SEPUTAR HAUL DAN NYATUSI
Peringatan hari wafat (haul) sebenarnya sudah ada semenjak masa Nabi. Dalam sebuah hadits disebutkan,
عن الواقدي قال كان النبي r يزورُ الشهدآء بأُحُدٍ في كل حولٍ وإذا بلغ الشَّعْبَ رَفَعَ صَوْتَه فيقولُ سلامٌ عليكم بما صبرْتم فنعم عُقْبَى الدارِ (الرعد : 24 ) ثم أبو بكر t كلَّ حولٍ يفعل مِثْلَ ذلك ثم عمرُ بن خطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهما (أخرجه البيهقي)
Nabi SAW menziarahi para syuhada’ yang telah gugur dimedan perang Uhud setiap haul (setahun sekali). Ketika sampai di tanah Sya’b, beliau mengeraskan suaranya dan mengucapkan “Salâmun ‘alaikum……” keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka Alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Aktivitas semacam ini juga dilakukan oleh Abu Bakar. Demikian juga Umar dan Utsman. (HR al-Baihaqy). [1]
Menanggapi hadits di atas, Sayyid Ja’far al-Barzanjy dalam Manâqib Sayyid as-Syuhadâ` <span>H</span>amzah mengatakan,
وهذا يَصْلُحُ أن يكونَ دليلا لِعَملِ أهلِ المدينة بالزيارةِ الْحَمْزَوِيَّةِ الرَّجَبِيَّةِ التي سَنَّهَا بعضُ آل الجُنَيْدِ الْمَشْرَعِي لِمَنَامٍ رَأَى فيه السَيِّدَ يَأْمُرُهُ بِذَلِكَ
(Hadits) ini tepat sebagai dasar orang-orang Madinah yang melakukan ziarah <span>h</span>amzawiyah ar-rajabiyah (ziarah ke makam Sayyidina Hamzah tiap bulan Rajab) yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh al-Junaid al-Masyra’iy karena ia pernah bermimpi bertemu dengan Sayyidina Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut. [2]
Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa haul bukanlah hal baru. Bahkan haul pernah dicontohkan oleh Rasulullah sendiri. Apalagi di masa sekarang, acara haul biasanya dibarengi dengan pengajian-pengajian, membaca al-Quran dan sebagainya yang semua itu adalah bentuk-bentuk ibadah.
Adapun peringatan seratus hari kematian (nyatusi) sebenanrnya hanyalah tradisi yang tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan agama. Artinya, peringatan tersebut tidak dapat dikatakan masyrû’ atau sunnat sebagaiaman tidak dapat disebut bertentangan dengan agama karena yang dilarang adalah meyakini sesuatu yang sebenarnya bukan ketentuan agama sebagai bagian dari ketentuan agama (I’tiqâd masyrû’iyah syai` laisa bi masyrû’). Jadi, peringatan seratus hari kematian secara hukum agama diperbolehkan dan tidak bermasalah. Bahkan apabila diisi dengan kegiatan-kegiatan positif semisal mendoakan mayit, membaca al-Quran, bershalawat, membaca tahlil, bershadaqah, memulyakan tamu, mau’idhah hasanah malah akan mendapat pahala. Disamping peringatan nyatusi dapat membuat kita selalu ingat dengan kematian, sesuai dengan yang dianjurkan agama. Yang perlu dipertegas, pahala tersebut dikarenakan melakukan malan-amalan positif tadi, bukan karena melakukannya di hari ke seratus dari kematian. Bukankah makan juga akan mendapat pahala bila diniati sebagai bekal beribadah ?
[1] Jalâl ad-Dîn as-Suyûthy, Syar<span>h</span> as-Shudûr, hal.92
[2] KH.A.Aziz Masyhuri, Permasalahan Thariqah, (Surabaya : Khalista), cet. Ke-1, Februari 2006, hal. 32.
Home »
AQIDAH DAN AMALAN AHLUSSUNNAH WALJAMA'AH
» SEPUTAR HAUL DAN NYATUSI
SEPUTAR HAUL DAN NYATUSI
Written By MuslimMN on Minggu, 13 Februari 2011 | 18.16
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar