah istri hakikatnya adalah wakil atau pembantu suami dalam
keluarga? Namun yang lebih jelas, tentunya, perilaku aneh itu merupakan isyarat
pergantian kepemimpinan dari pria ke pemimpin wanita. "Terlepas benar atau salah, banyak kalangan yang memprediksi
isyarat tersebut berkaitan dengan kursi presiden," jelas Kiai Imam
Buchori yang sehari-harinya aktif sebagai ketua PCNU Bangkalan.
Sayangnya, waktu itu tak ada yang tanggap terhadap
isyarat yang terjadi lewat perilaku aneh Ra Lilur itu. Tak jelas, apakah karena
masyarakat kurang peka atau karena isyarat aneh itu hanya diketahui kalangan
terbatas. Yang pasti, isyarat itu cukup nyata dan jelas.
Masih banyak isyarat lain dari Ra Lilur yang
berhubungan dengan peristiwa nasional. Apa itu?
Isyarat yang muncul dari Ra Lilur tampaknya memang
bukan berasal dari kemauan pribadi. Lalu dari mana? Bisa jadi
"titipan" Allah. Buktinya, isyarat itu lebih sering muncul dari perilaku
aneh ketimbang kata-kata.
Isyarat dengan perilaku memang cenderung lebih
obyektif. Sebaliknya, isyarat melalui kata-kata selalu subyektif, bercampur
nafsu pribadi. Bahkan bisa jadi ditambah-tambahi. Karena itu mudah dipahami
jika isyarat-isyarat yang muncul melalui perilaku aneh Ra Lilur sering terjadi
pada kemudian hari.
Yang menarik, perilaku aneh Ra Lilur sering tak masuk
akal. Menjelang pemilu 1999, misalnya, Ra Lilur tiba-tiba mengenakan pakaian
aneh. Cicit ulama besar Syaikhona Kholil Bangkalan itu mengenakan pakaian serba
merah. Bajunya berwarna merah. Begitu ikat kepalanya, berwarna merah. Lebih
unik lagi, ia memakai sarung wanita yang juga berwarna merah. "Pakaian itu dikenakan pada menjelang
Pemilu," tutur KH. Imam Buchori, keponakan Ra Lilur kepada
Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan.
Ternyata isyarat itu kemudian terbukti. PDIP yang warna kebesarannya merah menjadi pemenang Pemilu.
Ternyata isyarat itu kemudian terbukti. PDIP yang warna kebesarannya merah menjadi pemenang Pemilu.
Apakah Ra Lilur pendukung PDIP? Tentu saja tidak.
Kalau ia memakai pakaian serba merah semata ingin menunjukkan bahwa pemenang
pemilu 1999 adalah PDIP. Ra Lilur malah berasal dari keluarga fanatik NU dan
PKB. Bahkan semua anggota keluarganya pengurus dan warga PKB. Begitu juga
keluarga ndalem Ra Lilur, baik dari khadam
(pembantu) sampai keluarga intinya, pendukung berat PKB.
Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa isyarat melalui
perilaku cenderung obyektif. Buktinya, betapapun Ra Lilur berasal dari PKB ternyata
malah berpakaian serba merah untuk menunjukkan peristiwa yang akan terjadi.
Kecenderungan Ra Lilur berperilaku seperti Nabi
Khidlir memang cukup tinggi. Akibatnya, masyarakat cenderung tak paham. Bahkan
ada yang nggrundel menyalahkan. Mereka baru sadar setelah peristiwa itu terjadi
kemudahan. Ini terjadi juga ketika Ra Lilur membakar pondok pesantren yang
diasuh KH. Abdullah Schaal. Seperti dilaporkan HARIAN BANGSA kemarin, Ra Lilur
tiba-tiba membakar pondok pesantren.
Pesantren (PP) Syaikhona Kholil Demangan Barat
Bangkalan. Karuan saja masyarakat geger. Karena dalam pandangan masyarakat
umum, hanya orang gila yang berani membakar pondok pesantren. Apalagi,
masyarakat Bangkalan sangat fanatik terhadap dunia pesantren. Kala itu memang
belum diketahui siapa orang yang berani membakar pesantren milik Kiai Abdullah
yang terkenal sangat kharismatis di Bangkalan itu.
Aparat keamanan pun kewalahan. Mereka langsung mencari
siapa sebenarnya pelaku pembakaran itu. Namun, belum sempat tahu siapa
pelakunya, KH. Amin Imron (kini almarhum) langsung mencegatnya. "Sudah biar saja Pak, yang bakar pondok
itu keponakan saya sendiri kok," kata Kiai Amin, ayah anggota DPR Fuad
Amin.
Mendengar itu polisi langsung balik kucing. Begitu
juga Kiai Abdullah Schaal. Ia tenang-tenang saja. Kiai yang sangat dihormati
masyarakat Madura itu bahkan hanya senyum-senyum saja.
Memang. Peristiwa pembakaran pesantren yang terjadi
pada 1979 itu ternyata menyimpan isyarat penuh misteri. Meski demikian, kala
itu muncul ramalan bahwa suatu hari nanti akan berdiri bangunan pesantren
setinggi ujung bara api, bekas pembakaran. Tinggi api ketika pesantren itu
dibakar setinggi pohon kelapa.
Ternyata benar. Kini berdiri bangunan berlantai 7
mirip hotel. Pesantren itu untuk menampung para santri yang terus membludak
dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970, misalnya jumlah santri hanya berkisar 20
sampai 30 orang.
"Itu
pun hanya santri putra," tutur Kiai Imam Buchori. Kini santri pesantren itu
telah mencapai ratusan terdiri terdiri dari santri putera dan puteri.
Banyak sekali kisah tak masuk akal disaksikan banyak
orang tentang Ra Lilur. Suatu ketika ia bersama banyak orang masuk hutan. Kala
itu bulan puasa. Begitu tiba di dalam hutan ternyata adzan maghrib bergema.
Orang-orang bingung. Sebab tak ada makanan sama sekali untuk buat buka. Ra
Lilur mengisyaratkan agar tak resah. Benar. Tanpa diduga tiba-tiba terhampar
tikar semacam permadani. Yang menakjubkan, di atas tikar itu tersedia berbagai
macam makanan. Karuan saja orang-orang itu heran. Meski demikian mereka tetap
saja lahap berbuka puasa.
Peristiwa aneh lain terjadi pada seorang dokter dari
Malaysia. Dokter ini sengaja datang untuk menemui cicit Syaikhona Kholil
tersebut. Tak jelas, dari mana dokter itu kenal nama Ra Lilur.
Dokter itu bersama seseorang yang bertindak sebagai
pengantar. Dokter itu kemudian diajak Ra Lilur masuk ke dalam bilik rumahnya.
Di situ terjadi pembicaraan cukup lama, sekitar satu jam. Sehingga pengantar
dokter itu mengaku capek menunggu di luar.
Apa yang dibicarakan? Menurut pengakuan sang dokter,
Ra Lilur ternyata menguasai ilmu kedokteran secara luar biasa. Semua ilmu
kedokteran dia pahami. "Saya belajar
puluhan tahun, tidak seperti ilmu yang dimiliki beliau," kata sang
dokter.
Yang membuat si dokter kaget, Ra Lilur memberikan sebuah
foto berukuran poscard dengan pakaian putih lengkap dengan stetoskop tergantung
di leher. Sang dokter heran menerima foto Ra Lilur. "Kalau dipikir, kapan beliau berpose seperti itu."
Keanehan Ra Lilur memang telah banyak yang
menyaksikan. Habib Ali Zainal Abidin Bin Anis Al Muchdor mengaku pernah
menyaksikan keajaiban Ra Lilur. Kepada Yudi Eko Purnomo, wartawan HARIAN BANGSA
di Mojokerto, Habib ini bercerita banyak tentang Ra Lilur. Habib kelahiran
Jember 33 tahun lalu itu berkisah tentang Ra Lilur di kediamannya di kawasan
Jalan Empunala Mojokerto.
Tiga tahun lalu, tutut Habib, dirinya bersama
istrinya, MN Hidayah, melanglang buana. Ia penasaran ingin bertemu Ra Lilur.
Ketika sampai di kediaman kiai nyentrik itu ia diterima ajudan Ra Lilur. Ia
mengutarakan maksud kedatangannya. Namun Ra Lilur tak langsung menerima begitu
saja. "Kiai tidak bisa menemuinya
sekarang," tolak sang ajudan.
Ra Lilur, pada waktu itu memang banyak menerima
tamu-tamu ulama dan masyarakat di rumahnya. Habib semakin penasaran. Karena itu
si Habib tak langsung pergi meninggalkan rumah itu. Sambil merenung, ia
bersikeras bagaimana caranya bertemu. Ia kemudian pergi ke sebelah samping
rumah tersebut. Saat berjalan di bawah rimbun bambu, ia teringat pesan salah
satu gurunya. "Saya kemudian
mengamalkan perintah. Waktu itu saya segera membaca Al-Fatihah, saya tujukan
kepada Nabi Muhammad SAW, para wali, dan Syaikhona Kholil Bangkalan.
Bacaan saya tutup dengan permintaan saya, kalau kamu -Ra Lilur- memang cucu Kiai Kholil, keluarlah," tutur Habib.
