Islam di China Sejarah Panjang Islam di Negeri China
Oleh : Zulfa Jamalie (Pengurus Lembaga Kajian Islam, Sejarah, dan Budaya
Pengantar
Beberapa hari belakangan, perhatian dunia tersedot ke China. Masalahnya tidak lain ada akibat terjadinya kerusuhan yang berakhir pada penangkapan dan banyaknya Muslim Uyghur yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Walau demikian, tulisan ini tidak hendak menyoroti secara langsung apa, mengapa dan bagaimana terjadinya peristiwa di daerah Muslim Uyghur tersebut. Tulisan ini hanya menelaah bagaimana Islam mulai bertapak di China dan memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan peradaban China masa depan. Oleh itu, marginalisasi dan (‘pembantaian’) terhadap Muslim China yang minoritas tentu tidak sepatutnya untuk dilakukan oleh Pemerintah China dengan dalih atau alasan yang tidak berdasar. Karenanya, kita berharap masalah Muslim Uyghur segera berakhir dengan baik.
Islam dan China
Dalam konteks Islam, apabila disebutkan kata ‘China’, saya yakin ingatan kita akan disampaikan pada hadits Nabi Saw yang mengatakan tentang ‘Shin’ atau China.
Menurut riwayat, Nabi Saw pernah meminta kepada para sahabat untuk pergi ke China. Di samping untuk berdakwah, beliau juga meminta kepada para sahabat untuk menuntut ilmu pengetahuan dan belajar empat hal kepada orang China pada masa itu. “Tuntutlah ilmu walau pun sampai ke negeri China” (Al-Hadits).
Pertama, belajar cara membuat kertas. Orang China dikenal sebagai bangsa yang pertama kali menemukan kertas dengan kualitas yang baik. Sementara pada masa Nabi Saw, para sahabat dan para penulis masih menggunakan daun pelepah kurma atau kulit domba untuk menulis.
Kedua, belajar membuat kain sutera. Walaupun dalam Islam kain sutera diharamkan untuk dijadikan pakaian bagi laki-laki, tetapi kain sutera bisa dipergunakan untuk yang lainnya. Sebab, kain sutera selain memiliki mutu yang tinggi, juga mempunyai ketahanan yang luar biasa (awet).
Ketiga, belajar cara membuat bahan ledakan (mercon). Orang China juga dikenal sebagai bangsa yang pertama kali menemukan bahan peledak atau mercon yang menjadi dasar untuk pembuatan senjata perang, yang bisa digunakan untuk mengalahkan atau menakut-nakuti musuh, seperti senapan, bom, dan seterusnya.
Keempat, belajar membuat tembikar atau keramik. Konon, orang Arab dulu menyimpan air di dalam bekas tembikar, akibatnya air tidak bisa bertahan lama dan bisa berubah menjadi racun. Sehingga dengan menguasai secara baik teknik pembuatan tembikar atau keramik, air dapat disimpan dengan baik pula. Keterampilan membuat tembikar dengan teknik yang tinggi sudah lama dikuasai oleh bangsa China, itulah sebabnya, barang-barang dari keramik atau porselin buatan China berbentuk guci, piring, cangkir, dan barang sejenis lainnya sangat terkenal di seluruh dunia, terlebih di Indonesia.
Ada sejumlah pendapat berbeda yang menyatakan tentang kedatangan Islam di China.
Pendapat pertama menyatakan bahwa misi dakwah Islam sudah sampai ke China pada masa Nabi Muhammad Saw, di mana Nabi Saw telah mengutus beberapa orang sahabat untuk berdakwah ke China, di antaranya Sa’ad bin Abdul Qais, Qais bin Hudhafah, Urwah bin Abi Uththan, dan Abu Qais bin al-Harith.
Pendapat lain menyatakan Islam sampai di China dibawa oleh Abu Hamzah bin Hamzah bin Abdul Mutthalib (yang merupakan saudara sepupu Nabi Saw) beserta rombongan yang berjumlah 3000 orang. Abu Hamzah diperkirakan sampai ke China pada masa pemerintahan Kaisar Thai Sung yang memerintah tahun 627-655 M, diterima dengan baik menetap di sebuah kawasan yang bernama San Gan Foo.
Ada lagi pendapat yang menyatakan Islam sampai di China di bawa oleh Sa’ad bin Lubayd dan tiba di Canton pada tahun 630 M, kemudian mendakwahkan Islam di daerah Chuan Chow dan Chang Chow.
Pendapat terkuat dan sepakat para ahli menyatakan bahwa bahwa Islam masuk ke China pada awal abad pertama Hijriyah (abad ke-7 M), tepatnya pada tahun 618 M, yakni pada masa pemerintahan Dinasti Tang (618-907 M). Pendapat ini menyatakan pula bahwa Islam masuk ke China di bawa oleh sahabat yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas dengan rombongannya yang berjumlah 15 orang.
Islam sendiri masuk ke China melalui dua jalur utama. Jalur darat disebut dengan jalur Sutera dan jalur laut melalui pelayaran yang disebut dengan jalur Lada.
Daerah-daerah di sepanjang jalur Sutera yang dilalui oleh misi dakwah mendapat pengaruh yang kuat dan bahkan kebanyakan penduduknya beragama Islam. Daerah seperti Xinjiang, Qinghai, Gansu, dan Ninxia yang terdiri dari berbagai suku, seperti suku Hui, Uyghur, Kazak, Dongxiang, Kirhiz, Salar, Tajik, Uzbek, Bao’an, dan Tatar dikenal sebagai wilayah dan suku pemeluk agama Islam di China. Bahkan daerah Xianjiang yang disebut pula dengan Turkistan Timur pernah dikuasai dan berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani.
Kemudian daerah utama penyebaran Islam melalui jalur Lada adalah Guangzhou, termasuk pula daerah Yunnan yang merupakan tempat kelahiran tokoh Islam China terkenal masa dulu, yakni Laksamana Cheng Ho. Kota pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam dari jalur Lada ini adalah kota Canton yang terletak di wilayah Selatan China. Kota ini kemudian menjadi pusat perdagangan paling penting dan pusat penyebaran Islam ke negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini kita bisa kaji salah satu pendapat yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia salah satunya berasal atau disebarkan oleh mubaligh China.
Sejarah panjang Islam di China mengalami pasang surut perkembangan, mulai dari masa kekaisaran hingga pada masa pemerintahan berideologi komunis sekarang ini. Namun demikian ─walau China tidak pernah diperintah oleh Kerajaan Islam─ kehadiran Islam sejak ribuan tahun yang lalu tetap eksis dan survive hingga sekarang. Diperkirakan jumlah umat Islam yang ada di China sekarang ini mencapai 136 juta orang lebih, dari kurang lebih 1.3 milyar jumlah penduduk. Sedangkan masjid yang ada di negara China, tercatat tidak kurang dari 42.000 buah jumlahnya dan sebagiannya telah berumur ratusan tahun. Di antara masjid-masjid tua tersebut, yang hingga sekarang masih kokoh berdiri dan menjalankan fungsinya dengan baik sebagai pusat peribadatan dan kegiatan sosial umat adalah Masjid Nujie, yang didirikan pada tahun 996 M, terletak di kota Beijing. Kemudian, Masjid Huajue Lance (Huaishengsi) yang terletak di kota Xian, Barat Laut China, yang didirikan pada tahun 742 M pada masa pemerintahan Dinasti Tianbao
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Islam di China lebih tua umurnya dibanding di Indonesia. Diperkirakan Islam di China telah berumur 1400 tahun lebih. Karena itu, Islam sebenarnya merupakan salah satu agama nenek moyang bagi orang-orang China.
