BAB
1; ISTIGHATSAH
Pernyataan
Abdullah bin Baz Bahwa Istighatsah itu Syirik:
Dan
di dalam Shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa sesungguhnya Nabi
Saw. Ditanya: “Dosa apakah yang paling besar?”, beliau Saw. Menjawab:
“(Dosa yang paling besar) ialah kamu menjadikan (Tuhan) tandingan
bagi Allah, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.”
Maka
setiap orang yang menyeru selain Allah atau beristighatsah, bernadzar,
menyembelih dan memberikan sesuatu dari jenis ibadah kepada selain
Allah berarti ia telah menjadikannya sebagai tandingan bagi Allah, baik
ia seorang nabi, wali, malaikat, jin, berhala maupun makhluk-makhluk lainnya.
Adapun
meminta tolong kepada seseorang yang masih hidup serta hadir untuk
melakukan sesuatu yang dalam batas kemampuannya, tidaklah termasuk perbuatan
syirik. Akan tetapi itu merupakan hal-hal biasa yang boleh dilakukan
sesama kaum muslimin. Sebagaimana yang diabadikan Allah dalam
kisah Nabi Musa: “Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan
kepadanya untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya.” (QS.
al-Qashash ayat 15). Dan dalam ayat lain tentang Musa, Allah berfirman:
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut
menunggu-nunggu dengan khawatir.” (QS. al-Qashash ayat 21).
Atau
sebagaimana seseorang meminta bantuan teman-temannya dalam peperangan
atau dalam situasi-situasi sulit lainnya, dimana sebagian orang membutuhkan
bantuan sebagian yang lain. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan NabiNya
untuk memaklumkan kepada umat manusia bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan
untuk memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan mudharat. Allah Swt.
berfirman: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya menyembah
Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya”.
Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu
kemudharatan pun kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan.” (QS.
al-Jin ayat 20-21).
Dan
dalam surat al-A’raf, Allah berfirman: “Katakanlah: “Aku tidak
berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya
aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku
tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-A’raf ayat 188). Dan
banyak lagi ayat-ayat yang semakna dengannya.
Nabi
Saw tidak berdoa kecuali kepada Tuhannya dan tidak meminta pertolongan
melainkan kepadaNya. Ketika perang Badr, beliau (Saw.) memohon
bantuan (istighatsah) dan pertolongan untuk mengalahkan musuhnya kepada
Allah Swt. tidak henti-hentinya beliau (Saw.) memohon dan bermunajat
kepada Allah seraya berkata: “Wahai Tuhanku! Tunaikanlah apa yang
telah Engkau janjikan kepadaku!”. Sampai-sampai Abu
Bakar ash-Shiddiq merasa belas kasihan kepadanya dan berkata:
“Cukuplah sudah, wahai Rasulullah Engkau bermunajat kepada
Tuhanmu. Sesungguhnya Allah pasti akan menepati janjiNya
kepadamu.” Lalu Allah menurunkan firmanNya: “(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu
diperkenankanNya bagimu. Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut. Dan
Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan
sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya.
Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Anfal ayat 9-10).
Di
dalam ayat-ayat ini, Allah mengingatkan mereka saat mereka memohon
bantuan kepadaNya. Kemudian Allah mengabarkan bahwa Dia telah mengabulkan
permintaan mereka dengan mengirim bala bantuan malaikat-malaikat. Kemudian
Dia menjelaskan bahwa kemenangan yang mereka raih itu bukan karena
bantuan malaikat itu, akan tetapi hanya sekedar untuk menentramkan hati
mereka dengan kemenangan itu datangnya dari sisi Allah.
Dan
di dalam surat Ali Imran, Allah Swt. berfirman: “Sungguh Allah telah
menolong kamu dalam peperangan Badr, padahal kamu adalah (ketika
itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertawakkal kepada
Allah, supaya kamu mensyukuriNya” (QS. al-Anfal ayat 123).
Dalam
ayat ini, Allah menjelaskan bahwa Dialah Sang Penolong mereka pada hari
peperangan Badr. Dengan demikian, diketahui bahwa apa yang diberikanNya kepada
mereka berupa keselamatan, kekuatan dan bala bantuan malaikat, semua itu
hanyalah sebagai sebab (sarana yang diberikan Allah) untuk mendapatkan
kemenangan, kegembiraan dan ketentraman. Dan pada hakikatnya kemenangan itu
bukan karena sebab-sebab itu, akan tetapi berasal dari Allah semata.
Oleh
sebab itu, bagaimana mungkin penulis wanita ini dan selainnya menunjukkan
permohonan bantuan dan pertolongan kepada Nabi Saw. Dan berpaling dari Tuhan
semesta alam, Yang Maha Memiliki dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu? Tidak
diragukan lagi, ini adalah kebodohan yang nista bahkan merupakan syirik besar.
Tanggapan
Al-Habib Mundzir Al-Musawa Tentang Istigasah:
Istighatsah
adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya. Untuk sebagian
kelompok muslimin hal ini langsung divonis syirik, namun vonis mereka itu
hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariah Islam.
Pada
hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya adalah hal
yang diperbolehkan selama ia seorang muslim, mukmin, shalih dan diyakini
mempunyai manzilah di sisi Allah Swt. tak pula terikat ia masih hidup atau
telah wafat. Karena bila seseorang mengatakan ada perbedaan dalam kehidupan dan
kematian atas manfaat dan mudharat maka justru dirisaukan ia dalam kemusyrikan
yang nyata, karena seluruh manfaat dan mudharrat berasal dari Allah Swt. Maka
kehidupan dan kematian tak bisa membuat batas dari manfaat dan mudharat kecuali
dengan izin Allah Swt.