Bacaan saya tutup dengan permintaan saya, kalau kamu -Ra Lilur- memang cucu Kiai Kholil, keluarlah," tutur Habib.
Masyaallah. Tak disangka, seketika itu juga pundak
Habib ada yang menepuk. Karuan saja Habib terkejut. Lebih terkejut lagi Habib
menoleh. Ternyata yang menepuk itu Ra Lilur.
"Saya terkejut bukan main, usai membaca Al-Fatihah, mendadak pundak saya ditepuk Ra Lilur, yang sudah berdiri tepat dibelakang saya," kenangnya.
"Saya terkejut bukan main, usai membaca Al-Fatihah, mendadak pundak saya ditepuk Ra Lilur, yang sudah berdiri tepat dibelakang saya," kenangnya.
Habib semakin tak percaya ketika tiba-tiba Ra Lilur
berkata, "Sudah lama kita tak
bertemu. Kamu yang saya tunggu beberapa hari ini." Padahal Habib Ali
merasa tak pernah bertemu dengan Ra Lilur.
Setelah itu Ra Lilur mengajak Habib duduk di atas
gubug di tengah sawah.
Saat itu mereka ditemani salah satu ajudan Ra Lilur. Namun tiba-tiba keanehan muncul lagi.
Karena mendadak diantara Ra Lilur dan Habib tersedia susu. Padahal tak ada pelayan yang mengantarkan. Ajudan yang tadi menemani juga tak beranjak pergi.
"Silakan susunya diminum," kata Ra Lilur seolah tak terjadi apa-apa.
Saat itu mereka ditemani salah satu ajudan Ra Lilur. Namun tiba-tiba keanehan muncul lagi.
Karena mendadak diantara Ra Lilur dan Habib tersedia susu. Padahal tak ada pelayan yang mengantarkan. Ajudan yang tadi menemani juga tak beranjak pergi.
"Silakan susunya diminum," kata Ra Lilur seolah tak terjadi apa-apa.
Lalu apa saja keanehan Ra Lilur yang lain? Berikut
laporan Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan Madura.
Sampai kini Ra Lilur kabarnya masih sering terlihat
berendam di air. Tak jelas, apakah ini suatu bagian dari tirakat, atau memang
digerakkan begitu saja oleh Tuhan. Yang pasti, kebiasaan Ra Lilur berendam di
tengah laut ini tergolong tirakat tingkat tinggi. Siapa sih yang mau kedinginan
di tengah laut. Apalagi pada malam hari. Belum lagi gangguan-gangguan hewan
baik kecil maupun yang buas. Karena itu tirakat jenis ini hanya bisa dilakukan
makhluk Allah yang memiliki kemampuan fisik dan jiwa luar biasa.
Namun bagi Ra Lilur itu tampaknya sangat sepele.
Maklum, ia telah mencapai tingkat gila Tuhan. Nah, kegilaannya terhadap Allah
itulah yang menyebabkan ia kebal dan tak merasakan apa-apa, terutama dari segi
fisik. Yang bergelora dalam jasad dan jiwanya hanyalah Allah, Allah, Allah...
Ia memang benar-benar telah gila Tuhan.
Cukup banyak orang yang menyaksikan Ra Lilur berendam
di tengah laut, meski ia sendiri tak pernah menghiraukan sorotan masyarakat.
Bahkan suatu ketika pernah terjadi peristiwa menarik yang
dialami para nelayan ikan. Kala itu seorang nelayan di Kecamatan Sepulu sontak
kaget. Karena jaring yang ia tebar di tengah laut tiba-tiba terasa berat ketika
diangkat. Dengan harap-harap cemas ia menarik jaringnya. Dalam pikirannya, ini
pasti ikan besar. Namun betapa ia tertegun begitu jaring itu berhasil diangkat
ke atas. Masyaallah, ternyata bukan ikan, melainkan tubuh manusia. Yang lebih
mengagetkan lagi, ternyata tubuh itu adalah tubuh Ra Lilur yang sedang
membujur. Kontan nelayan itu menceburkan kembali tubuh Ra Lilur ke laut.
Si nelayan terus tertegun. Ia tak habis pikir.
Bagaimana mungkin tubuh manusia berendam dalam air sekian lama, apalagi itu
jelas tubuh Ra Lilur. Sejenak ia sempat menduga, jangan-jangan Ra Lilur telah
meninggal karena tenggelam di laut. Tapi dugaan nelayan itu meleset. Karena Ra
Lilur sehat wal-afiat, tubuhnya tetap segar bugar sampai kini.
Menyaksikan kenyataan itu si nelayan semakin percaya
betapa Ra Lilur itu waliyullah
(kekasih Allah). Apalagi, sejak peristiwa itu hasil tangkapan nelayan tersebut
langsung melimpah. Bahkan, setiap kali turun melaut, hasil tangkapannya lebih
banyak daripada nelayan lainnya. Ia pun yakin bahwa dirinya telah mendapat barakah. Yakni terus bertambahnya
kebaikan. Bukankah sebagian orang menyebut barakah sebagai zidayatul khoir (semakin
bertambahnya kebaikan)?
Dalam terminologi ilmu sufi ada empat jenis
keistimewaan yang diberikan kepada manusia. Pertama,
mukjizat. Mukjizat ini hanya diberikan kepada para Nabi. Seperti kita pahami,
bentuk mukjizat bermacam-macam. Umumnya tak masuk akal. Misalnya, dari jari
Nabi Muhammad tiba-tiba bisa memancar air dan sebagainya.
Kedua, karamah. Karamah ini diberikan
kepada manusia istimewa di bawah Nabi. Jadi diberikan kepada orang tertentu
yang memang disayang Tuhan. Karena itu mereka disebut wali (kekasih Allah).
Wali sebenarnya tak bisa dideteksi. Bahkan dalam ajaran sufi disebutkan bahwa
tak ada yang bisa mengetahui wali kecuali sesama wali. Karena itu kalau
tiba-tiba ada orang mengaku wali patut diragukan.
Ketiga, mau'nah. Yaitu keistimewaan untuk
orang biasa. Jadi orang biasa, tapi punya keistimewaan tertentu. Misalnya, bisa
terbang atau sejenisnya.
Keempat, istidraj. Keistimewaan ini
diberikan kepada orang-orang yang menentang Allah. Jadi orang-orang yang sesat
pun oleh Allah diberi keistimewaan. Hanya saja keistimewaan itu hakikatnya
sekedar untuk memanjakan mereka (me-lulu-bahasa
Jawa). Karena kelak di akhirat ia akan disiksa habis-habisan.
Lalu bagaimana dengan Ra Lilur? Wallahu a'lam. Tapi kalau
dilihat dari keluarbiasaan kehidupan sehari-harinya ia memang telah memasuki
proses wali. Atau paling tidak, ia masuk dalam kategori jadab, yakni orang gila
Allah yang masuk tahapan menuju proses wali.
Buktinya, ia sudah tak peduli masalah duniawi. Ia
total kepada Allah melalui proses spiritual kontroversial. Diantaranya berendam
di air laut siang malam. Maka mudah dipahami jika ia memiliki mukasafah
(kemampuan meneropong masalah yang akan terjadi) cukup tinggi. Bahkan untuk
melihat peristiwa yang akan terjadi pada masa datang seolah melihat di balik
tirai saja.
Isyarat-isyarat Ra Lilur memang banyak yang terjadi.
Lalu bagaimana tentang kondisi negara ini? Ternyata ketika ditanya tentang
kondisi negara Ra Lilur serta merta menangis. "Beliau mengajak berdo'a. Dalam do'anya, beliau menangis
prihatin," tutur Ali Zainal Abidin Bin Anis, seorang kiai dari Jember.
Seperti diberitakan HARIAN BANGSA sebelumnya, Habib
ini pernah datang ke Ra Lilur, namun tak ditemui langsung. Ra Lilur baru keluar
menemui setelah Habib mengirimkan surat Al-Fatihah kepada Nabi Muhammad, para
wali dan Syaikhona Kholil Bangkalan, buyut Ra Lilur.
Menurut Habib, Ra Lilur menyatakan bahwa dalam kondisi
multikrisis ini banyak wali menyembunyikan diri. Meski begitu, ia dengan
memakai bahasa Arab sempat mengungkapkan kebanggaannya karena di Indonesia
masih banyak orang bermunajat, ingat Allah.
Kemudian Ra Lilur -dengan bahasa Madura- mengajak
Habib makan.
Ra Lilur segera beranjak meninggalkan gubug, tempat mereka duduk di tengah sawah. Ra Lilur tampaknya menyiapkan makanan sendiri. Tentu saja Habib penasaran. Masak seorang kiai terhormat mau menyiapkan makanan sendiri. Habib penasaran. Karena itu ia mengendap-ngendap berusaha mengintip apa yang diperbuat Ra Lilur. Ia terus membuntuti tuan rumah tersebut. Ra Lilur ternyata terus berjalan menuju sebuah gubug mirip kandang.
Ra Lilur segera beranjak meninggalkan gubug, tempat mereka duduk di tengah sawah. Ra Lilur tampaknya menyiapkan makanan sendiri. Tentu saja Habib penasaran. Masak seorang kiai terhormat mau menyiapkan makanan sendiri. Habib penasaran. Karena itu ia mengendap-ngendap berusaha mengintip apa yang diperbuat Ra Lilur. Ia terus membuntuti tuan rumah tersebut. Ra Lilur ternyata terus berjalan menuju sebuah gubug mirip kandang.
Anehnya, hanya dalam sekejap ia sudah keluar
membawakan masakan ala Timur Tengah. Yaitu sedandang nasi kebuli. Ini luar
biasa, pikir Habib. "Bayangkan,
sekian banyak porsi makanan disiapkannya dalam tempo sekian menit,"
katanya. Namun Habib mengaku tak nafsu makan. Ia lebih banyak terpaku heran. "Ya, saya terlalu banyak disuguhi
kejadian tak masuk akal," kata Habib kepada Yudi Eko Purnomo, wartawan
HARIAN BANGSA di Mojokerto.
Apalagi sebelumnya juga terjadi peristiwa aneh. Ketika
itu Habib sedang berbincang-bincang dengan Ra Lilur. Nah, pada saat asyik
ngobrol itu rokok si Habib habis. Anehnya, ketika itu juga tiba-tiba tangan Ra
Lilur memegang rokok kesukaan Habib. Di tangan Ra Lilur ada sebungkus rokok.
Lebih aneh lagi, rokok itu baru dibuat dua hari sebelumnya. Itu tampak dari
nomer register rokok tersebut.
"Saya
tiap kali beli rokok, memang selalu melihat nomer register, kapan rokok itu
dibuat." kata Habib.
Perilaku aneh Ra Lilur tidak hanya terjadi pada
persoalan-persoalan negara, tapi juga berkaitan dengan orang kampung. Suatu
ketika seorang penduduk di desa terpencil kehilangan sapi. Ia sedih karena sapi
itu merupakan satu-satunya harta yang paling berharga bagi keluarganya.
Karena ingin sapinya kembali, dia sowan ke kediaman Ra
Lilur. Maksudnya untuk minta barokah agar sapinya bisa kembali lagi.
Kebetulan waktu itu Ra Lilur sedang berada di rumah.
Ia langsung ditemui oleh kiai nyentrik itu. Padahal, tamu yang hendak sowan ke
Ra Lilur, biasanya baru bisa ketemu minimal setelah tiga kali sowan. Tapi, kali
ini aneh. Ra Lilur malah dengan senang hati membantu orang yang malang itu.
Lalu apa yang dilakukan Ra Lilur ketika diminta
barokah agar sapi orang itu kembali lagi? Lagi-lagi Ra Lilur bertindak tak
masuk akal.
Warga yang kehilangan seekor sapi itu diberi pil
mencret atau murus. Tentu saja orang itu bingung dan dongkol. "Orang kehilangan sapi kok diberi obat
murus. Ini sungguh tak masuk akal," kata orang yang kehilangan sapi
itu tak habis pikir. Namun sebelum pulang pil itu tetap diminum sesuai petunjuk
Ra Lilur. Meski demikian ia tetap saja pikirannya tak bisa menerima.
Ia kemudian pulang. Di tengah perjalanan menuju
rumahnya, tiba-tiba perutnya mules. Tanpa pikir panjang ia lantas pergi ke
sungai untuk membuang hajat.
Ajaib, ternyata setelah buang hajat, dia melihat beberapa ekor sapi ditambatkan di semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu sapi yang ditambatkan itu adalah miliknya. Ia girang bukan main. Namun di balik kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Ia gelo karena hatinya sempat dongkol pada Ra Lilur ketika diberi obat murus.
Ajaib, ternyata setelah buang hajat, dia melihat beberapa ekor sapi ditambatkan di semak-semak di sekitar sungai itu. Ketika diperiksa, salah satu sapi yang ditambatkan itu adalah miliknya. Ia girang bukan main. Namun di balik kegirangan itu ia juga merasa berdosa. Ia gelo karena hatinya sempat dongkol pada Ra Lilur ketika diberi obat murus.
Keajaiban Ra Lilur memang sering dalam bentuk perilaku
tak masuk akal. Ini mirip peristiwa-peristiwa Nabi Khidlir ketika melakukan perjalanan
bersama Nabi Musa. Tiba-tiba Nabi Khidlir mencekik seseorang anak yang sedang
main. Karuan saja Nabi Musa kaget. Ia menegur Nabi Khidlir. Namun Nabi Khidlir
mengingatkan bahwa sejak awal Nabi Musa memang tak akan kuat melakukan
perjalanan bersama Nabi yang suka tinggal di kawasan berair itu. Nabi Musa pun
diam.
Mereka kemudian kembali melakukan perjalanan. Sampai
di tengah jalan mereka haus.
Mereka kemudian minta air ke orang kampung untuk
menghilangkan rasa hausnya itu. Tapi orang-orang di kampung tersebut tak satu
pun yang mau memberi air. Anehnya, Nabi Khidlir ketika menyaksikan bangunan tua
di kampung itu tiba-tiba memperbaikinya. Nabi Musa heran, kenapa Nabi Khidlir
mau memperbaiki bangunan di kampung itu, padahal masyarakatnya sangat pelit, minta
air saja tak mau mengasih.
Karena itu ia menegur lagi. "Iya, kan kamu tak akan kuat melakukan perjalanan bersama
saya," kata Nabi Khidlir lagi mengingatkan Nabi Musa.
Setelah sampai di suatu tempat Nabi Khidlir
menjelaskan tentang perilaku anehnya itu. "Saya
bunuh anak itu karena nanti kalau sudah besar ia akan menjadi orang jahat,
durhaka pada Allah," kata Nabi Khidlir.
Lalu kenapa mau memperbaiki gedung di masyarakat yang
pelit? "Karena di bawah bangunan itu
ada harta anak yatim yang kelak bisa diambil. Karena itu gedungnya harus tetap
terawat," katanya.
Habib Ali Zainal Abidin termasuk orang yang banyak
menyaksikan peristiwa ajaib tentang Ra Lilur. Maklum, ia ketika bertamu sempat
tak ditemui oleh Ra Lilur. Namun begitu baca fatihah Ra Lilur langsung muncul.
Ra Lilur yang cicit ulama terkenal Syaikhona Kholil itu serta merta mengajak
Habib berbincang akrab. Namun justru karena banyak peristiwa ajaib itulah
selera makan Habib langsung hilang.
Karena itu ketika Ra Lilur menyuguhkan makanan ia
menolak. "Saya masih kenyang
kiai," kata Habib kepada Yudi Eko Purnomo, wartawan HARIAN BANGSA di
Mojokerto. Ra Lilur tak tersinggung. Ia malah tersenyum.
Habib merasa kenyang karena selain sudah banyak
disuguhi keajaiban-keajaiban juga proses makanan yang dikeluarkan itu tak
wajar. Ra Lilur hanya sebentar masuk dapur. Namun tiba-tiba nasi kebuli,
masakan khas Timur Tengah itu, sudah siap santap. Karena itu hati Habib curiga,
jangan-jangan makanan itu berasal dari khadam
sejenis jin. Namun belum selesai Habib menuntaskan kecurigaannya itu tiba-tiba
Ra Lilur berkata, "Ini dari
Allah."
Karuan saja Habib kaget. Ia malu sehingga wajahnya
merah.
Habib semakin penasaran ketika Ra Lilur menyinggung istrinya,
Ny MN Hidayah. "Disela-sela obrolan
selama empat jam tersebut Ra Lilur menanyakan keadaan istri saya selama
ditinggal merantau. Ia tahu, selama ini istri saya selalu tinggal sendiri di
rumah, meski dia bekerja di PT Askes Kota Mojokerto," tutur Habib
semakin terbata-bata.
Yang membuat Habib semakin heran ketika Ra Lilur
menyebut alamat rumahnya secara lengkap baik di Pamekasan maupun di Jember. "Padahal, sekali lagi, beliau sama
sekali tidak pernah tahu saya, apalagi alamat saya. Itu membuat saya heran,"
katanya.
Kemampuan menebak gerak hati lawan bicara itu memang
sering ditunjukkan para wali. KH. Abdul Hamid Pasuruan, misalnya, kerap
menunjukkan peristiwa aneh seperti itu. Semasa hidup kiai ini pernah kedatangan
KH. Yusuf Hasyim (Pak Ud), putera pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari.
Saat itu Pak Ud -yang sehari-harinya aktif sebagai pengasuh pesantren Tebuireng
Jomban itu- bersama tokoh NU KH. Munasir. Begitu Pak Ud datang Kiai Hamid
langsung menyongsong. Kiai Hamid bahkan sempat merangkul Pak Ud. Akibatnya,
Kiai Munasir seolah terabaikan. Nah, saat itulah dalam hati Kiai Munasir secara
tak sengaja menggerutu. "Ya, wajar
kalau Pak Ud diperlakukan (dihormati, red) seperti itu. Sebab Pak Ud putera macan (Kiai Hasyim Asy'ari, red). Jadi macan ketemu macan," kata
Kiai Munasir dalam hati.
Ternyata tanpa diduga Kiai Hamid langsung berbalik ke
arah Kiai Munasir. "Jangan begitu.
Manusia itu sama saja. Ayo," kata Kiai Hamid sembari merangkul Kiai
Munasir. Karuan saja Kiai Munasir terkejut. Ia tak menyangka gerundelan dalam
hatinya diketahui oleh Kiai Munasir.
Menurut Habib, Ra Lilur sering menunjukkan
firasat-firasat aneh sehingga orang tak habis pikir. Misalnya menangis. Habib
menuturkan, jika Ra Lilur menangis, berarti ada kaum auliya (wali) wafat. Ra Lilur menangis karena jika wali meninggal
berarti syiar Islam berkurang. Selain itu dunia kehilangan 'pahlawan' penyebar
agama.
Ra Lilur, Ulama Jadab Mirip Nabi
Khidlir
Di Kepala Kiai Ada Nasi ketika Jadi Imam Shalat
Perilaku aneh yang ditampakkan Ra Lilur tampaknya
memang berkaitan dengan leluhurnya yang memang wali. Syaikhona Kholil
Bangkalan, buyut Ra Lilur juga dikenal berperilaku aneh-aneh. Kiai Kholil
dikenal sebagai ahli nahwu (gramatika Arab). Konon, ketika masih kecil Kiai
Kholil sudah menunjukkan tanda-tanda aneh. Suatu ketika ia shalat berjama'ah
bersama para santri dan kiainya. Seperti biasa, yang jadi imam adalah kiainya.
Namun tiba-tiba Kholil kecil tertawa terbahak-bahak. Usai shalat kiainya
memarahi Kholil. "Orang lagi shalat
kamu malah tertawa. Apa maumu," bentak sang kiai.
Kholil menjawab enteng. "Sewaktu kiai shalat tadi saya lihat ada nasi di atas kopyah kiai,
karena itu saya tertawa," jawab Kholil.
Seketika kiainya kaget sekaligus malu. Ia sadar bahwa
shalatnya tak khusuk karena ingin cepat-cepat pergi menghadiri kenduri. Sejak
itu kiainya mulai menaruh perhatian besar pada Kholil. Ia sadar bahwa diantara
santrinya ada yang punya kemampuan luar biasa. Yakni punya kasafah.
Dugaan kiai itu betul. Kholil kemudian berkembang
menjadi kiai besar. Bahkan menjadi kiai hampir seantero Jawa, karena kiai-kiai
besar di Jawa adalah santri atau pernah nyantri pada Kiai Kholil.
Keanehan Kiai Kholil terus terjadi ketika sudah
kesohor. Suatu ketika Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari mau nyantri ke pesantren
yang diasuh Kiai Kholil di Bangkalan. Kiai Hasyim yang waktu itu masih muda
langsung dites. Kiai yang kemudian menjadi pendiri NU itu, konon, disuruh naik
ke atas pohon bambu. Sementara Kiai Kholil terus mengawasi dari bawah sembari
memberi isyarat agar terus naik sampai ke puncak. Kiai Hasyim terus naik sesuai
perintah gurunya itu. Ia tak peduli apakah pohon bambu itu melur atau
bagaimana. Yang jelas, ia hanya patuh pada perintah kiainya.
Anehnya, begitu sampai di puncak Kiai Kholil
mengisyaratkan agar Kiai Hasyim meloncat ke bawah. Tanpa pikir panjang Kiai
Hasyim langsung meloncat. Ternyata ia selamat.
Yang menarik, dua kiai besar ini sama-sama tawadhu' alias rendah hati. Mereka
sama-sama saling berguru. Kiai Hasyim terkenal sebagai ahli hadits. Biasanya
Kiai Hasyim mengajarkan hadits itu pada santri sebulan penuh bila bulan puasa.
Ternyata Kiai Kholil, meski dikenal sebagai guru Kiai Hasyim, ikut juga jadi
santri. Ia tak gengsi memperdalam ilmu meski kepada muridnya sendiri.
Sebaliknya, ia malah sangat menghormati Kiai Hasyim.
Tradisi tawadhu' (rendah hati) itu ternyata terus menurun ke generasi berikutnya. Gus Dur -cucu Kiai Hasyim- sangat menghormati keturunan Kiai Kholil. Begitu juga KH. Fuad Amin -cicit Kiai Kholil- sangat menghormati keturunan Kiai Hasyim.
Tradisi tawadhu' (rendah hati) itu ternyata terus menurun ke generasi berikutnya. Gus Dur -cucu Kiai Hasyim- sangat menghormati keturunan Kiai Kholil. Begitu juga KH. Fuad Amin -cicit Kiai Kholil- sangat menghormati keturunan Kiai Hasyim.
"Kalau
saya salaman mencium tangan Gus Dur langsung ditarik," tutur Fuad Amin.
Gagal Temui Nabi Khidlir, Bertekad
Mengembara
Ra Lilur memang berasal dari keluarga sufi. Dalam
arti, leluhurnya dikenal dekat dengan Nabi Khidlir. Karena itu mudah dipahami
jika keajaiban-keajaiban Ra Lilur mirip dengan perilaku Nabi Khidlir.
KH. Imron, kakek Ra Lilur, konon, pernah ditemui Nabi
Khidlir, Kiai Imron adalah putera Syaikhona Kholil Abdul Latif Bangkalan.
Kala itu Nabi Khidlir menjelma sebagai orang
berpenyakit yang menjijikkan. Orang itu kemudian minta gendong pada Kiai Imron.
Namun Kiai Imron menolak. Karena menolak orang itu lantas minta gendong ke
Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari yang waktu itu masih mondok di pesantren Kiai
Kholil.
Kiai Hasyim menggendong hampir sampai ke pesantren.
Menjelang sampai ke pesantren orang itu minta diturunkan. Orang tersebut
kemudian berkata, "Sampaikan kepada
Kiai Imron, saya ini Nabi Khidlir." Setelah itu orang tersebut lenyap.
Begitu kabar disampaikan, Kiai Imron terkejut. Ia
menyesal telah menolak menggendong orang berpenyakit itu yang tak lain adalah
Nabi Khidlir. Sejak itu, kabarnya, Kiai Imron bertekad untuk mencari Nabi
Khidlir. Ia terus mengembara untuk mencari Nabi Khidlir.
Kasus seperti Kiai Imron ini memang banyak terjadi.
Seseorang pernah ingin bertemu Nabi Khidlir. Ia datang kepada kiai yang dikenal
wali. Orang tersebut kemudian disuruh pergi ke trotoar gedung bioskop. Namun
begitu sampai di tempat yang ditunjuk. Ternyata Nabi Khidlir tak ada. Orang
tersebut kemudian kembali ke rumah sang kiai. Ia melaporkan bahwa di depan
gedung bioskop itu tak ada Nabi Khidlir. Yang ada hanya orang jual bakso.
Lalu apa kata sang kiai? "Ya, itu Nabi Khidlir. Yang menjelma jadi tukang bakso itu,"
kata kiai itu. Kontan saja orang sudah lama ingin bertemu Nabi Khidlir itu
gelo.
Konon, KH. Abdul Hamid Pasuruan yang dikenal sebagai
wali itu sering didatangi orang yang ingin bertemu dengan Nabi Khidlir. Suatu
ketika ia kedatangan tamu yang ngotot mau bertemu Nabi Khidlir. Kiai Hamid
lantas minta orang itu datang kembali besok.
Karena memang sangat ingin melihat Nabi Khidlir, orang tersebut datang seperti perintah Kiai Hamid. Ia lantas duduk di sela-sela tamu yang banyak. Kiai Hamid terus asyik bercakap-cakap dengan para tamunya. Kemudian para tamu itu pulang sehingga tinggal orang yang ingin bertemu Nabi Khidlir itu.
Karena memang sangat ingin melihat Nabi Khidlir, orang tersebut datang seperti perintah Kiai Hamid. Ia lantas duduk di sela-sela tamu yang banyak. Kiai Hamid terus asyik bercakap-cakap dengan para tamunya. Kemudian para tamu itu pulang sehingga tinggal orang yang ingin bertemu Nabi Khidlir itu.
"Kiai,
mana Nabi Khidlirnya," katanya tak sabar setelah menunggu tak muncul-muncul.
"Lho,
tadi sewaktu kamu ke sini ada orang nggak di depan?" tanya Kiai Hamid.
"Ada,
tapi orang membersihkan got," kata orang itu jujur.
"Ya,
itu tadi Nabi Khidlir," jelas Kiai Hamid. Karuan saja orang itu terkejut. Ia
tak menyangka orang yang ia sepelekan tadi ternyata Nabi Khidlir.
Nangis Ngguguk, Ulama Kejar Harta,
Telantarkan Fakir Miskin
Belum ada informasi jelas tentang pendidikan Ra Lilur.
Tapi ia menguasai bahasa Arab. Kehidupan Ra Lilur memang agak berbeda dengan
keluarga Syaikhona Kholil lainnnya yang pendidikannya jelas. KH. Abdullah
Schaal, saudara Ra Lilur, misalnya, sejak kecil nyantri secara teratur.
Kemudian mengasuh pesantren warisan Syaikhona Kholil. Karena itu pesantren yang
terletak di kota Bangkalan itu dinamakan Pesantren Syaikhona Kholil. Pesantren
inilah yang pernah dibakar oleh Ra Lilur.
Ra Lilur sejak muda dikabarkan suka mengembara. Ia
sering tak jelas di mana tempatnya. Ia hanya muncul ketika mau mengabarkan
peristiwa-peristiwa penting yang akan terjadi. Untuk proses penyampaian kabar
itu ia kadang datang kepada Kiai Abdullah Schaal. "Biasanya ia minta agar Kiai Abdullah hati-hati," ujar
salah seorang keluarga Kiai Abdullah kepada HARIAN BANGSA. Setelah itu ia
kembali ke kediamannya. Atau meneruskan laku-nya, merendam diri di tengah laut.
Yang menarik, di kediaman Ra Lilur cukup banyak tamu
berkunjung. Di depan tamunya -terutama yang khusus- ia kadang bercerita tentang
peristiwa-peristiwa penting. Misalnya tentang ulama yang kini mulai lebih suka
mengejar-ngejar harta ketimbang memikirkan nasib umat. Cicit Syaikhona Kholil
itu bahkan menangis sampai ngguguk ketika bicara tentang ulama yang hanya
mengejar harta. "Kalau ulama sudah
lupa kepada kedudukannya dan mencintai harta serta kemewahan, berat, berat,
dihadapan Allah SWT. Dampaknya, mereka akan pecah. Ya, Allah, selamatkanlah
mereka," kata Ra Lilur sembari menangis sesenggukan. Ia menyampaikan
itu kepda tamunya dalam bahasa Arab.
Soal bahasa Ra Lilur melihat tamunya. Kalau tamunya
paham bahasa Arab kadang bicara dalam bahasa Arab. Tapi jika tamunya orang
Madura, biasanya ia cukup bahasa Madura.
Berbeda dengan ulama milenium yang berebut posisi dan
sibuk dengan politik, Ra Lilur sangat sederhana. Baik pakaian maupun kehidupan
sehari-harinya sangat bersahaja. Ra Lilur memang lebih tepat jika disebut
sebagai ulama rohani.
Pengusaha Besi Kapok Datang, Rugi Rp
100 Juta, Ayah Mati
Banyak cerita menarik yang dialami Habib Ali Zainal
Bin Anis Al Muchdor ketika berkunjung ke kediaman Ra Lilur di Tanah Merah
Bangkalan Madura. "Waktu itu saya
melihat pakaian Ra Lilur yang sederhana. Saya lantas ingat satu hadits yang
mengatakan agar hati-hati terhadap orang yang berpakaian compang-camping.
Karena orang itu mulya di sisi Allah. Uniknya, seketika itu Ra Lilur menjawab
Sallallah ’ala Muhammad,"
tutur Habib. Sontak Habib takdim kepada Ra Lilur. Karena apa yang ada dalam
hati Habib, ternyata Ra Lilur tahu.
Tak lama kemudian Ra Lilur bertanya kenapa seorang
pengusaha besi tua bernama H. Hasan yang tinggal di Cililitan Jakarta tak
pernah datang lagi kepadanya.
Habib Ali menjawab mungkin sudah jera karena banyak
pengalaman pahit yang dialami ketika datang ke Ra Lilur.
Menurut Habib, Hasan pernah mengalami tekanan ekonomi.
Karena ia mendengar kejadian-kejadian aneh yang dialami Habib bersama Ra Lilur,
ia kemudian memutuskan datang kepada kiai jadab itu.
Ia minta do'a kepada Ra Lilur. Ia berharap, cicit
Syaikhona Kholil Bangkalan itu, mau mendo'akan, agar usahanya tetap langgeng.
Begitu juga kalau ada job baru sukses.
Singkat cerita, setibanya di rumah sang kiai, segera
ia disambut ajudan sekaligus dihadapkan kepada Ra Lilur. Hasan lantas
menceritakan masalahnya. Ra Lilur mendengar semua cerita Hasan. Namun yang
membuat Hasan tak habis pikir, ketika hendak pulang, ia diberi obat sakit
kepala Paramex.
Tentu ia bertanya-tanya dalam hati. Dengan diliputi
tanda tanya, Hasan pulang ke rumahnya di Jakarta. "Di dalam bus, saya terus mikir. Mau diapakan obat ini. Kenapa
pula kiai memberi saya ini," gumam Hasan seperti ditirukan Habib.
Seminggu kemudian, H. Hasan ternyata tertimpa musibah.
Usahanya rugi Rp 100 juta. "Mati
aku. Rupanya itu maksud kiai memberi obat," kata Hasan tersenyum
kecut.
Sebulan kemudian, di rumahnya, telepon H. Hasan
mendadak berdering. Telepon itu dari saudaranya di Tanah Merah, Madura. Ia
mengabarkan bahwa abahnya (ayah), yang murid Habib Sholeh Tanggul, Jember,
sakit keras. Dilanda rasa gundah tak terkira, ia pun pergi menemui abahnya.
Abahnya terbaring sakit di atas pembaringan. Ia lantas
menemui guru abahnya, yaitu Habib Sholeh Tanggul, H. Hasan diminta membawa
tasbih. Menurut Habib Sholeh, tasbih itu, selain untuk wirid juga sangat manjur
untuk mengobati orang sakit. Sesuai dengan pesan guru, tasbih itu dicelupkan ke
dalam segelas air. Selanjutnya, air bekas celupan itu diminumkan kepada orang
yang sakit. Semula, penyakit itu memang berkurang. Badan abahnya sedikit
enakan. Tapi itu tidak berlangsung lama.
Beberapa waktu kemudian, bapaknya kembali jatuh sakit.
H. Hasan pun segera beranjak pergi meminta do'a kepada Ra Lilur. Yang tak
membuat H. Hasan heran lagi, ketika Ra Lilur, memberinya kapas, berikut minyak
telon. Itu diberikan ketika H. Hasan hendak pulang. Seperti sebelumnya, dalam
perjalanan menuju rumah orang tuanya di Tanah Merah, hati H. Hasan, diliputi
tanda tanya yang hebat. Begitu tiba di rumah abahnya, ia mendapati banyak orang
menangisi kepergian orang tua lelakinya itu. Rupanya, kapas dan minyak telon
itu, sebagai perlambang bahwa penyakit orang tuanya tak dapat disembuhkan. "Kapok sudah saya bertemu Ra
Lilur," kata H. Hasan setengah menggerutu.
Geger, Wanita Misterius Penjemur
Ikan Dinikahi Kiai
Di kawasan pesisir Bangkalan ada seseorang wanita yang
sehari-harinya membersihkan ikan. Wanita itu tak ubahnya seorang buruh. Ia tiap
hari membersihkan dan menjemur ikan milik orang. Ia hanya dapat upah sekian
rupiah dari jerih payahnya itu.
Kesibukan di kawasan pesisir itu membuat orang tak pernah memperhatikan wanita itu. Apalagi wanita itu memang tampil seperti umumnya buruh; kusut dan agak kotor. Karena itu masyarakat tak pernah memperdulikan.
Kesibukan di kawasan pesisir itu membuat orang tak pernah memperhatikan wanita itu. Apalagi wanita itu memang tampil seperti umumnya buruh; kusut dan agak kotor. Karena itu masyarakat tak pernah memperdulikan.
Masyarakat baru terhenyak ketika wanita berpenampilan
kumal itu dinikahi Ra Lilur. Rasan-rasan pun ramai. Mereka seolah tak percaya
kiai seterhormat Ra Lilur mau menikahi wanita buruh itu.
Yang menarik, begitu berita pernikahan Ra Lilur dengan
wanita itu tersebar, masyarakat mulai bertanya-tanya, dari mana asalnya wanita
tersebut. Sebab meski setiap hari bertemu dan berkumpul masyarakat di sekitar
pesisir itu tak ada yang tahu asal muasal wanita tersebut. Masyarakat pun mulai
geger. Wanita itu dianggap misterius karena tak diketahui asal usulnya.
Ajaibnya, begitu masyarakat heboh tiba-tiba muncul
informasi bahwa wanita tersebut berasal dari kesultanan Demak. Karuan saja
masyarakat kembali ramai.
Tapi benarkah ia berasal dari kesultanan Demak? Wallahu a'lam. Tapi masyarakat di
sekitar pesisir itu yakin ia berasal dari Demak. Yang juga unik wanita itu
tetap sederhana meski dinikahi Ra Lilur. Padahal ia telah jadi istri orang terhormat
dan disegani masyarakat.
Bahkan Ra Lilur bukan saja disegani masyarakat tapi
juga dihormati para ulama. Toh istri Ra Lilur tetap bersahaja. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya ia berjualan es lilin. Dagangannya itu kadang dijajakan
kepada para santri KH. Abdullah Schaal di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan.
"Ia sering ke sini (pesantren) jual
es lilin," kata salah seorang keluarga Kiai Abdullah Schaal.
Aneh, memang. Padahal, kalau mau, bisa saja ia kaya
raya mengingat tamu Ra Lilur yang terus membludak. Ia juga bisa
ongkang-ongkang, tak usah kerja keras, seperti umumnya istri kiai. Tapi itu tak
ia lakukan. Ia lebih suka makan dari hasil keringatnya sendiri ketimbang menunggu
pemberian masyarakat.
Terjangkit Penyakit Menahun, Diobati
dengan Tiga Korma
Ra Lilur ternyata tak hanya piawai mendeteksi masa
depan. Ia juga ahli mengobati orang sakit. Tak aneh jika banyak tamu yang minta
tolong untuk mengobati penyakitnya. Bahkan semenjak hijrah ke sebuah desa di
kecamatan Galis Bangkalan, tamu yang hadir meminta barokah semakin bejibun
saja. Uniknya, yang datang tidak hanya dari kalangan santri dan masyarakat
biasa, namun juga kiai pengasuh pesantren yang punya masalah.
Salah satunya, seorang kiai asal Surabaya. Kiai ini
sudah puluhan tahun mengidap penyakit aneh. Awalnya dikira terkena serangan
syaraf. Menurut analisis dokter spesialis syaraf terkenal yang praktik di Jl.
Diponegoro Surabaya, kiai ini, syaraf rahangnya terganggu, sehingga sulit
mengatupkan lidahnya. Kalau berbicara harus dipegang. Pendek kata penderitaan
itu sudah lama.
Sebelum memeriksakan ke dokter neurolog tersebut, kiai
ini melanglang buana berkonsultasi dengan berbagai ahli, baik ahli medis,
maupun paranormal. Tapi hasilnya nol besar. Bahkan pernah juga berkonsultasi ke
KH. Ghofur, pengasuh ponpes Sunan Drajat Paciran Lamongan.
Juga gagal. Salah seorang santrinya, pernah
menyarankan agar berobat ke suatu daerah di Jabar. Tapi setelah dijalankan,
perkembangannya hanya sesaat. Usai berobat, hanya sepekan kondisinya sehat,
setelah itu kambuh lagi.
Karena penyakit yang menahun inilah, kemudian timbul
syak swasangka, jangan-jangan penyakit aneh ini, bukan penyakit lahir, karena
tak terdeteksi secara medis, tetapi penyakit kiriman, alias terkena sihir atau
sejenisnya.
Namun kiai ini terus berikhtiar sembari tetap pasrah.
Di tengah-tengah kepasrahan itulah, tiba-tiba timbul wisik-wisik dari seorang
tamu yang agak aneh. Tamu itu menyarankan, agar meminta barokah ke Ra Lilur.
Tanpa pikir panjang, maka berangkatlah rombongan kiai
itu ke tempat pedepokan Ra Lilur di sebuah desa Banjar kecamatan Galis
Kabupaten Bangkalan. Biasanya orang yang tak pernah sowan ke Ra Lilur, sulit
langsung ditemui. Tapi khusus yang satu ini, Ra Lilur langsung menyanggongnya. "Lenggi-lenggi pada parlo napa (mari
silakan duduk, ada maksud apa ke sini)," sapanya.
Kiai ini langsung mengutarakan niatnya. Ia juga
menceritakan perjalanannya berobat ke mana-mana, namun hasilnya nihil.
Mendengar keluhan itu, Ra Lilur langsung memberi tiga
buah korma dari dalam rumahnya. "Da'ar
pa tada' (silakan makan dihabiskan)," kata Ra Lilur.
Saat dialog itu tak begitu cair. Maklum Ra Lilur
memang sering memperlihatkan suasana yang sulit ditebak. Kadang-kadang tertawa,
tapi kadang-kadang tak banyak bicara.
Mungkin saat itu, Ra Lilur paham, betapa menderitanya kiai ini lantaran merasakan sakit menahun.
Mungkin saat itu, Ra Lilur paham, betapa menderitanya kiai ini lantaran merasakan sakit menahun.
Usai menyuguhkan tiga korma, Ra Lilur memberi
wejangan, agar kiai tadi, berobat ke seorang dokter kiai di sebuah kawasan
sekitar Pasar Turi Surabaya. Kenapa disebut dokter kiai, karena dokter itu,
selain memberi obat, juga memberi bacaan-bacaan.
Hasilnya? Alhamdulillah, penyakit menahun kiai sederhana itu akhirnya berangsur-angsur sembuh.
Hasilnya? Alhamdulillah, penyakit menahun kiai sederhana itu akhirnya berangsur-angsur sembuh.
Aparat Nangis, Minta Tolong
Ditunjukkan Tommy Soeharto
Keanehan Ra Lilur semakin menjadi-jadi. Ini terkait
dengan kondisi nasional yang masih belum menentu. Yang menarik, keanehan Ra
Lilur itu kini banyak mengundang perhatian aparat. Bahkan ada anggota Polri
berpangkat perwira menengah (Pamen) datang ke kiai yang dikenal punya kasaf itu
untuk minta tolong. Si pamen itu rela bepergian tengah malam dengan sepeda
motor menuju desa Banjar untuk menemui Ra Lilur.
Apa tujuan sang Polisi? Ajudan (khaddam) Ra Lilur, H. Husni Madani, bercerita kepada Taufiqurrahman
wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan Madura tentang keinginan pamen berpangkat
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) itu. Menurut Husni ia minta tolong agar
ditunjukkan tempat persembunyian Tommy.
Namun Ra Lilur sulit ditemui. Karena itu pamen itu
menyampaikan maksudnya itu melalui Husni. Diceritakan, sebelum menyampaikan
keinginannya, selama tiga malam berturut-turut petinggi polri itu melakukan
wirid dan mengaji di mushalla milik H. Husni.
"Malah
dia (petinggi Polri itu) sampai menangis ketika membaca Al-qur'an," tuturnya.
Lantas bagaimana tanggapan Ra Lilur ketika ajudannya
menyampaikan keinginan sang tamu? Dengan tegas Ra Lilur mengatakan, untuk
memburu Tommy sangat sulit, karena memang ada yang membuatnya sulit. "Sulit karena memang dibuat
sulit," jawab Ra Lilur singkat seperti ditirukan H. Husni. Jawaban itu
diberikan Ra Lilur melalui ajudannya.
Dari jawaban Ra Lilur itu tersirat bahwa Tommy memang
ada yang melindungi. Karena itu mudah dipahami jika beberapa pihak ragu
terhadap upaya polisi menangkap Tommy. Bahkan kini muncul analisis bahwa
gerakan aparat yang mau menangkap Tommy itu sekedar basa-basi belaka, yakni
untuk meredam kekecewaan atau mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan
politik di tubuh Polri sendiri maupun seputar di Mega.
Perilaku Ra Lilur kini memang kian aneh. Sudah dua
minggu ini, Ra Lilur mengunci diri di sebuah gubuk di atas gunung. Bahkan pintu
pagarnya pun digembok. Sehingga, tamu yang hendak sowan ke Ra Lilur sulit untuk
bertemu. Selama ini hanya ada dua orang khaddam
yang bisa menemui Ra Lilur.
Seorang tamu yaitu kiai dari Jember, KH. Nawawi Abdul
Jalil, hanya bisa bertemu dengan ajudan. "Sudah
dua minggu kiai tidak ngomong. Beliau berkomunikasi hanya dengan tulisan tangan
saja. Kalau ada tamu, saya hanya bisa menyampaikan keinginan sang tamu. Tapi
kiai hanya memberikan tulisan atau barang," papar khaddam yang sudah mengabdi sejak tahun 1989 ini.
Serahkan Dekrit pada Kiai Abdullah
Schaal
Keanehan Ra Lilur memang sulit ditebak. Terutama
menyangkut peristiwa politik negara. Buktinya, jauh sebelum Gus Dur memberikan
dekrit ia telah menyerahkan dekrit kepada dua kiai kharismatik Madura yakni KH.
Abdullah Schaal dan KH. Zubair Muntasor.
Menurut khaddam kepercayaan Ra Lilur, H. Husni Madani, kiai yang sudah mencapai tahapan mukasafah ini enam bulan lalu pernah mengeluarkan sebuah dekrit. Dekrit tersebut berisi persoalan penerapan demokrasi yang tengah diperjuangkan oleh Gus Dur yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden.
Menurut khaddam kepercayaan Ra Lilur, H. Husni Madani, kiai yang sudah mencapai tahapan mukasafah ini enam bulan lalu pernah mengeluarkan sebuah dekrit. Dekrit tersebut berisi persoalan penerapan demokrasi yang tengah diperjuangkan oleh Gus Dur yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden.
Sayang selembar kertas dekrit asli tulisan tangan Ra
Lilur itu diminta kembali. Sedangkan KH. Abdullah dan KH. Zubair hanya diberi
salinannya (fotokopi) saja. H. Husni hanya ingat penggalan kalimat yang
tersirat dalam dekrit Ra Lilur. Antara lain, demokrasi sulit dipraktikkan. Yang
terakhir, berisi kalimat berat sama dipikul, setelah ringan tidak kebagian. "Saya hanya ingat dua kalimat itu,
sedangkan yang lain saya lupa," katanya.
Mengapa tidak difotokopi lebih? H. Husni mengatakan,
sebenarnya dekrit itu difotokopi lebih dua lembar. Tapi setelah menghadap Ra
Lilur, lembaran yang asli diminta sedangkan yang dua lembar fotokopi
disimpannya.
"Anehnya,
dua lembar fotokopi dekrit itu hilang. Padahal saya ingat dimana saya
simpan," tuturnya
keheranan. "Ya mungkin, kiai tidak
kasokan (tidak mengijinkan, red)," katanya mengira-ngira.
KHadam kepercayaan Ra Lilur menjelaskan,
fotokopi dekrit diberikan kepada KH. Abdullah sebanyak 5 lembar dan 5 lembar
lainnya diserahkan kepada KH. Zubair. Dan setiap mengeluarkan surat, Ra Lilur
selalu meminta surat asli tulisan tangannya.
Surati HARIAN BANGSA, Meski Tak Baca
Koran
Keanehan-keanehan Ra Lilur yang diberitakan HARIAN
BANGSA ternyata mendapat tanggapan dari cucu Syikhona Kholil Bangkalan Madura
itu. Secarik kertas berisi tulisan tangan dengan lafal arab itu diberikan
begitu saja kepada H. Husni Madani, khaddam
(ajudan) kepercayaannya.
Karuan saja Husni kaget. Karena selama ini Ra Lilur
tidak pernah keluar dari biliknya di sebuah pegunungan di Desa Banjar Galis.
Kawasan ini jauh dari kota. Jaraknya sekitar 35 km dari kota Bangkalan.
Kondisinya penuh bebatuan.
Selain itu Ra Lilur sudah lebih dua minggu ini tidak
pernah berkomunikasi melalui lisan alias puasa bicara. Ra Lilur juga mengunci
diri didalam kamarnya. Tak pernah keluar.
Jadi kiai yang suka berendam di tengah laut itu tak
pernah baca koran. Tapi anehnya, kiai kasaf berumur lebih dari setengah baya
ini tahu kalau saat ini dirinya sedang menjadi salah satu berita di rubrik
Religia HARIAN BANGSA. Lebih aneh lagi, Ra Lilur tahu persis apa saja yang
pernah dimuat tentang dirinya.
Menurut H. Husni, selama ini Ra Lilur tidak pernah
diberi tahu soal pemuatan dirinya di HARIAN BANGSA. Memang Husni sendiri pernah
membaca tulisan tentang Ra Lilur di HARIAN BANGSA. Tapi dia tidak berani
memberikan koran HARIAN BANGSA yang memuat tentang dirinya itu karena takut
tidak setuju dimuat di media massa.
Karena itu ia ketakutan ketika secara tiba-tiba
dipanggil Ra Lilur. "Saya sempat
ketar-ketir ketika dipanggil oleh Kiai (Ra Lilur, red). Karena saat itu kiai
langsung bertanya dimana alamat redaksi HARIAN BANGSA," tutur H. Husni
kepada Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan.
Bahkan, sambungnya, Ra Lilur, juga menanyakan siapa
wartawan yang menulisnya. "Saya
berpikir kiai dukah (marah, red), tapi ternyata tidak," papar khaddam kepercayaan Ra Lilur yang sudah
mengabdi puluhan tahun di rumahnya, Desa Banjar Galis.
Jatuh dari Pematang, Minta Dibelikan
Kosmetik
Isyarat Ra Lilur seputar perkembangan politik di
Indonesia ternyata masih ada yang menarik untuk disimak. Ini terutama terkait
dengan peristiwa jatuhnya Gus Dur dan naiknya Megawati sebagai Presiden belum
lama ini.
Menurut H. Husni Madani, haddam Ra Lilur, dua bulan
lalu cicit Syaikhona Kholil Bangkalan itu pernah mengalami peristiwa aneh.
Diluar dugaan, ketika berjalan menuju biliknya di atas gunung, kiai jadab ini
tiba-tiba jatuh dari pematang yang cukup tinggi.
"Peristiwa
ini terjadi pada malam hari selepas isya. Saat berjalan di atas pematang,
tiba-tiba kiai jatuh. Saking tingginya, sikut kiai sampai luka," tutur Husni kepada Taufiqurrahman,
wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan. "Saya
heran, soalnya pematangnya lebar dan kiai biasa berjalan melewatinya,"
katanya seraya geleng-geleng kepala.
Saat itu Husni masih belum berpikir isyarat yang bakal
terjadi kelak dikemudian hari. Dia hanya berpikir, kiai yang sudah mencapai
tingkat mukasafah ini hanya terjatuh biasa. "Saya
pikir hanya jatuh biasa. Eh, ternyata Gus Dur dijatuhkan," kata Husni
dengan logat Madura yang kental.
Begitu juga naiknya Megawati sebagai Presiden.
Peristiwa Mega jadi Presiden tak luput dari isyarat aneh Ra Lilur. Dijelaskan,
sepuluh hari menjelang sidang istimewa (SI) MPR, Ra Lilur minta dibelikan tiga
meter kain warna merah. Dan keinginan itupun langsung diiyakan H. Husni.
Keesokan harinya, Ra Lilur kembali meminta ajudan
kepercayaannya itu untuk membeli perlengkapan kosmetik. Ra Lilur berpesan agar
semua kebutuhan kosmetik wanita dibeli lengkap dan dibungkus rapi.
"Pokoknya,
keinginan kiai saya ibaratkan seseorang yang hendak melamar seorang wanita.
Saat itu saya hanya berpikir kiai punya niat untuk meminangkan salah satu putri
saya dengan seorang lelaki pilihan kiai," tukasnya.
Ternyata SI memutuskan Megawati sebagai Presiden RI
menggantikan Gus Dur.
Lalu bagaimana dengan pembelian kain warna merah sepanjang tiga meter? Mungkinkah Mega bisa bertahan 3 tahun di kursi Presiden, yang berarti sampai 2004? Atau mungkin ada isyarat lain yang akan ditunjukkan oleh kiai jadab yang suka berendam di tengah laut dan mirip Nabi Khidlir ini? Wallahu a'lam.
Lalu bagaimana dengan pembelian kain warna merah sepanjang tiga meter? Mungkinkah Mega bisa bertahan 3 tahun di kursi Presiden, yang berarti sampai 2004? Atau mungkin ada isyarat lain yang akan ditunjukkan oleh kiai jadab yang suka berendam di tengah laut dan mirip Nabi Khidlir ini? Wallahu a'lam.
Main Drama, Ada di Dua Tempat dalam
Waktu Sama
Namun ada yang lebih unik lagi dibalik peristiwa itu.
Ceritanya begini. Salah seorang kiai tidak bisa pada undangan Ra Lilur di
resepsi anak Husni itu. Keesokan harinya, sang kiai datang ke rumah tuan rumah
(H. Husni Madani) untuk minta maaf karena tidak bisa hadir dalam pesta
pernikahan anaknya. Lho, kenapa? Inilah yang ajaib. Ternyata kiai tersebut
mengaku tidak bisa hadir karena kedatangan Ra Lilur ke rumahnya. Padahal 300
kiai yang diundang menyaksikan bahwa Ra Lilur sedang pentas main drama.
"Saya
heran, lha wong pada malam itu bersama saya, tapi ternyata ada seorang kiai
yang mengatakan Ra Lilur sedang bertamu ke rumahnya," kata Husni.
Kejadian serupa juga terjadi pada salah seorang
kerabat Husni di Jakarta. Itu terjadi saat acara haul KH. Amin Imron. Pada
acara tersebut, tiba-tiba Ra Lilur datang dan mengikuti acara tersebut. Kontan
saja tuan rumah keheranan melihat kehadiran kiai yang jarang muncul di depan
publik itu.
Tak hanya itu, Ra Lilur juga bertanya kepada tuan
rumah soal foto dirinya yang dipajang didalam kamar. "Mana foto saya yang dipajang di dalam kamar," sergah Ra
Lilur seperti ditirukan Husni. Padahal, sebelumnya Ra Lilur tidak pernah sowan
ke rumah kerabat Husni itu. Yang mengherankan Husni, karena ketika Ra Lilur
dikabarkan ada di Jakarta menghadiri acara haul itu, sebenarnya kiai aneh itu
berada di ndalem (sebutan rumah kiai) di Desa Banjar Galis. Ini berarti,
lagi-lagi Ra Lilur berada di dua tempat dalam waktu bersamaan.
Naik Kendaraan Keliling Surabaya
Tanpa Bensin
Keanehan yang ditunjukkan oleh Ra Lilur memang seolah
tak pernah habis. Orang-orang yang pernah menyaksikan langsung perilaku Ra
Lilur selalu dibuat geleng-geleng kepala.
Maklum, banyak peristiwa tak masuk akal, namun terjadi
secara nyata. Suatu ketika, Ra Lilur memanggil ajudan kepercayaannya, H. Husni
Madani. Saat cicit Syaikhona Kholil Bangkalan itu minta agar Husni menemaninya
jalan-jalan di Surabaya. Permintaan itu langsung diiyakan.
Berikutnya, Ra Lilur minta agar ajudannya menyewa
sebuah mobil berikut sopirnya. Setelah rampung, keduanya berangkat ke Surabaya.
Anehnya, ketika sang sopir hendak mengisi bensin, Ra Lilur melarang. "Sudah tak usah isi bensin,"
kata Ra Lilur.
Karena tahu siapa Ra Lilur sebenarnya, sang sopir
langsung tancap gas menyeberangi Selat Madura. Ia melesat ke Surabaya. Di kota
pahlawan ini sehari penuh kendaraan yang ditumpangi Ra Lilur melaju. Tapi uniknya,
tak sedikitpun jarum spido penunjuk bensin turun.
"Sepanjang
jalan saya terus mengawasi jarum penunjuk bensin. Tapi bensinnya tetap penuh.
Saya jadi heran, lha wong bensin tidak diisi sama sekali, tapi tidak
habis," tutur Husni
heran.
Uniknya lagi, ketika kembali ke Desa Banjar Galis,
Bangkalan Madura, tangki bensin tetap tidak berubah alias full tang. "Kalau dipikir, bahan bakar kendaraan
itu siapa yang ngisi ya," kata ajudan kepercayaan kiai jadab ini.
Kejadian seperti itu sering disaksikan Husni. Pernah
suatu ketika Ra Lilur mengajak Husni keliling Kabupaten Bangkalan. Saat itu, Ra
Lilur menyewa sebuah mobil pick up. Sang sopir diminta untuk menuruti
permintaannya.
Seperti halnya kejadian yang lalu, ketika sang sopir
hendak mengisi bahan bakar, Ra Lilur melarang. Lagi-lagi orang yang mengikuti
perjalanan kiai kasaf ini terheran-heran. Karena sejak berangkat hingga pulang
bensinnya tetap pada posisi awal.
Gara-gara Bicara Kasar, Sial, Lantas
Meninggal
Ini merupakan peringatan keras kepada siapa saja yang
melakukan tindakan konyol dengan berkata kasar dan membohongi Ra Lilur. Kalau
hal tersebut dilakukan, bisa-bisa naas peristiwa yang dialami seorang sopir
pick up.
Ajudan Ra Lilur, H. Husni mengatakan, sopir itu
diketahui meninggal setelah mengalami sakit yang berkepanjangan. Kabar itupun
terkuak setelah sopir lain menceritakan nasib yang menimpa temannya. Kisah
tersebut berawal ketika Husni bersama Ra Lilur melakukan perjalanan dari
Kecamatan Sepuluh menuju Desa Banjar Galis Bangkalan Madura. Di tengah
perjalanan, motor yang ditumpangi macet karena mengalami kerusakan pada bagian
mesin.
Karena tak bisa memperbaiki, Husni memutuskan untuk
beristirahat seraya menunggu tumpangan untuk Ra Lilur. Beruntung, setelah
beberapa menit beristirahat, ada sebuah mobil pick up melintas di sebuah jalan
desa. Ra Lilur kemudian meminta agar ajudannya menyetop mobil itu untuk ikut.
Namun setelah dicegat, sang sopir berkata kalau mobilnya tidak dibuat angkutan.
"Lok muwak (tidak mau muat,
red)," kata sang sopir dengan kasar.
Karena ditolak, Husni kembali istirahat sembari
menunggu tumpangan yang lain. Ternyata setelah beberapa meter dari tempat
istirahat, mobil yang dicegatnya tadi mengangkut beberapa karung kedondong
milik pedagang. Setelah kejadian itu, Husni tidak pernah berpikir apa yang akan
terjadi pada sang sopir di balik kata-kata kasar dan bohong yang diucapkan
kepada seorang kiai jadab itu.
Beberapa bulan berikutnya, Ra Lilur berniat untuk
melakukan perjalanan keliling kota Bangkalan. Seperti biasa, kiai kasaf ini
memerintahkan ajudannya untuk mencari mobil tumpangan.
Tapi anehnya, sebelum diperintah mencari mobil, Ra
Lilur berpesan agar memilih mobil pick up deretan ketiga dari belakang. "Karena itu perintah kiai, saya tidak
bisa menolaknya," tuturnya.
Perjalananpun dilakukan, setelah sampai di daerah
pesisir barat Kecamatan Socah, Bangkalan, Ra Lilur berhenti. Ia langsung
melakukan perjalanan ke tengah laut. "Saya
tidak tahu kemana kiai berjalan. Tapi beliau terus berjalan hingga tidak
kelihatan," kata Husni.
Ditengah penantian tersebut, Husni ngobrol dengan
sopir pick up yang menjadi pilihan Ra Lilur. Ternyata, sang sopir bercerita
panjang lebar soal peristiwa yang pernah dialami temannya yang juga sopir pick
up itu. Dikatakan, setelah sopir pertama menolak permintaan Ra Lilur dengan
kata-kata kasar dan bohong, dia terus mengalami banyak peristiwa sial.
Mula-mula hasil uang dari nyopir itu selalu habis hanya untuk membayar biaya
tilang polisi.
Berikutnya, dia terus mengalami sakit yang tak kunjung
sembuh hingga akhirnya meninggal. "Mantuan
(paman haji, red), sopir pertama yang pegang mobil ini meninggal setelah
menolak permintaan kiai," kata sopir itu lirih.
Mendengar penjelasan itu, Husni teringat peristiwa
yang pernah dialaminya. Ternyata, Ra Lilur memilih mobil pick up pada deret
ketiga itu merupakan tebusan dari penolakan sopir yang pernah berkata kasar
itu. Karena sopir yang berkata kasar itu dulu juga menyopir mobil yang sekarang
dipakai itu.
Inilah Isi Surat Ra Lilur kepada
HARIAN BANGSA
Ra Lilur akhirnya berkirim surat kepada HARIAN BANGSA.
Meski cicit Syaikhona Kholil itu tak pernah membaca koran, namun ia tahu betul
isi berita HARIAN BANGSA yang menulis keunikan dirinya.
Surat itu dititipkan kepada seseorang kemudian
diberikan kepada Taufiqurrahman, wartawan HARIAN BANGSA di Bangkalan. Surat itu
sangat sederhana, namun isinya cukup mengena dan mendalam. Hanya satu lembar,
tapi diketik dengan mesin ketik manual. Selain berisi saran juga disertai
kaidah-kaidah agama dalam bentuk huruf Arab.
Surat ini penting dimuat karena tulisan tentang Ra
Lilur mendapat sambutan luar biasa dari pembaca. Bahkan ada pembaca yang
menelepon kepada redaksi HARIAN BANGSA menanyakan, apakah koran ini sudah
seijin Ra Lilur ketika menulis kiai jadab yang suka berendam di tengah laut
itu.
"Karena
surat kabar BANGSA tertanggal 4 Agustus 2001 halaman 6, dengan judul
"Tiba-tiba Berpakaian Serba Merah" memuat pengungkapan nama saya
dikategorikan yang berlebihan.
Maka perlu
saya membuat uraian (bukan sanggahan) untuk menjaga tetap baiknya i'tikad orang
awam. Ini sebagian yang tertera di surat kabar itu kolom I tanggal 4 bulan
Agustus tahun 2001 halaman 6:
"Ra
Lilur tampaknya memang sudah mencapai tingkat kasyaf dst... dst..."," tulis Ra Lilur mengawali suratnya.
Yang menarik, surat Ra Lilur minta agar tak
menafsirkan terlalu jauh tentang perilaku manusia. Ia minta agar perilaku
manusia dipandang dari segi dhahiriyahnya saja, tak usah ditafsirkan macam-macam.
"Inilah
uraian saya: Martabat manusia tak akan melebihi Nabi. Tak akan luas pengaruh
manusia individu kecuali manusia yang berkedudukan resmi dan berkarya resmi
pula. Pengumandangan agama Islam adalah Dhohiriyah, pandanglah manusia dan
perilakunya dengan apa yang terpandang tak usah mengungkit-ungkit apa yang
tersirat cukup dengan yang tersurat," tulis Ra Lilur lebih lanjut.
Ra Lilur kemudian menulis, "Selain niat dan syarat-syarat dan rukun Ibadah serta muamalat
hanyalah dhahiriyah. Sebab itu maka tak layak bagi manusia mengungkap-ungkap
batiniyah seperti watak, dan jiwa yang bergairah buruk. Kecuali orang
teranugerah padahal itu.
Ra Lilur kemudian mengutip kaidah bahasa Arab yang
artinya, "Dan manusia hanya
diperintah mengikuti kaidah-kaidah agama, makanya tak usah
isyarat-isyaratan."
Ra Lilur juga mengetengahkan kaidah yang ditulis dalam bahasa Arab. Kaidah itu ia beri arti sebagai berikut:
Ra Lilur juga mengetengahkan kaidah yang ditulis dalam bahasa Arab. Kaidah itu ia beri arti sebagai berikut:
"Dan
Nabi sendiri tak suka terlalu diagung-agungkan seperti tersebut."
Ra Lilur juga kembali menulis dengan bahasa Arab yang
artinya: "Pandanglah manusia dan
muammalah dengan dhahiriyah, kalau dukun itu dengan batiniyah maka itu hal
dukun sendiri."
Sumber
Artikel: Media Harian Bangsa
Izin Share dan Berbagi ya__ mampir juga ke Blog ane ya
BalasHapusSilakan dengan senang hati, monggo dishare, dicopas, ditag terserah antum… syukron jaziilan
BalasHapusSami ugi, matur suwun ingkang kathah