كتاب
الوحي
كُتَّابُ
الْوَحْيِ لِرَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مِنْهُمْ
فِيْ مَكَّةِ الْمُكَرَّمَةِ
:عَلِىُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ، وَعُثْمَانُ بْنُ
عَفَّانٍ، وَأَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ، وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ، وَخَالِدُ
ابْنُ سَعِيْدٍ بْنُ الْعَاصِ، وَعَامِرُ بْنُ فَهِيْرَةٍ، وَالْأَرْقَمُ بْنُ
أَبِى الْأَرْقَمِ، وَأَبُوْ سَلَمَةٍ عَبْدُ اللّٰهِ بْنُ عَبْدِ الْأَسَّدِ
الْمَخْزُوْمِىْ، وَجَعْفَرُ بْنُ أَبِى طَالِبٍ، وَحَاطِبُ بْنُ عَمْرُوْ،
وَالزُّبَيْرُ ابْنُ الْعَوَّامِ، وَطَلْحَةُ ابْنُ عُبَيْدِ اللّٰهِ، وَعَبْدُ
اللّٰهِ بْنُ أَبِىْ بَكْرٍ.
وَأُضِيْفَ
إِلَيْهِمْ فِي الْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ :أَبُوْ أَيُّوْبٍ
الْأَنْصَارِىْ، وَخَالِدُ بْنُ زَيْدٍ، وَأُبَىُّ ابْنُ كَعَبٍ، وَزَيْدُ بْنُ
ثَابِتٍ، وَعَبْدُ اللّٰهِ بْنُ رَوَاحِةٍ، وَمُعَاذُّ بْنُ جَبَلٍ، وَمُعَيْقِبُ
بْنُ أَبِىْ فَاطِمَةٍ الدُّوْسِى، وَعَبْدُاللّٰهِ بْنُ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ
أُبَىِّ بْنِ سَلُوْلٍ، وَعَبْدُاللّٰهِ بْنُ زَيْدٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ
مَسْلَمَةٍ، وَبُرَيْدَةُ بْنُ الْحُصَيْبِ، وَثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ بْنِ شَمَّاسٍ،
وَحُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ، وَحَنْظَلَةُ بْنُ الرَّبِيْعِ، وَعَبْدُاللّٰهِ
بْنُ سَعَدِ بْنِ أَبِىْ سَرَحٍ.
وَزَادَ
بَعْدَ الْحُدَيْبِيَّةِ
:أَبُوْ سُفْيَانٍ صَخْرٍ بْنُ حَرْبٍ،
وَيَزِيْدُ بْنُ أَبِىْ سُفْيَانٍ، وَمُعَاوِيَةُ بْنُ أَبِىْ سُفْيَانٍ،
وَخَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ، وَجُهَمُ بْنُ سَعَّدٍ، وَجُهَمُ بْنُ الصَّلْتِ
ابْنِ مُخْرَمَةٍ، وَالْحَصِيْنُ بْنُ النَّمِيْرِ، وَحُوَيْطِبُ بْنُ عَبْدِ
الْعُزّٰى، وَعَبْدُ اللّٰهِ بْنُ الْأَرْقِمِ، وَالْعَبَّاسُ بْنُ
عَبْدِالْمُطَّلِبِ، وَأَبَانُ بْنُ سَعِيْدِ بْنِ الْعَاصِ، وَسَعِيْدُ بْنُ
سَعِيْدِ بْنِ الْعَاصِ، وَالْمُغِيْرَةُ بْنُ شُعْبَةٍ، وَعَمْرُو بْنُ الْعَاصِ،
وَشَرْحَبِيْلُ بْنُ حَسَنَةٍ، وَالْعَلَّاءُ الْحَضْرَمِىْ.
اَلْمَرَاجِعُ: (اَلتّاَرِيْخُ
الْإِسْلَامِىُّ ـ مَحْمُوْدٌ شَاكِرٌ ص 937، و الْفُصُوْلُ فِيْ
اخْتِصَارِ
سِيْرَةِ الرَّسُوْلِ - أَبُو الْفِدَاءِ إِسْمَاعِيْلِ بْنِ كَثِيْرٍ ص 380)
44 SAHABAT PENULIS AL-QURAN
Di
Makkah al-Mukarramah:
1.
Ali bin
Abi Thalib
2.
Utsman
bin Affan
3.
Abu
Bakar ash-Shiddiq
4.
Umar bin
Khatthab
5.
Khalid
bin Said bin al-Ash
6.
Amir bin
Fahirah
7.
Arqam
bin Abi al-Arqam
8.
Abu
Salamah Abdullah bin Abdul Assad al-Makhzumi
9.
Ja’far
bin Abi Thalib
10.
Hathib
bin Amr
11.
Zubair
bin al-Awam
12.
Thalhah
bin Ubaidillah
13.
Abdullah
bin Abu Bakar.
Di Madinah al-Munawwarah:
14.
Abu
Ayyub al-Anshari
15.
Khalid
bin Zaid
16.
Ubai bin
Ka’ab
17.
Zaid bin
Tsabit
18.
Abdullah
bin Rawahah
19.
Mu’adz
bin Jabal
20.
Mu’aiqib
bin Abi Fathimah ad-Dusi
21.
Abdullah
bin Abdullah bin Ubay bin Salul
22.
Abdullah
bin Zaid
23.
Muhammad
bin Maslamah
24.
Buraidah
bin al-Hushaib
25.
Tsabit
bin Qais bin Syammas
26.
Hudzaifah
bin al-Yaman
27.
Handzalah
bin ar-Rabi’
28.
Abdullah
bin Sa’ad bin Abi Sarah.
Tambahan
Pasca Hudaibiyyah:
29.
Abu
Sufyan bin Shakhr bin Harb
30.
Yazid
bin Abi Sufyan
31.
Mu’awiyah
bin Abi Sufyan
32.
Khalid
bin al-Walid
33.
Juham
bin Sa’ad
34.
Juham
bin ash-Shalt bin Mukhramah
35.
Al-Hashin
bin an-Namir
36.
Huwaithib
bin Abdul Uzza
37.
Abdullah
bin al-Arqam
38.
Al-Abbas
bin Abdul Mutthalib
39.
Aban bin
Said bin al-Ash
40.
Said bin
Said bin al-Ash
41.
Al-Mughirah
bin Syu’bah
42.
Amr bin
al-Ash
43.
Syarhabil
bin Hasanah
44.
Al-‘Alla’
bin al-Hadhrami.
Referensi: (At-Tarikh
al-Islamiy halaman 380 dan 937 karya Syaikh Mahmud Syakir dan al-Fushul
fi Ikhtishar Sirat ar-Rasul karya Ibn Katsir).
Catatan: Dikatakan
bahwa, jumlah penulis al-Quran yang sampai di sebagian ahli sejarah hanya 26.
Kemudian berkembang di sejarawan lainnya menjadi berjumlah 42 bahkan lebih dari
56, sebagaimana yang akan dipaparkan berikut ini.
Rekaman
dan Penyusunan Al-Quran
1.
Selama Periode Mekah
Kendati diwahyukan secara lisan, al-Quran sendiri
secara konsisten menyebut sebagai kitab tertulis. Ini memberi petunjuk bahwa
wahyu tersebut tercatat dalam tulisan. Pada dasarnya ayat-ayat al-Quran
tertulis sejak awal perkembangan Islam, meski masyarakat yang baru lahir itu
masih menderita berbagai permasalahan akibat kekejaman yang dilancarkan oleh
pihak kafir Quraisy. Berikut cerita Umar bin al-Khattab sejak ia masuk Islam
yang akan kita pakai sebagai penjelasan masalah ini:
“Suatu hari Umar keluar rumah menenteng pedang
terhunus hendak melibas leher Nabi Muhammad. Beberapa sahabat sedang berkumpul
dalam sebuah rumah di bukit Shafa. Jumlah mereka sekitar empat puluhan termasuk
kaum wanita. Diantaranya adalah paman Nabi Muhammad, Hamzah, Abu Bakr, Ali, dan
juga lainnya yang tidak pergi berhijrah ke Ethiopia. Nu’aim secara tak sengaja
berpapasan dan bertanya ke mana Umar hendak pergi. “Saya hendak menghabisi
Muhammad, manusia yang telah membuat orang Quraisy khianat terhadap agama nenek
moyang dan mereka tercabik-cabik serta ia (Muhammad) mencaci-maki tata cara
kehidupan, agama dan tuhan-tuhan kami. Sekarang akan aku libas dia.”
“Engkau hanya akan menipu diri sendiri Umar,” katanya. “Jika engkau menganggap bahwa
Bani Abdu Manaf mengizinkanmu menapak di bumi ini hendak memutus nyawa
Muhammad, lebih baik pulang temui keluarga Anda dan selesaikan permasalahan
mereka.”
Umar pulang sambil bertanya-tanya apa yang telah
menimpa keluarganya. Nu’aim menjawab: “Saudara ipar, keponakan yang bernama
Sa’id serta adik perempuanmu telah mengikuti agama baru yang dibawa Nabi
Muhammad. Oleh karena itu, akan lebih baik jika Anda kembali menghubungi
mereka.”
Umar cepat-cepat memburu iparnya di rumah, tempat
Khaubah sedang membaca surat Thaha dari sepotong tulisan al-Quran. Saat mereka
dengar suara Umar, Khaubah lari masuk ke kamar kecil, sedang Fathimah mengambil
kertas kulit yang bertuliskan al-Quran dan diletakkan di bawah pahanya.” (Ibn
Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyyah juz 1 halaman 343-346).
Kemarahan Umar semakin membara begitu mendengar
saudarasaudaranya masuk Islam. Keinginan membunuh orang yang beberapa saat
sebelum itu ia tuju semakin menjadi-jadi. Masalah utama dalam cerita ini
berkaitan dengan ‘kulit kertas bertulisan al-Quran’. Menurut Ibn Abbas
ayatayat yang diturunkan di Mekah terekam dalam bentuk tulisan sejak dari
sana, seperti dapat dilihat dalam ucapan az-Zuhri. (Ibn Durais dalam Fadhail
al-Quran halaman 33 dan az-Zuhri dalam Tanzil al-Quran halaman 32).
Abdullah bin Sa’d bin Abi asSarah, seorang yang
terlibat dalam penulisan al-Quran sewaktu dalam periode ini, dituduh oleh
beberapa kalangan sebagai pemalsu ayat-ayat al-Quran (suatu tuduhan yang
seperti telah saya jelaskan sama sekali tak berdasar). Orang lain sebagai
penulis resmi adalah Khalid bin Sa’id bin al-Ash, dimana ia menjelaskan: “Saya
orang pertama yang menulis ‘Bismillahirrahmanirrahim.” (Ibn Katsir dalam al-Bidayah
wa an-Nihayah juz 5 halaman 340, Ibn Hajar dalam Fath al-Bari juz 9
halaman 22, as-Suyuthi, ad-Durr al-Mantsur juz 1 halaman 11 dan M.M.
al-A’zami dalam Kuttab an-Nabi, Edisi ke-3, Riyadh, 1401 (1981), halaman
83-89).
Al-Kattani mencatat peristiwa ini: “Sewaktu Rafi’ bin
Malik al-Anshari menghadiri Bai’at al-‘Aqabah, Nabi Muhammad menyerahkan semua
ayat-ayat yang diturunkan pada dasawarsa sebelumnya. Ketika kembali ke Madinah,
Rafi’ mengumpulkan semua anggota sukunya dan membacakan di depan mereka.”
(Al-Kattani dalam at-Taratib al-Idariyah juz 1 halaman 44).
2.
Selama Periode Madinah
Penulis Wahyu Nabi
Muhammad
Pada periode Madinah kita memiliki cukup banyak
informasi termasuk sejumlah nama, kurang lebih 65 sahabat yang ditugaskan oleh
Nabi Muhammad bertindak sebagai penulis wahyu. Sebagaimana dituliskan oleh M.M.
al-A’zami dalam Kuttab an-Nabi halaman 83-89.Mereka adalah:
1)
Abban bin Said
2)
Abu Umamah
3)
Abu Ayyub al-Anshari
4)
Abu Bakr ash-Shiddiq
5)
Abu Hudzaifah
6)
Abu Sufyan
7)
Abu Salamah
8)
Abu Abbas
9)
Ubay bin Ka’b
10)
al-Arqam
11)
Usaid bin al-Hudair
12)
Aus
13)
Buraidah
14)
Bashir
15)
Tsabit bin Qais
16)
Ja’far bin Abi Thalib
17)
Jahm bin Sa’d
18)
Suhaim
19)
Hatib
20)
Hudzaifa
21)
Husain
22)
Handzalah
23)
Huwaitib
24)
Khalid bin Said
25)
Khalid bin al-Walid
26)
Az-Zubair bin al-Awwam
27)
Zubair bin al-Arqam
28)
Abdullah bin al-Arqam
29)
Zaid bin Tsabit
30)
Sa’d bin ar-Rabi’
31)
Sa’d bin Ubadah
32)
Said bin Said
33)
Shurahbil bin Hasna
34)
Thalhah
35)
‘Amir bin Fuhaira
36)
Abbas
37)
Abdullah bin Abu Bakr
38)
Abdullah bin Rawahah
39)
Abdullah bin Zaid
40)
Abdullah bin Sa’d
41)
Abdullah bin Abdullah
42)
Abdullah bin Amr
43)
Utsman bin Affan
44)
Uqbah
45)
Al‘Alla bin Uqbah
46)
Ali bin Abi Thalib
47)
Umar bin al-Khatthab
48)
Amr bin al-Ash
49)
Muhammad bin Maslamah,
50)
Mu’adz bin Jabal
51)
Muawiyah
52)
Ma’in bin ‘Adi
53)
Mu’iaqib bin Mughirah
54)
Mundzir
55)
Muhajir
56)
Yazid bin Abi Sufyan.
Nabi Muhammad
Mendiktekan Al-Quran
Saat wahyu turun, Nabi Muhammad secara rutin memanggil
para penulis yang ditugaskan agar mencatat ayat itu. Zaid bin Tsabit
menceritakan sebagai ganti atau mewakili peranan dalam Nabi Muhammad, ia
seringkali dipanggil diberi tugas penulisan saat wahyu turun. (Abu Ubaid dalam Fadhail
halaman 280, Ibn Hajar dalam Fath al-Bari juz 9 halaman 22, Ibn Abi Daud
dalam al-Masahif halaman 3 dan al-Bukhari dalam Shahihnya bab
Fadhail al-Quran halaman 4).
Sewaktu ayat al-Jihad turun, Nabi Muhammad memanggil
Zaid bin Tsabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya. ‘Amr
bin Ummi Maktum al-A’ma duduk menanyakan kepada Nabi Muhammad: “Bagaimana
tentang saya? Karena saya sebagai orang yang buta.” Dan kemudian turun ayat
“ghair uli adh-dharar”. (Ibn Hajar dalam Fath al-Bari juz 9
halaman 22, Minhat al-Ma’bud juz 2 halaman 17, as-Suli dalam Adab
al-Kuttab halaman 165 dan al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid juz 1
halaman 52).
Tampaknya tak ada bukti pengecekan ulang setelah
mendiktekan. Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi
Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks. (Imam
Muslim dalam Shahihnya bab az-Zuhd: halaman 72 dan Ibn Daud dalam al-Masahif
halaman 4).
Tradisi Penulisan
Al-Quran di Kalangan Sahabat
Praktik yang biasa berlaku di kalangan para sahabat
tentang penulisan alQuran, menyebabkan Nabi Muhammad melarang orang-orang
menulis sesuatu darinya kecuali al-Quran: “Dan siapa yang telah menulis
sesuatu dariku selain al-Quran, maka ia harus menghapusnya.”14 Beliau ingin
agar al-Quran dan hadits tidak ditulis pada halaman kertas yang sama agar tidak
terjadi campur aduk serta kekeliruan. Sebenarnya bagi mereka yang tak dapat
menulis selalu hadir juga di masjid memegang kertas kulit dan minta orang lain
secara suka rela mau menuliskan ayat al-Quran. (Imam al-Baihaqi dalam Sunan
al-Kubra juz 6 halaman 16).
Berdasarkan kebiasaan Nabi Muhammad memanggil juru
tulis ayat-ayat yang baru turun, kita dapat menarik anggapan bahwa pada masa
kehidupan beliau seluruh al-Quran sudah tersedia dalam bentuk tulisan.
(Selengkapnya baca dalam “Sejarah Teks Al-Quran dari Wahyu Sampai
Kompilasinya” karya Prof. Dr. M.M al-A’zami).
0 komentar:
Posting Komentar