Dulu saat Syaikh
Nawawi al-Bantani masih muda, sekitar usia belasan tahun, pernah shalat di Masjid
Pekojan Jakarta Kota dekat kediaman Habib Utsman bin Yahya. Usai shalat Syaikh Nawawi
menghampiri dan berkata kepada Habib Utsman, yang waktu itu juga berada di
masjid, dengan nada lemah lembut dan penuh hormat: “Wahai Habib yang saya
hormati. Sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.”
“Ya, ada apa
anak muda?” Jawab Habib Utsman.
“Begini Habib,
masjid ini kurang ngiblat dan kurang nyerong ke sebalah kanan (ke arah utara).”
Karena Habib
Utsman adalah seorang pakar ilmu falak, beliu pun heran dan menyanggah: “Masid
ini sudah saya ukur dengan alat kompas dan berdasarkan ilmu falak.”
Kemudian Syaikh
Nawawi al-Bantani dengan sopannya menunjuk ke arah kiblat. Dan seketika itu
juga Ka’bah terlihat sangat jelas di hadapan mereka berdua. Menyaksikan itu,
Habib Utsman bin Yahya terperanjat dan kemudian langsung menubruk ingin mencium
tangan Syaikh Nawawi al-Bantani. Namun Syaikh Nawawi menarik dan menolak
tangannya untuk dicium oleh Habib Utsman bin Yahya. Dan beliau berkata: “Wahai
Habib yang mulia. Saya tidak pantas untuk dicium tangani oleh Habib. Karena,
Habib adalah orang mulia dan keturunan Rasulullah, sedangkan saya adalah orang
kampung biasa.”
Mendengar
kata-kata itu, Habib Utsman bin Yahya langsung merangkul badan Syaikh Nawawi
dan mereka saling berpelukan sambil menangis dengan bercucuran air mata.
________________
Syaikh Nawawi
al-Bantani juga termasuk salah seorang ulama pakar ilmu falak. Banyak
kitab-kitab karyanya yang menerangkan tentang ilmu falak. Hanya saja kitab yang
masuk ke Indonesia (yang saya tahu) adalah kitab Sullam al-Munajat.
Di dalam kitab Sullam
al-Munajat halaman 23-24, cetakan Darul Kutub al-Islamiyyah Kalibata-Jakarta
Selatan, Syaikh Nawawi menerangkan tentang ilmu arah kiblat beserta hukumnya.
Hanya saja untuk menghitung arah kiblat wilayah Banten, beliau menggunakan
sebagai bujur nol derajatnya adalah “Az-Zajairatul Khalidat”, bukan
Greewich. Tapi setelah saya hitung dan saya bandingkan dengan perhitungan ilmu
falak arah kiblat “Sistem Kontemporer” hasilnya tidak beda jauh alias hampir
sama. (Diedit dari tulisan KH. Thobary Syadzily al-Bantani, cucu Syaikh Nawawi
al-Bantani dan Pengasuh PP Al-Husna Tangerang).
Sya’roni As-Samfuriy, Cikarang 27 Juni 2014
0 komentar:
Posting Komentar