Home » , , » BIOGRAFI IMAM AS-SUYUTHI

BIOGRAFI IMAM AS-SUYUTHI

Written By MuslimMN on Rabu, 07 Oktober 2015 | 10.44


Al-Asyuthi atau disebut juga as-Suyuthi, penisbatan pada Imam Suyuthi adalah daerah dimana ayahnya pindah. Ayahnya menyebut daerahnya as-Suyuth sedangkan kebanyakan orang lain menyebutnya al-Asyuthi. Dalam komentar Imam Suyuthi sendiri pada muqaddimah kitab al-Itqan fi ‘Ulum al-Quran: "Keduanya benar, bahkan dalam ilmu lughat (bahasa Arab) disebutkan 5 kata yang berbeda, 3 lainnya yaitu Usyuth, Asyuth, dan Suyuth.

Kelahiran Imam As-Suyuthi

Kelahiran Imam Suyuthi tergolong unik. Jika Imam Syafi’i terlahir setelah 4 tahun dalam kandungan sang ibu, sedangkan Imam Suyuthi terlahir di antara tumpukan kitab-kitab. Dikatakan bahwa: "Laqab (julukan) Imam Suyuthi adalah “Jalaluddin”, diambil dari nama ayahnya, juga dilaqabi dengan Ibn al-Kutub (anaknya kitab). Az-Zarkali mengatakan, 'Saya membaca keterangan dalam kitab al-Minah al-Badiyah halaman 5 dijelaskan bahwa Imam Suyuthi dilaqabi Ibn al-Kutub karena dulu ibunda beliau pernah meminta dicarikan kitab oleh sang suami. Ketika kitab itu sudah dibukakan, perut sang ibu merasa kesakitan dan lahirlah jabang bayi di antara tumpukan kitab." (Al-Itqan fi ‘Ulum al-Quran halaman 10).

Imam as-Suyuthi bernama lengkap Abdurrahman bin al-Kamal Abu Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin bin al-Fakhr Utsman bin Nadziruddin Muhammad bin Saifuddin Khidr bin Najmuddin Abi ash-Shalah Ayyub bin Nashiruddin Muhammad Ibn Syaikh Humamuddin al-Khudhairi al-Assuyuthi. Silsilah al-Khudhari yang dimilikinya ini merupakan silsilah keluarga di Baghdad. Nenek moyangnya (Humamuddin) termasuk pengikut ahli hakikat dan juga salah satu guru thariqah sufiyyah.

Adapun kakeknya satu tingkat sebelum Humamuddin, termasuk orang yang mempunyai kedudukan terhormat dan memimpin tampuk kepemimpinan dalam pemerintahan. Diantara nenek moyang alim agung ini ada yang menjadi kepala pemerintahan di wilayahnya masing-masing, sebagian lagi menjadi petugas pengawas harga dan penimbangan, sebagian lagi menjadi pedagang bekerja sama dengan Amir Syaihun. Dengan pendanaan sendiri dia membangunan madrasah di Asyyuth yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan masyarakat. Ada juga keluarga as-Suyuthi yang menjadi jutawan. Bisa dikatakan bahwa tidak ada satu pun dari mereka yang memperhatikan dan berkhidmat untuk kepentingan ilmu pengetahuan kecuali ayah beliau.

Silsilah al-Khudhairi yang dimiliki pengabadi turats Islam ini merupakan silsilah keluarga di Baghdad, Irak. Hal ini ia ketahui dari seseorang yang memberitahukan bahwa dia telah mendengar dari ayah as-Suyuthi tentang silisilah nenek moyangnya tersebut. Orang shaleh tersebut bercerita bahwa nenek moyang as-Suyuthi adalah orang ajam (bukan Arab) atau dari daerah belahan timur. Maka dari cerita tersebut jelaslah bahwa daerah yang dimaksudkan adalah daerah Baghdad, Irak.

As-Suyuthi lahir malam Ahad sesudah Maghrib, awal bulan Rajab tahun 849 H di Kairo. Ketika sang ayah tercinta masih hidup, as-Suyuthi kecil pernah dibawa kepada seorang Syaikh yang bernama Muhammad al-Majdzub, seorang ulama besar yang tinggal di samping makam Sayyidah Nafisah.

Imam as-Suyuthi dalam kitab Husn al-Muhadharah menyebutkan biografinya sendiri dengan berkata: “Saya dalam kitab ini mencantumkan tentang biografi pribadi sebagaimana yang telah dilakukan oleh para penulis sebelum saya. Tidak sedikit yang menulis sebuah buku kecuali dituliskan di dalam buku tersebut tentang biodata pribadi sang penulis. Sebagaimana dilakukan pula oleh Imam Abdul Ghaffar al-Farisi dalam kitabnya Târîkh Naisabur, Imam Yaqut al-Hamawi dalam kitabnya Mu'jam al-Buldan, Imam Lisanuddin Ibnu al-Khathib dalam kitabnya Tarikh Gharnathah, al-Hafidz Taqiyuddin al-Farisi dalam kitabnya Tarikh Makkah, al-Hafidz Abu al-Fadhl Ibnu Hajar dalam kitabnya Qadha Mishr, dan Abu Syammah dalam kitabnya ar-Raudhataini, dia adalah orang yang paling wara’ dan zuhud."

“Saya dilahirkan pada waktu Maghrib malam Ahad tanggal 1 bulan Rajab pada tahun 849 H/1445 M di Kairo Mesir, yakni 6 tahun sebelum ayah saya meninggal. Kemudian pada saat ayahku masih hidup, saya dibawa kepada Syaikh Muhammad al-Majdzub seorang pembesar para wali di samping Masyhad an-Nafisi, kemudian beliau mendoakan saya. Saya tumbuh dalam keadaan yatim, dan saya telah hafal al-Quran ketika berusia belum genap 8 tahun. Saya juga telah hafal kitab al-‘Umdah al-Ahkam karya Ibn Daqiq al-'Id, kitab Minhaj ath-Thalibin karya Imam an-Nawawi, kitab Minhaj al-Wushul ila 'Ilm al-Ushul karya Imam al-Baidhawi, serta kitab Alfiyah Ibnu Malik."

Al-Idrusi dalam kitabnya an-Nur as-Safir halaman 51-52 berkata: “Ayahnya meninggal pada malam Senin tanggal 5 bulan Shafar tahun 855 H. Ia mewasiatkan as-Suyuthi kepada Syaikh Kamaluddin bin al-Hammam, lantas beliau pun menjaga, mengurus serta mendidik as-Suyuthi."

Aktifitas Keilmuan Imam As-Suyuthi

Tanda-tanda kealiman beliau sudah tampak sejak umur 6 tahun. Ketika berusia kurang dari 8 tahun, beliau telah hafal al-Quran, juga kitab al-‘Umdah, Minhaj dan Alfiyah Ibnu Malik. Pada usia yang cukup muda, beliau telah mulai mengarang buku. Buku pertama yang menjadi buah karyanya adalah Syarh al-Istifadah wa al-Basmalah. Buku tersebut kemudian diperlihatkan pada gurunya, Syaikh Alamuddin al-Bulqini, dan sang guru pun bekenan menulis kata pengantar dalam kitab tersebut.

Pada awal tahun 864 H (usia 15 tahun) Imam as-Suyuthi semakin mendalami belajarnya. Ia belajar ilmu fikih dan nahwu dari beberapa guru dan belajar ilmu faraidh dari al-Allamah asy-Syaikh Syihabuddin asy-Syarimsahi. Diceritakan bahwa umur Syaikh tersebut telah melewati lebih dari seratus tahun. Dan dari Syaikh tersebut, as-Suyuthi belajar ilmu faraidh dari kitab Majmu'. Pada awal tahun 866 H ia mulai mengajar bahasa Arab. 

Kendatipun sudah mengajar dan mengarang namun aktivitas belajar masih giat ia lakukan. Sebab semakin seseorang belajar semakin merasa bodoh dan semakin tahu betapa banyak hal yang belum dan mesti diketahui. Oleh karena itu as-Suyuthi juga belajar kitab Minhaj, Syarh al-Bahjah dan Hasyiyah-nya serta Tafsir Baidhawi pada Syaikh Syarafuddin al-Munawi. Dalam bidang ilmu hadits dan ilmu tata bahasa, Imam Suyuthi berguru pada Syaikh Taqiyuddin asy-Syibli al-Hanafi selama 4 tahun. Dia juga telah memberikan kata pengantar dalam kitab Syarh Alfiyyah dan kitab Jam' al-Jawami' dalam ilmu tata bahasa Arab. Imam Suyuthi juga berguru pada Syaikh Muhyiddin al-Kafiji dan Syaikh Saifuddin al-Hanafi dalam berbagai disiplin ilmu. Belajar, mengajar dan mengarang hampir menjadi nafas guru besar ini. 

Dalam pengembaraan mencari ilmu, beliau pernah singgah di Syam, Hijaz, Yaman Hindia, Maroko dan Takrur. Ketika melaksanakan ibadah haji beliau mengharap berkah dengan minum air zam-zam dengan tujuan bisa seperti Imam Sirajuddin al-Bulqini yang alim dalam bidang fiqih dan Imam Ibnu Hajar dalam bidang hadits.