Islam China dan Banjarmasin
Lalu, bagaimana dengan hubungan dan perkembangan orang-orang China Muslim dengan Banjarmasin?
Hubungan antara orang Banjar dan China terentang dalam kurun waktu yang cukup panjang mulai zaman dahulu hingga sekarang. Secara historis Banjarmasin-China memiliki hubungan geneologis yang kuat. Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa nenek moyang atau penghuni pertama Tanah Borneo adalah orang-orang China yang berasal dari daerah Yunnan Selatan yang telah berimigrasi ke Borneo, Sumatera, dan beberapa daerah lainnya di Indonesia. Setelah mengalami interaksi dan pembauran dengan berbagai etnis mereka ini kemudian menurunkan suku Dayak dan Banjar sebagai kelompok utama orang-orang Kalimantan.
Konsep-konsep yang berhubungan dengan China tertanam kuat pada kehidupan dan budaya masyarakat Banjar. Misalnya konsep dan mitos tentang Naga (perahu naga, sungai dan lok naga, pelangi sebagai jembatan naga), pintu gerbang naga balimbur, budaya air, ukiran, dan lain-lain.
Produk dan barang-barang yang berasal dari China, seperti guci, piring melamin, ukiran, senjata, yang diproduksi pada zaman Dinasti Ming, Tang, atau Yuan dan sebagainya, juga sangat populer dan sudah dikenal oleh masyarakat Banjar sejak ratusan tahun yang silam dan menjadi primadona, karena mengindikasikan ketinggian status sosial-ekonomi pemiliknya.
Kemudian, ada beberapa tokoh China yang terekam dalam sejarah Banjar. Pada masa kerajaan Islam Banjar, putri seorang China yang bergelar Kapten Kodok, yakni Tuan Go Hwat Nio telah diperistri oleh ulama besar Kalimantan, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, dan menurunkan banyak keturunan yang juga menjadi ulama besar. Ini menunjukan hubungan yang harmonis antara orang Banjar dan China.
Walau demikian, boleh dikata bahwa jumlah China Muslim Banjar hingga sekarang masih sedikit (sebagian di antaranya berstatus sebagai muallaf) dibanding China non Muslim. Usaha dakwah yang dilakukan tampaknya kurang optimal disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti, adanya gap psikologis, sosiologis, dan ekonomi antara Banjar-China. Gap psikologis terjadi karena adanya anggapan bahwa orang-orang China sulit berintegrasi dengan orang Banjar, baik karena sikap mereka yang agak tertutup maupun karena menganggap rendah orang Banjar dari segi ekonomi, dan perasaan akan status sosial yang lebih tinggi. Tidak atau belum adanya forum dan media (dalam konteks agama, budaya, kemasyarakatan, ataupun ekonomi) yang dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi efektif integrasi antara Banjar-China, sehingga kesenjangan psikologis, sosiologis dan kultural yang terjadi terasa sulit untuk dijembatani.
Karena itu, kehadiran organisasi China Muslim semacam Pembina Iman Tauhid Islam (PITI), yang aktif bergerak di bidang dakwah Islam dan sosial pada komunitas China, seyogianya dan diharapkan bisa menjembatani kesenjangan tersebut dalam rangka dakwah Islam. Paling tidak, untuk itu perlu dilakukan bagaimana caranya agar komunitas China yang semula tertutup dan kurang berbaur dengan masyarakat Banjar bisa membuka diri dengan saling menjalin hubungan atau komunikasi intensif melalui berbagai media, baik melalui kegiatan budaya, organisasi, sosial-kemasyarakatan, dan pembangunan.
Membaca China berarti membaca peradaban masa silam dan keterkaitannya yang harmoni dengan Islam.
Home »
Sejarah Umum
» Islam di China Sejarah Panjang Islam di Negeri China
Islam di China Sejarah Panjang Islam di Negeri China
Written By MuslimMN on Minggu, 03 April 2011 | 21.19
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar