Dibalik Diterimanya Doa oleh Allah Ta’ala

Written By MuslimMN on Minggu, 23 Desember 2012 | 20.50



Dibalik Diterimanya Doa oleh Allah Ta’ala



Allah Ta’ala berfirman: ادعوني أستجب لكم  yang artinya “Berdoalah padaKu (Allah) maka Aku (Allah) akan menerima kalian”.

Firman Allah tersebut merupakan dasar atau dalil perintah kepada kita untuk berdoa kepada Allah. Lalu apakah doa yang kita panjatkan itu pasti diterima oleh Allah?

Doa kita diterima atau tidak itu hak Allah, tapi kita wajib untuk berdoa kepada Allah. Selanjutnya, yang namanya menerima itu belum tentu mengijabahi. Kita berdoa pasti diterima, akan tetapi belum tentu diijabahi oleh Allah. Tidak semua diberikan atau diijabahi oleh Allah, dan Allah tidak mengijabahi doa itu termasuk bentuk kasih sayang atau rahmat Allah kepada hambaNya.

Doa pun dalam astajib lakum itu tetap ada syara’nya, sehingga tidak semua doa diijabahi, contohnya kita berdoa menjadi Nabi, itu tidak akan diijabahi.

Doa itu ada yang diterima, tapi untuk memenuhi gudang akhirat, ibaratnya kita menabung, sehingga tidak diijabahi di dunia, ada juga doa yang diijabahi di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala itu mengabulkan doa melalui proses syar’an. Seperti begini, Muhammad diangkat menjadi Nabi pada umur 25, lalu umur 40 baru diangkat menjadi Rasul, umur 51 tahun baru diberi perintah shalat melalui isra’ mi’raj, dan ahkamul wudlu’ baru diajarkan di Madinah. Di sini, Nabi Muhammad saja masih diberi proses, tidak langsung.

Kalau kita berdoa lalu Allah tidak mengijabahi doa kita, kita harus bersyukur, berterima kasih pada Allah, karena bisa jadi, Allah tidak mengijabahi doa kita itu karena kita belum siap menerima doa kita diijabahi oleh Allah, karena ada beberapa hal yang kita belum kuat.

Doa, amalan-amalan, hizib, puasa, melek, dan lain-lain itu untuk membersihkan hati dan menyucikan jiwa (tashfiyatul quluub wa tazkiyatun nafs), sehingga ada godaan di dalamnya, yaitu selalu terjadi perang batin, contoh: ada orang yang ngaji ke salah satu kiai yang terkenal ke’alimannya lalu orang tersebut timbul dalam hatinya rasa bangga karena bisa dekat dan ngaji kepada sang kiai sehingga merendahkan orang lain, kalau sudah begitu, itu sebenarnya bala’ atau musibah bagi sang kiai tersebut.

Walhasil, kita harus bersyukur karena kita disayang oleh Allah Ta’ala dengan tidak diberi secara langsung, namun bertahap, karena kalau diberi langsung kita bisa nggeblag karena tidak kuat. Wallahu a’lam


Disarikan dari pengajian Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pada 26 Ramadlan 1433 H di kediaman Beliau, Kota Pekalongan.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template