BAB
9; MENGAMBIL KEBERKAHAN ATAS JIMAT ATAU TULISAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN
Pernyataan
Abdullah bin Baz bahwa Memakai Jimat atau Tulisan Ayat-ayat Al-Quran untuk
Mengambil Keberkahannya adalah Syirik:
Sebagaimana
wajibnya merealisasikan tauhid serta memenuhi syarat-syarat kalimat “Laa
illaaha illa Allah” kita juga mesti takut dan berhati-hati
terhadap segala bentuk syirik, pintu-pintu dan tempat-tampat
masuknya, baik itu yang kecil maupun yang besar. Karena
sesungguhnya sebesar-besar kedzaliman adalah syirik. Allah Ta’ala mau
mengampuni semua dosa hambaNya, kecuali (dosa) syirik. Dan barangsiapa
yang terjerumus ke dalamnya, Allah haramkan baginya surga dan tempat
kembalinya adalah neraka. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendakiNya.” (QS. an-Nisaa ayat 48).
Dan
berikut di bawah ini akan kita kemukakan beberapa hal yang bertentangan
atau dapat merusak tauhid, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama,
agar anda berhati-hati terhadapnya:
1. Memakai
penangkal dengan tujuan menolak bala atau menghilangkannya, seperti
kalung dan benang, baik yang terbuat dari kuningan, tembaga, besi
ataupun kulit. Perbuatan seperti ini syirik.
2. Mantera-mantera
bid’ah dan j imat-jimat. Mantera-mantera bid’ah ialah yang mengandung
rumus-rumus dan kata-kata yang tidak dapat dipahami meminta bantuan jin
untuk mengenai penyakit atau melepaskan sihir (guna-guna). Atau
memakai jimat-jimat, yaitu yang biasa dipakaikan kepada manusia atau
hewan berupa benang atau ikatan, baik yang bertuliskan ungkapan
(do’a) bid’ah yang tidak terdapat dalam al-Quran dan sunnah, maupun
(doa-doa) yang terdapat dalam keduanya menurut pendapat yang
shahih karena hal ini dapat menjadi sarana menuju perbuatan syirik. Rasulullah
Saw. bersabda: “Sesungguhnya jampi-jampian, jimat-jimat dan pelet
(guna-guna) adalah syirik.“ (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Dan termasuk
dalam hal ini adalah meletakkan mushaf (al-Quran) atau menggantungkan
kertas, sekeping tembaga atau besi yang bertulisan Lafdzul
Jalalah (nama Allah) atau ayat kursi di dalam mobil, dengan keyakinan
bahwa (tindakan) itu dapat menjaganya dari segala yang tidak diinginkan,
seperti penyakit ‘Ain (yang disebabkan oleh pandangan jahat) dan
seumpamanya. Demikian juga halnya, meletakkan sesuatu berbentuk
telapak tangan atau lukisan, yang di dalamnya terdapat gambar mata
dengan keyakinan bahwa ini juga dapat mencegah penyakit ‘Ain. Rasulullah
Saw. bersabda: ”Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (jimat)
dia akan diserahkan (urusannya) kepada jimat tersebut.” (HR.
Ahmad, Tirmidziy dan al-Hakim).
Tanggapan
Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengenai Memakai Jimat atau Tulisan Ayat-ayat
Al-Quran untuk Mengambil Keberkahannya adalah Syirik:
Banyak
orang yang keliru memahami makna hakikat tabarruk dengan Nabi Muhammad
Saw., peninggalan-peninggalannya, ahlul baitnya dan para
pewarisnya yakni para ulama, para kyai dan para wali. Karena
hakekat yang belum mereka pahami, mereka berani menilai kafir (sesat)
atau musyrik terhadap mereka yang bertabarruk pada Nabi Saw. atau
ulama. Sebagaimana firman Allah Swt.: “Berkatalah Nabi mereka
pada mereka, bahwa bukti bahwa ia diberi kekuasaan adalah peti
yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhan kalian, dan
bekas-bekas peninggalan keluarga Musa (As.) dan keluarga Harun
(As.) yang dibawakan oleh malaikat, sungguh pada hal itu terdapat
tanda-tanda jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Baqarah
ayat 248).
Maka
azimat (ruqyat) dengan huruf arab merupakan hal yang diperbolehkan,
selama itu tidak menduakan Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan
bahwa azimat dengan tulisan ayat atau doa disebutkan pada kitab
Faidh al-Qadir juz 3 halaman 192, dan Tafsir Imam Qurthubiy juz 10
halaman 316-317, dan masih banyak lagi penjelasan para muhadditsin mengenai
diperbolehkannya hal tersebut, karena itu semata-mata adalah
bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat-ayat al-Qur’an.
Mengenai
benda-benda keramat, maka ini perlu penjelasan yang sejelas-jelasnya,
bahwa benda-benda keramat itu tak bisa membawa manfaat atau
mudharat, namun mungkin saja digunakan tabarrukan (mengambil berkah)
dari pemiliknya dahulu, misalnya ia seorang yang shalih, maka
sebagaimana diriwayatkan:
·
Setelah
Rasul Saw. wafat maka Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. menjadikan
baju beliau Saw. sebagai pengobatan, bila ada yang sakit maka ia
mencelupkan baju Rasul Saw. itu di air, lalu air itu diminumkan pada
orang yang sakit. (Shahih Muslim hadits no. 2069).
·
Diriwayatkan
ketika Rasul Saw. baru saja mendapat hadiah selendang pakaian bagus dari
seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain yang segera memintanya
selagi pakaian itu dipakai oleh Rasul Saw., maka riuhlah para sahabat
lainnya menegur si peminta, maka sahabat itu berkata: “Aku memintanya
karena mengharapkan keberkahannya ketika dipakai oleh
Nabi Saw. dan kuinginkan untuk kafanku nanti.” (Shahih
Bukhari hadits no. 5689). Demikian cintanya para sahabat pada Nabinya
Saw., sampai kain kafan pun mereka ingin yang bekas sentuhan
tubuh Nabi Muhammad Saw.
·
Riwayat
lain ketika dikatakan pada Ubaidah Ra. bahwa kami memiliki rambut Rasul
Saw., maka ia berkata: “Kalau aku memiliki sehelai rambut
beliau Saw., maka itu lebih berharga bagiku dari dunia
dan segala isinya.” (Shahih Bukhari hadits no. 168). Demikianlah
mulianya sehelai rambut Nabi Saw. di mata sahabat, lebih agung dari
dunia dan segala isinya.
·
Diriwayatkan
ketika Anas bin Malik Ra. Dalam detik-detik sakaratul maut ia yang
memang telah menyimpan sebuah botol berisi keringat Rasul Saw.
dan beberapa helai rambut Rasul Saw., maka ketika ia hampir wafat ia
berwasiat agar botol itu disertakan bersamanya dalam kafan dan hanutnya
(Shahih Bukhari hadits no. 5925).
Dan
berikut di bawah ini akan kita kemukakan beberapa hal yang bertentangan
atau dapat merusak tauhid, sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama,
agar anda berhati-hati terhadapnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw.: “Keberkahan
adalah pada orang orang tua dan ulama kalian.” (Shahih Ibn
Hibban hadits no. 559). Telah dibuktikan pula secara ilmiah oleh salah
seorang Professor Jepang, bahwa air itu berubah wujud bentuknya
dengan hanya diucapkan padanya kalimat-kalimat tertentu, bila ucapan itu
berupa cinta, terimakasih dan ucapan-ucapan indah lainnya maka
air itu berubah wujudnya menjadi semakin indah, bila diperdengarkan
ucapan cacian dan buruk maka air itu berubah menjadi buruk wujud
bentuknya. Dan bila dituliskan padanya tulisan mulia dan indah
seperti terimakasih, syair cinta dan tulisan indah lainnya maka ia
menjadi semakin indah wujudnya, bila dituliskan padanya ucapan caci-maki
dan ucapan buruk lainnya maka ia berubah buruk wujudnya, kesimpulannya
bahwa air itu berubah dengan perubahan emosi orang yang di
dekatnya, apakah berupa tulisan dan perkataan.
0 komentar:
Posting Komentar