Dengan kapasitas keilmuannya, Imam Suyuthi telah menghasilkan buah karya yang sangat banyak, mencapai 600 atau lebih karangan dari berbagai fan ilmu. Beberapa karangan yang terkenal adalah bidang tafsir dan ilmu tafsir seperti Tafsir Jalalain, al-Itqan, Lubab an-Nuqul, dll. Karena itulah beliau mendapat julukan Punggawa al-Quran abad ke-8, meski ini bukan satu-satunya julukan yang disematkan beliau.

Menurut as-Sa’id Mamduh, karya Imam Suyuthi mencapai 725 kitab. Diantaranya ialah al-Itqan fi 'Ulum al-Quran, ad-Dur al-Mantsur fi at-Tafsir bi al-Ma’tsur, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, Mufahhamat al-Aqran fi Mubhamat al-Quran, al-Iklil fi Istinbath at-Tanzil, Takammulah Tafsir Syaikh Jalauddin al-Mahalli, Hasyiyah 'ala Tafsir al-Baidhawi, Tanasuq ad-Durar fi Tanasub as-Suwar, Syarh asy-Syathibiyyah, al-Alfiyyah fi al-Qiraat al-‘Asyr, Syarh Ibnu Majah, Tadrib ar-Rawi, ath-Thib an-Nabawi, Is’af al-Mubattha bi ar-Rijal al-Muwattha, al-'Alai Mashnu'ah fi al-Ahadits al-Maudhu'ah, an-Nakt al-Badi'at 'ala al-Maudhu'at, Syarh ash-Shudur bi Syarh Hal al-Maut wa al-Qubur, al-Budur as-Safirah 'an Umur al-Akhirah, ar-Riyadh al-‘Aniqah fi Syarh Asma' Khair al-Khalifah, al-Asybah wa an-Nadzair, Jam’ al-Jawawi', Tarjumah an-Nawawi, Diwan Syi’r, Tuhfah adz-Dzarfa' bi Asma' al-Khulafa', Tarikh Asyuth, Tarikh al-Khulafa' dan Badai' az-Zuhur fi Waqai' ad-Duhur.

Dalam penguasaan ilmu, beliau mengelompokkanya dalam beberapa kelompok. Pertama, adalah kelompok ilmu-ilmu yang paling beliau kuasai. Kedua, ilmu-ilmu yang kadar pengusaan beliau di bawah kelompok pertama. Sedang ketiga, ilmu-ilmu dengan kadar penguasaan yang di bawah kelompok kedua, begitu seterusnya.

Adapun kelompok pertama ada tujuh ilmu yaitu ilmu tafsir, hadits, fiqih, nahwu, ma’ani, bayan dan badi’. Kelompok kedua ilmu ushul fiqh, ilmu jadal dan tashrif. Kelompok ketiga ilmu insya’ tarassul dan ilmu faraidh. Kelompok keempat ilmu qira’at dan kelompok kelima ilmu kedokteran. Untuk ilmu hisab, beliau menganggap yang paling sulit dikuasai. Demikian sulitnya ilmu tersebut diibaratkan sepeti memikul gunung. Namun demikian, hal ini tidak mengurangi kapasitas keilmuan beliau karena begitu banyaknya ilmu selain ilmu hisab yang beliau kuasai. Maka sangat layak beliau mampu melaksanakan ijtihad, karena memang telah memiliki perangkat dalam berijtihad.

Karomah Imam As-Suyuthi

Syaikh Syuaib Khatib Masjid Al-Azhar bercerita, ketika Imam Suyuthi sedang sakit yang menyebabkan kemangkatannya dia datang menjenguknya. Ia mencium kakinya, lalu meminta supaya Imam Suyuthi berkenan memaafkan kesalahan orang-orang ahli fikih yang pernah menyakitinya. Dengan tenang Imam Suyuthi menjawab: "Wahai Saudaraku, sebetulnya aku telah memaafkan mereka ketika pertama kali mereka menyakitiku. Aku menampakkkan kemarahanku pada mereka, lalu aku menulis sanggahan untuk mereka. Semua itu aku lakukan supaya mereka tidak berani lagi menyakiti orang lain."

Mendengar kelapangan hati Imam Suyuthi, Syaikh Syuaib berkomentar: "Memang inilah yang sudah kuduga dari kebaikan tuanku."

