Home » , , , , » Kiai Hasyim Asy'ari Memburu Guru Khalid, Kiai Alim nan Tawadhu' dari Gondangdia Jakarta

Kiai Hasyim Asy'ari Memburu Guru Khalid, Kiai Alim nan Tawadhu' dari Gondangdia Jakarta

Written By MuslimMN on Rabu, 21 Oktober 2015 | 20.24


Dulu sewaktu KH. Hasyim Asy'ari dari Jombang ke Jakarta dan menanyakan nama Tuan Guru Khalid, di hadapan para para kiai beliau utarakan keinginannya untuk menemuinya. Dan menurut KH. Hasyim Asy'ari karena ketawadhu'annya Guru Khalid sangat enggan untuk ditemui oleh banyak orang.

Akhirnya salah seorang kiai yang bernama KH. Ali Hamidi dari Matraman angkat bicara dan bertanya pada Kiai Hasyim: "Maaf Pak Kiai, apa sudah pernah bertemu dengan Guru Khalid?"

"Belum, akan tetapi rasa ingin bertemu padanya sangat ingin." Jawab Kiai Hasyim.

Dan KH. Ali Hamidi menyatakan pada Kiai Hasyim bahwa dirinya akan mempertemukan dengan Guru Khalid. "Biasanya Guru Khalid setiap Minggu pagi hadir di pengajiannya Habib Ali al-Habsyi Kwitang," jelas Kiai Ali Hamidi.

Dengan penuh semangat Kiai Hasyim berkata: "Baiknya kita Minggu hadir juga di pengajiannya Habib Ali Kwitang. Dan saya juga berniat akan hadir di dalam pengajian tersebut bila ada di Jakarta."

Lalu tibalah saatnya di hari Minggu KH. Ali Hamidi beserta KH. Hasyim Asy'ari dan rombongannya datang ke Majelisnya Habib Ali Kwitang. Sesampainya di sana Kiai Hasyim bertanya kepada Kiai Ali Hamidi: "Apa Guru Khalidnya juga hadir?"

"Ada, Kiai. Tadi saya lihat tukang sado yang mengantar Tuan Guru Khalid ada, berarti beliau sudah hadir."

Di saat memasuki majelis, semua jamaah serempak berdiri dan ada seorang lelaki tua menyalami Kiai Hasyim Asy'ari dengan tersenyum. Melihat orang tua yang menyalami Kiai Hasyim adalah Guru Khalid, Kiai Ali Hamidi tertunduk dan terdiam.

Sesampainya di dalam majelis rombongan disambut oleh Habib Ali Kwitang. KH. Hasyim Asy'ari pun dipeluk oleh Habib Ali al-Habsyi seraya menyampaikan salam Guru Khalid untuk KH. Hasyim Asy'ari bahwa tadi sudah menemui Kiai Hasyim.

Mendengar itu lalu Kiai Hasyim bertanya kepada Kiai Ali Hamidi: "Kiai, tadi Habib bilang Guru Khalid sudah bertemu dengan saya?"

Dengan tegas Kiai Ali Hamidi menjawab: "Benar Pak Kiai, tadi yang pertama kali menyalami Kiai beliaulah orangnya."

Lalu Habib Ali berkata: "Insya Allah hashil maqshud, qabul..."

Sekilas Mengenal KH. Ahmad Khalid (1874-1946)

KH. Ahmad Khalid, seorang ulama terkemuka asal Gondangdia Jakarta yang lebih dikenal dengan panggilan Guru Khalid. Nama lengkapnya adalah Ahmad Khalid, anak “orang biasa” yang bukan ulama, berasal dari Bogor dan menikah dengan orang Gondangdia. Diantara anggota keluarga Kholid, hanya dialah yang menjadi ulama terkenal. Nama aslinya adalah KH. Mumammad Khalid bin H. Na'idi. Beliau mempunyai istri bernama Hj. Mamnun binti H. Jam'an.

Guru Khalid adalah salah satu dari enam guru utama di Betawi, selain lima guru lainnya yaitu Guru Marzuki, Guru Mughni, Guru Mansyur, Guru Madjid dan Guru Mahmud. Tidak ada referensi mengenai guru-guru mengajinya yang paling awal, tetapi ia diketahui bermukim dan belajar di tanah suci Mekkah selama 11 tahun.

Guru-gurunya di tanah suci antara lain Syaikh Mukhtar Atharid al-Bogori dan Syaikh Umar Bajunaid. Khalid nampaknya sangat mengagumi gurunya, khususnya Mukhtar Atharid, sehingga ketika salah seorang muridnya yang bernama Ya'qub dilihatnya tidak mencapai kemajuan dalam belajar, ia berujar: “Qub lu bebel amat, lu naik haji, ngaji ama Guru Mukhtar di Makkah” (Qub, kamu bodoh sekali, kamu naik haji, mengaji kepada Guru Mukhtar di Makkah). Nasihat itu dituruti dan kelak, Ya'qub yang asal Kebon Sirih itu menjadi ulama terpandang.

Di kalangan ulama Betawi, Guru Khalid dikenal sebagai ahli hadits dan tasawuf. Ia tidak suka banyak bicara dan kalau mengajar ia selalu menghadap kiblat, sementara muridnya duduk membuat lingkaran. Begitu selesai “ta’lim” ia langsung meninggalkan murid-muridnya tanpa basa-basi lagi.

Ia juga dikenal keras terhadap rokok dan mendengar radio. Jika dalam suatu acara Guru Khalid akan diundang, maka bagi mereka yang ingin merokok diusahakan sebelum kedatangannya. Dan ketika datang seluruh asbak rokok sudah harus hilang dari pandangan mata. Demikian pula, ia tidak akan pernah mau masuk rumah yang terdengar di dalamnya terdengar suara radio. Ia juga sangat berhati-hati dalam memberikan fatwa, apalagi menyangkut penentuan masjid untuk shalat Jum’at.

Dalam mencetak ulama, Guru Khalid termasuk berhasil, kendati tidak ada keturunannya yang melanjutkan jejak sang ulama sebagai juru dakwah. Diantara hasil didikannya ialah KH. Yahya Suhaimi yang diangkat mantu oleh Guru Khalid dan sempat meneruskan kegiatan ta’lim sang Guru di mushalla peninggalannya. Menantunya yang lain, Hasan Abdussalam, sebenarnya berbakat pula menjadi juru dakwah, tetapi ia rupanya lebih cenderung menjadi pedagang daripada menjadi kiai.

Muridnya yang lain yang menonjol adaalah Guru Ya’qub dari Kebon Sirih, Guru Ilyas dari Cikini, Guru Najib dari Tanah Abang, Guru Rahab Citayem, KH. Ma’mun Abdul Karim dari Rawabelong, Muallim Thabrani Paseban, KH. Mukhtar Siddik dari Kemayoran, KH. Abdurrrahman dari Bojonggede, KH. Kahmatullah Shidiq dan KH. Syafi’i Hadzami dari Kebayoran Lama.

Ketika wafat di tahun 1946 dalam usia 72 tahun, Guru Khalid dikuburkan di Tanah Abang, di lokasi yang sekarang menjadi rumah susun Perumnas. Sesudah terjadi sedikit pertikaian di antara anggota masyarakat, akhirnya jenazah Guru Khalid dipindah ke pekuburan Karet. (muslimedianews.com).

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template