BAB
5; TABARRUK
Pernyataan
Abdullah Bin Baz bahwa Perbuatan Tabarruk (Mengambil Keberkahan dari Bekas atau
Tubuh Shalihin) adalah Syirik:
Termasuk
yang dapat merusak tauhid, meminta berkat (tabarruk) kepada seseorang
atau mengusap-usap tubuhnya dan mengharapkan berkah daripadanya. Atau mencari
berkat di pohon-pohon, batu-batu dan lain-lain. Bahkan Ka’bah sendiri tidak
boleh mengusap-usapnya dengan tujuan mencari berkah. Umar bin Khattab Ra. ketika
mencium Hajarul Aswad pernah berkata: “Sesungguhnya aku tahu, bahwa
kamu adalah sebuah batu yang tidak dapat memberi manfa’at dan madharat.
Kalau bukan karena aku pernah melihat Rasulullah Saw. menciummu, niscaya
aku tidak akan menciummu.”
Tanggapan Al-Habib
Mundzir Al-Musawa Mengenai Tabarruk:
“Tabarruk
atau mengambil keberkahan dari bekas atau tubuh shalihin”. Banyak orang yang
keliru memahami makna hakikat tabarruk dengan Nabi Muhammad Saw., peninggalan-peninggalannya,
ahlulbaitnya dan para pewarisnya yakni para ulama, para kyai dan para wali.
Karena hakekat yang belum mereka pahami, mereka berani menilai kafir (sesat)
atau musyrik terhadap mereka yang bertabarruk pada Nabi Saw. atau ulama.
Mengenai
‘azimat (ruqyat) dengan huruf Arab merupakan suatu hal yang diperbolehkan,
selama itu tidak menduakan Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan bahwa ‘azimat
dengan tulisan ayat atau doa disebutkan pada kitab Faidh al-Qadir juz 3 halaman
192, dan Tafsir Imam Qurthubi juz 10 halaman 316-317, dan masih banyak lagi
penjelasan para muhadditsin mengenai diperbolehkannya hal tersebut, karena itu
semata mata adalah bertabarruk (mengambil berkah) dari ayat ayat al-Qur’an.
Mengenai
benda-benda keramat, maka ini perlu penjelasan yang sejelas-jelasnya, bahwa benda-benda
keramat itu tak bisa membawa manfaat atau mudharrat, namun mungkin saja digunakan
tabarrukan (mengambil berkah) dari pemiliknya dahulu, misalnya ia seorang yang shalih,
maka sebagaimana diriwayatkan:
·
Para
sahabat seakan-akan hampir saling bunuh saat berdesakan berebutan air bekas
wudhunya Rasulullah Saw. (Lihat dalam Shahih Bukhari hadits no. 186)
·
Allah
Swt. menjelaskan bahwa ketika Ya’qub As. dalam keadaan buta, lalu
dilemparkanlah ke wajahnya pakaian Yusuf As., maka ia pun melihat, sebagaimana
Allah menceritakannya dalam firmanNya: “(Berkata Yusuf As. kepada kakak-kakaknya):
“Pergilah kalian dengan bajuku ini, lalu lemparkan ke wajah ayahku, maka ia
akan sembuh dari butanya.” (QS. Yusuf ayat 93), dan juga pada ayat: “Maka
ketika datang padanya kabar gembira itu, dan dilemparkan pada
wajahnya (pakaian Yusuf As.) maka ia (Ya’qub As.) sembuh dari kebutaanya.”
(QS. Yusuf ayat 96).