Ketika
seseorang berkata bahwa orang mati tak bisa memberi manfaat, dan orang hidup
bisa memberi manfaat, maka ia dirisaukan telah jatuh dalam kekufuran karena
menganggap kehidupan adalah sumber manfaat dan kematian adalah mustahilnya
manfaat, padahal manfaat dan mudharat itu dari Allah, dan kekuasaan Allah tidak
bisa dibatasi dengan kehidupan atau kematian.
Sama
saja ketika seorang berkata bahwa hanya dokterlah yang bisa menyembuhkan dan
tak mungkin kesembuhan datang dari selain dokter. Maka ia telah membatasi
kodrat Allah Swt. untuk memberikan kesembuhan, yang bisa saja lewat dokter,
namun tidak mustahil dari petani atau bahkan sembuh dengan sendirinya.
Terkadang
kita tak menyadari bahwa kita lebih banyak mengambil manfaat dalam kehidupan
ini dari mereka yang telah mati daripada yang masih hidup. Sungguh peradaban
manusia, tuntunan ibadah, tuntunan kehidupan, modernisasi dan lain sebagainya,
kesemua para pelopornya telah wafat, dan kita masih terus mengambil manfaat
dari mereka, muslim dan non muslim. Seperti teori Einstein dan teori-teori
lainnya, kita masih mengambil manfaat dari yang mati hingga kini, dari ilmu
mereka, dari kekuatan mereka, dari jabatan mereka, dari perjuangan mereka.
Cuma
bedanya kalau mereka ini kita ambil manfaatnya berupa ilmunya. Namun para
shalihin, para wali dan muqarrabin kita mengambil manfaat dari imannya dan amal
shalihnya, dan ketaatannya kepada Allah.
Rasul
Saw. memperbolehkan Istighatsah, sebagaimana hadits beliau Saw.: “Sungguh
matahari mendekat di hari kiamat hingga keringat sampai setengah
telinga, dan sementara mereka dalam keadaan itu mereka beristighatsah
(memanggil nama untuk minta tolong) kepada Adam, lalu mereka
beristighatsah kepada Musa, Isa, dan kesemuanya tak mampu berbuat
apa-apa, lalu mereka beristighatsah kepada Muhammad Saw.” (Shahih
Bukhari hadits no.1405), juga banyak terdapat hadits serupa pada Shahih Muslim
yaitu diantaranya hadits no.194, Shahih Bukhari hadits no.3162, 3182, 4435 dan
banyak lagi hadist-hadits shahih yang Rasul Saw. menunjukkan ummat manusia
beristighatsah pada para Nabi dan Rasul.
Bahkan
dalam riwayat Shahih Bukhari dijelaskan bahwa mereka berkata pada Adam: “Wahai
Adam, sungguh engkau adalah ayah dari semua manusia.. “ dst..
dst...” Dan Adam As. Berkata: “Diriku..diriku.., pergilah pada selainku..,”
hingga akhirnya mereka beristighatsah memanggil-manggil Muhammad Saw. dan Nabi
Saw. sendiri yang menceritakan ini dan menunjukkan beliau tak mengharamkan
Istighatsah. Maka hadits ini jelas-jelas merupakan rujukan bagi istighatsah,
bahwa Rasul Saw. Menceritakan bahwa orang-orang beristighatsah kepada manusia,
dan Rasul Saw. tidak mengatakannya syirik. Namun jelaslah istighatsah di hari
kiamat ternyata hanya untuk Sayyidina Muhammad Saw.
Demikian
pula diriwayatkan bahwa di hadapan Ibn Abbas Ra. ada seorang yang keram
kakinya, lalu berkata Ibn Abbas Ra: “Sebutkanlah nama orang yang paling kau
cintai!”. Maka berkata orang itu dengan suara keras:
“Muhammad..!”, maka dalam sekejap hilanglah sakit keramnya.” (Diriwayatkan
oleh Imam Hakim, Ibn Sunniy, dan diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dengan
sanad hasan) dan riwayat ini pun diriwayatkan oleh Imam an-Nawawi dalam
kitab al-Adzkar. Jelaslah sudah bahwa riwayat ini justru bukan mengatakan
musyrik pada orang yang memanggil nama seseorang saat dalam keadaan
tersulitkan, justru Ibn Abbas Ra. yang mengajari hal ini.
Kita
bisa melihat kejadian Tsunami di Aceh beberapa tahun yang silam, bagaimana air
laut yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300 km dan kekuatannya ratusan
juta ton. Mereka tak menyentuh masjid tua dan makam-makam shalihin, hingga
mereka yang lari ke makam shalihin selamat. Inilah bukti bahwa istighatsah
dikehendaki oleh Allah Swt. karena kalau tidak lalu mengapa Allah jadikan di
makam-makam shalihin itu terdapat benteng yang tak terlihat membentengi air bah
itu, yang itu sebagai isyarat Ilahi bahwa demikianlah Allah memuliakan tubuh
yang taat pada Nya Swt. tubuh-tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan benteng
untuk mereka yang hidup, tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber
rahmat dan perlindunganNya kepada mereka-mereka yang berlindung dan lari ke
makam mereka.
Kesimpulannya: Mereka yang
lari berlindung pada hamba-hamba Allah yang shalih, mereka selamat, mereka yang
lari ke masjid-masjid tua yang mana merupakan bekas tempat sujudnya orang-orang
shalih maka mereka selamat. Mereka yang lari dengan mobilnya justru tidak
selamat, mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat.
Pertanyaannya
adalah: Kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara perlindunganNya? Kenapa bukan
orang yang hidup? Kenapa bukan gunung? Kenapa bukan perumahan? Jawabannya bahwa
Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin. Walillahittaufiq.
0 komentar:
Posting Komentar