Meskipun Imam Suyuthi telah memaafkan mereka, tapi masih saja ada dari mereka yang terkena bencana dari Allah Swt. sebagai pelajaran bagi diri mereka sendiri dan orang lain. Imam asy-Sya'roni pernah bercerita:

"Aku melihat salah seorang yang pernah memukul Imam Suyuthi dengan bakiyak (sandal dari kayu), walaupun sudah dicoba oleh Allah dengan kefakiran tapi dia masih sangat tamak dengan dunia. Setiap kali dia melihat orang membawa ayam, gula, madu atau beras, persis seperti orang gila dia selalu mengatakan: "Juallah barang ini padaku!" Setelah diambilnya barang tadi, seperti merampas, dia pergi bersembunyi dan tidak mau membayarnya. Setiap ditagih selalu saja ia mencari-cari alasan untuk mengulur-ulur. Sampai pemilik barang bosan untuk menagihnya. Maka si tamak ini akan memikul tanggungan yang jauh lebih besar dan berat kelak di hari kiamat. Dan ketika orang yang menyakiti Imam Suyuthi ini meninggal, tak seorangpun yang bersedia mengiringi jenazahnya. Semoga Allah memelihara kita . Amin."

Suatu ketika di siang hari, Imam Suyuthi berada di zawiyah (mushala kecil) Syaikh Abdullah al-Juyusyi di daerah al-Qarrafah. Sang alim nan sufi ini berkata pada pembantunya: "Aku ingin salat Ashar di Masjidil Haram, tapi dengan syarat kamu harus menyimpan rahasia ini sampai aku meninggal!"

Pembantunya itu pun menyanggupi. Imam Suyuthi kemudian menggandeng tangan pembantunya seraya berkata: "Pejamkan matamu."

Lalu Imam Suyuthi berlari kecil kira-kira 27 langkah. "Bukalah matamu," perintah Imam Suyuthi kemudian.

Tiba-tiba mereka sudah sampai di pintu Ma'la. Kemudian mereka ziarah ke makam Sayyidah Khadijah, Imam Fudhail bin Iyadh, Abdullah bin Uyainah, dan lain-lainnya. Setelah itu mereka masuk Masjidil Haram, tawaf, shalat dan minum zam-zam. Di sini Imam Suyuthi mengatakan: "Wahai Fulan, yang mengherankan bukanlah karena bumi dilipat sehingga kita bisa menempuh jarak ribuan mil dalam beberapa saat. Tapi yang mengherankan adalah karena orang-orang Mesir yang bermukim di sini tidak ada yang mengetahui kita."

"Baiklah, kita sudah ziarah, shalat dan tawaf. Kamu mau pulang lagi bersamaku atau menetap di sini sampai datangnya musim Haji?" Tanya Imam Suyuthi pada pembantunya.

"Aku mau bersama Tuan saja," demikian jawab pembantu itu lugu.

Lalu mereka pergi ke Ma'la, dan seperti pada keberangkatan tadi Imam Suyuthi memintanya untuk memejamkan mata. Setelah Imam Suyuthi melangkah beberapa jengkal, dan mereka membuka mata, tiba-tiba di hadapan mereka adalah zawiyah Syaikh al-Juyusyi.

Adalah Syaikh Abdul Qadir asy-Syadzili, murid Imam Suyuthi, dalam kitab Tanwir al-Hawalik Imam Suyuthi pernah mengatakan: "Aku pernah melihat Nabi Saw. dalam keadaan terjaga."

Kemudian muridnya itu bertanya: "Berapa kali Tuan melihat Nabi Saw. dalam keadaan terjaga?"

"Lebih dari 70 kali," jawab Imam Suyuthi.

Kewafatan Imam As-Suyuthi

Imam Suyuthi telah menghabiskan umurnya untuk mengajar, memberikan fatwa dan mengarang. Akan tetapi menjelang usia tuanya ia meninggalkan tugas mengajar dan berfatwa, dan lebih memilih ber-uzlah dari keramaian dunia untuk beribadah dan mengarang saja.

Imam agung ini meninggal pada usia 61 tahun 10 bulan 18 hari, yaitu pada malam Jum'at tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H. Di Khusy Qusun di luar pintu Qarafah Kairo, Mesir, jasad mulianya disemayamkan. Letaknya berdekatan dengan makam Imam Syafi’i dan Imam Waqi’ (guru Imam Syafi’i). Makamnya selalu tertutup, tidak bisa masuk ke dalam kecuali dengan menghubungi juru kunci.

Namun menurut al-Idrusi, "Imam as-Suyuthi meninggal pada waktu Ashar tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H/1505 M. Beliau dishalatkan di Masjid Jami’ al-Afariqi di ruangan bawah. Kemudian beliau dimakamkan di sebelah timur pintu al-Qarafah. Sebelum meninggal dia mengalami sakit selama 3 hari.”

Makam Imam Suyuthi hanya berjarak ± 3 km dari Universitas Al-Azhar, itu artinya hanya butuh belasan menit dengan berkendara bus, taxi atau rent car untuk menuju ke sana. Disamping juga letaknya yang sangat strategis, kurang lebih 50 meter dari Mahattah Sayyidah Aisyah. (Sya'roni As-Samfuriy, Mabes Jones Cikarang 08 Oktober 2015)
Share this article :

1 komentar:

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template