Ini
merupakan dalil al-Qur’an, bahwa benda atau pakaian orang-orang shalih dapat
menjadi perantara kesembuhan dengan izin Allah tentunya, kita bertanya mengapa Allah
sebutkan ayat sedemikian jelasnya? Apa perlunya menyebutkan sorban yusuf dengan
ucapannya: “Pergilah kalian dengan bajuku ini, lalu lemparkan ke
wajah ayahku, maka ia akan sembuh dari butanya.”? Untuk apa
disebutkan masalah baju yang dilemparkan ke wajah ayahnya? Yaitu agar kita
memahami bahwa Allah Swt. memuliakan benda-benda yang pernah bersentuhan dengan
tubuh hamba-hambaNya yang shalih. Kita akan lihat dalil-dalil lainnya:
·
Setelah
Rasul Saw. wafat maka Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. menjadikan baju
beliau Saw. sebagai pengobatan. Bila ada yang sakit maka ia mencelupkan baju
Rasul Saw. itu di air lalu air itu diminumkan pada orang yang sakit. (Lihat
dalam Shahih Muslim hadits no. 2069).
·
Rasul
Saw. sendiri menjadikan air liur orang mukmin sebagai berkah untuk pengobatan, sebagaimana
sabda beliau: “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur
sebagian dari kami, sembuhkanlah yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan
kami.” (Shahih Bukhari hadits no. 5413). Ucapan beliau Saw.: “Demi
air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa air liur orang mukmin dapat
menyembuhkan penyakit, dengan izin Allah Swt. tentunya, sebagaimana dokter pun dapat
menyembuhkan, namun dengan izin Allah pula tentunya. Hadits ini menjelaskan bahwa
Rasul Saw. bertabarruk dengan air liur mukminin bahkan tanah bumi, menunjukkan bahwa
pada hakikatnya seluruh alam ini membawa keberkahan dari Allah Swt.
·
Seorang
sahabat meminta Rasul Saw. shalat di rumahnya agar kemudian ia akan menjadikan bekas
tempat shalat beliau Saw. itu mushalla di rumahnya, maka Rasul Saw. datang ke
rumah orang itu dan bertanya: “Di mana tempat yang kau inginkan aku shalat?.”
Demikian para sahabat bertabarruk dengan bekas tempat shalatnya Rasul Saw. hingga
dijadikan musholla. (Shahih Bukhari hadits no. 1130).
·
Nabi
Musa As. ketika akan wafat ia minta didekatkan ke wilayah suci di Palestina, menunjukkan
bahwa nabi Musa As. Ingin dimakamkan dengan mengambil berkah pada tempat suci.
(Lihat dalam Shahih Bukhari hadits no. 1274).
·
Allah
memuji Nabi Saw. dan Umar bin Khattab Ra. yang menjadikan Maqam Ibrahim As. (bukan
makamnya, tetapi tempat Ibrahim As. Berdiri dan berdoa di depan Ka’bah yang
dinamakan Maqam Ibrahim As.) sebagai tempat shalat (mushalla), sebagaimana
firmanNya: “Dan mereka menjadikan tempat berdoanya Ibrahim sebagai
tempat shalat.” (QS. Al Imran ayat 97). Maka jelaslah bahwa Allah Swt.
memuliakan tempat hamba-hambaNya berdoa, bahkan Rasul Saw. pun bertabarruk
dengan tempat berdoanya Ibrahim As. dan Allah memuji perbuatan itu.
·
Diriwayatkan
ketika Rasul Saw. baru saja mendapat hadiah selendang pakaian bagus dari
seorang wanita tua, lalu datang pula orang lain yang segera memintanya selagi
pakaian itu dipakai oleh Rasul Saw., maka riuhlah para sahabat lainnya menegur
si peminta, maka sahabat itu berkata: “Aku memintanya karena mengharapkan
keberkahannya ketika dipakai oleh Nabi Saw. dan kuinginkan untuk kafanku
nanti.” (Lihat dalam Shahih Bukhari hadits no. 5689). Demikian cintanya
para sahabat pada Nabinya Saw., sampai kain kafanpun mereka ingin yang bekas
sentuhan tubuh Nabi Muhammad Saw.
·
Sayyidina
Umar bin Khaththab Ra. ketika ia telah dihadapan sakaratul maut, yaitu sebuah
serangan pedang yang merobek perutnya dengan luka yang sangat lebar, beliau
tersungkur roboh dan mulai tersengal-sengal, beliau berkata kepada putranya
(Abdullah bin Umar R.a): "Pergilah pada Ummul Mukminin, katakan
padanya aku berkirim salam hormat padanya, dan kalau diperbolehkan
aku ingin dimakamkan di sebelah Makam Rasul Saw. dan Abubakar Ra.” Maka
ketika Ummul Mukminin telah mengizinkannya maka berkatalah Umar Ra.: "Tidak
ada yang lebih kupentingkan daripada mendapat tempat di pembaringan
itu (dimakamkan di samping makam Rasul saw.).” (Lihat dalam Shahih
Bukhari hadits no. 1328). Di hadapan Umar bin Khaththab ra Kuburan Nabi Saw. mempunyai
arti yang sangat agung, hingga kuburannya pun ingin di sebelah kuburan Nabi
Saw., bahkan ia berkata: "Tidak ada yang lebih kupentingkan daripada
mendapat tempat di pembaringan itu.”
·
Demikian
pula Abu Bakar ash-Shiddiq Ra., yang saat Rasul Saw. wafat maka ia membuka kain
penutup wajah Nabi Saw. lalu memeluknya dengan derai tangis seraya menciumi tubuh
beliau Saw. dan berkata: “Demi ayahku, dan engkau dan ibuku wahai
Rasulullah.., tiada akan Allah jadikan dua kematian atasmu, maka
kematian yang telah dituliskan Allah untukmu kini telah kau lewati.”
(Lihat dalam Shahih Bukhari hadits no. 1184 dan 4187).
·
Salim
bin Abdullah Ra. melakukan shalat sunnah di pinggir sebuah jalan, maka ketika
ditanya ia berkata bahwa: “Ayahku shalat sunnah di tempat ini, dan
ayahku berkata bahwa Rasulullah Saw. shalat di tempat ini, dan dikatakan
bahwa Ibn Umar Ra. pun melakukannya.” (Shahih Bukhari hadits no. 469).
Demikianlah keadaan para sahabat Rasul Saw., bagi mereka tempat-tempat yang
pernah disentuh oleh tubuh Muhammad Saw. tetap mulia walau telah diinjak ribuan
kaki, mereka mencari keberkahan dengan shalat pula di tempat itu, demikian
pengagungan mereka terhadap sang Nabi Saw.
·
Dalam
riwayat lainnnya dikatakan kepada Abu Muslim: “Wahai Abu Muslim, kulihat
engkau selalu memaksakan shalat di tempat itu?”, maka Abu Muslim Ra. Berkata:
”Kulihat Rasul Saw. shalat di tempat ini.” (Shahih Bukhari hadits no. 480).
·
Sebagaimana
riwayat Sa’ib Ra.: "Aku diajak oleh bibiku kepada Rasul Saw., seraya
berkata: “Wahai Rasulullah, keponakanku sakit.” Maka Rasul Saw. mengusap
kepalaku dan mendoakan keberkahan padaku, lalu beliau berwudhu, lalu
aku meminum air dari bekas wudhu beliau, lalu aku berdiri di belakang
beliau dan kulihat Tanda Kenabian beliau Saw." (Shahih Muslim
hadits no. 2345).
·
Riwayat
lain ketika dikatakan pada Ubaidah Ra. bahwa kami memiliki rambut Rasul Saw., maka
ia berkata: “Kalau aku memiliki sehelai rambut beliau Saw., maka itu
lebih berharga bagiku dari dunia dan segala isinya.” (Shahih Bukhari
hadits no. 168). Demikianlah mulianya sehelai rambut Nabi Saw. di mata
sahabat, lebih agung dari dunia dan segala isinya.
·
Diriwayatkan
oleh Abi Jahiifah dari ayahnya bahwa: “Para sahabat berebutan air bekas
wudhu Rasul Saw. dan mengusap-usapkannya ke wajah dan kedua tangan mereka, dan
mereka yang tak mendapatkannya maka mereka mengusap dari basahan tubuh sahabat
lainnya yang sudah terkena bekas air wudhu Rasul Saw. lalu mengusapkan ke wajah
dan tangan mereka.” (Shahih Bukhari hadits no. 369 & 5521 dan Shahih Muslim hadits no. 503 dengan riwayat yang
banyak).
·
Diriwayatkan
ketika Anas bin Malik Ra. Dalam detik-detik sakaratul maut ia yang memang telah
menyimpan sebuah botol berisi keringat Rasul Saw. dan beberapa helai rambut
Rasul Saw., maka ketika ia hampir wafat ia berwasiat agar botol itu disertakan
bersamanya dalam kafan dan hanutnya. (Shahih Bukhari hadits no. 5925).
Tampaknya
kalau mereka ini hidup di zaman sekarang, tentulah para sahabat ini sudah dikatakan
musyrik, tentu Abu Bakar sudah dikatakan musyrik karena menangisi dan memeluk
tubuh Rasul Saw. dan berbicara pada jenazah beliau Saw. Tentunya Umar bin Khaththab
sudah dikatakan musyrik karena di sakaratul maut bukan ingat Allah malah ingat
kuburan Nabi Saw. Tentunya para sahabat sudah dikatakan musyrik dan halal
darahnya, karena mengkultuskan Nabi Muhammad Saw. dan menganggapnya Tuhan sembahan
hingga berebutan air bekas wudhunya, mirip dengan kaum Nasrani yang berebutan
air Pastor!
Nah,
kita boleh menimbang diri kita, apakah kita sejalan dengan sahabat atau kita
sejalan dengan generasi yang tertipu dengan pemahaman yang salah. Wahai
saudaraku, jangan alergi dengan kalimat syirik, syirik itu adalah bagi orang
yang berkeyakinan ada Tuhan lain selain Allah, atau ada yang lebih kuat dari
Allah, atau meyakini ada Tuhan yang sama dengan Allah Swt. Inilah makna syirik.
Sebagaimana sabda Nabi Saw.: “Keberkahan adalah pada orang-orang tua
dan ulama kalian.” (Shahih Ibn Hibban hadits no. 559).
Dikatakan
oleh seorang ulama al-Hafidz al-Imam Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthiy menanggapi
hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa: “Rasul Saw. membaca mu’awwidzatain
lalu meniupkannya ke kedua telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke
sekujur tubuh yang dapat disentuhnya, hal itu adalah tabarruk dengan
nafas dan air liur yang telah dilewati bacaan al-Qur’an, sebagaimana
tulisan dzikir-dzikir yang ditulis di bejana (untuk obat).” (al-Jami’ ash-Shaghir
Imam as-Suyuthiy juz 1 halaman 84 hadits no.104).
Telah
dibuktikan pula secara ilmiah oleh salah seorang Profesor Jepang (Dr. Masaru
Emoto) bahwa air itu berubah wujud bentuknya dengan hanya diucapkan padanya
kalimat-kalimat tertentu, bila ucapan itu berupa cinta, terimakasih dan ucapan-ucapan
indah lainnya maka air itu berubah wujudnya menjadi semakin indah, bila diperdengarkan
ucapan cacian dan buruk maka air itu berubah menjadi buruk wujud bentuknya, dan
bila dituliskan padanya tulisan mulia dan indah seperti terimakasih, syair
cinta dan tulisan indah lainnya maka ia menjadi semakin indah wujudnya, bila
dituliskan padanya ucapan cacimaki dan ucapan buruk lainnya maka ia berubah buruk
wujudnya.
Kesimpulannya
bahwa air itu berubah dengan perubahan emosi orang yang di dekatnya, apakah berupa
tulisan dan perkataan. Keajaiban alamiah yang baru diketahui masa kini,
sedangkan Rasul Saw. dan para sahabat telah memahaminya, mereka bertabarruk
dengan air yang menyentuh tubuh Rasul Saw., mereka bertabarruk dengan air doa
yang didoakan oleh Rasul Saw., maka hanya mereka kaum muslimin yang rendah
pemahamannya dalam syariah inilah yang masih terus menentangnya padahal telah
dibuktikan secara ilmiah, menunjukkan pemahaman mereka itulah yang jumud dan
terbelakang.
0 komentar:
Posting Komentar