Dibalik
Diterimanya Doa oleh Allah Ta’ala
Allah
Ta’ala berfirman: ادعوني أستجب
لكم yang artinya “Berdoalah padaKu
(Allah) maka Aku (Allah) akan menerima kalian”.
Firman
Allah tersebut merupakan dasar atau dalil perintah kepada kita untuk berdoa
kepada Allah. Lalu apakah doa yang kita panjatkan itu pasti diterima oleh
Allah?
Doa kita
diterima atau tidak itu hak Allah, tapi kita wajib untuk berdoa kepada Allah.
Selanjutnya, yang namanya menerima itu belum tentu mengijabahi. Kita berdoa
pasti diterima, akan tetapi belum tentu diijabahi oleh Allah. Tidak semua
diberikan atau diijabahi oleh Allah, dan Allah tidak mengijabahi doa itu
termasuk bentuk kasih sayang atau rahmat Allah kepada hambaNya.
Doa pun
dalam astajib lakum itu tetap ada
syara’nya, sehingga tidak semua doa diijabahi, contohnya kita berdoa menjadi Nabi,
itu tidak akan diijabahi.
Doa itu
ada yang diterima, tapi untuk memenuhi gudang akhirat, ibaratnya kita menabung,
sehingga tidak diijabahi di dunia, ada juga doa yang diijabahi di dunia dan
akhirat.
Allah
Ta’ala itu mengabulkan doa melalui proses syar’an. Seperti begini, Muhammad
diangkat menjadi Nabi pada umur 25, lalu umur 40 baru diangkat menjadi Rasul,
umur 51 tahun baru diberi perintah shalat melalui isra’ mi’raj, dan ahkamul
wudlu’ baru diajarkan di Madinah. Di sini, Nabi Muhammad saja masih diberi
proses, tidak langsung.
Kalau kita
berdoa lalu Allah tidak mengijabahi doa kita, kita harus bersyukur, berterima
kasih pada Allah, karena bisa jadi, Allah tidak mengijabahi doa kita itu karena
kita belum siap menerima doa kita diijabahi oleh Allah, karena ada beberapa hal
yang kita belum kuat.
Doa,
amalan-amalan, hizib, puasa, melek, dan lain-lain itu untuk membersihkan hati
dan menyucikan jiwa (tashfiyatul quluub
wa tazkiyatun nafs), sehingga ada godaan di dalamnya, yaitu selalu terjadi
perang batin, contoh: ada orang yang ngaji ke salah satu kiai yang terkenal
ke’alimannya lalu orang tersebut timbul dalam hatinya rasa bangga karena bisa
dekat dan ngaji kepada sang kiai sehingga merendahkan orang lain, kalau sudah
begitu, itu sebenarnya bala’ atau musibah bagi sang kiai tersebut.
Walhasil, kita harus bersyukur
karena kita disayang oleh Allah Ta’ala dengan tidak diberi secara langsung,
namun bertahap, karena kalau diberi langsung kita bisa nggeblag karena tidak kuat. Wallahu
a’lam
Disarikan dari pengajian
Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pada 26 Ramadlan 1433 H di kediaman
Beliau, Kota Pekalongan.
0 komentar:
Posting Komentar