Berikut adalah sebuah kisah nyata yang ditulis
oleh saudara Dailami Firdaus. Beliau memiliki guru di rumahnya di Kepu
Kemayoran bernama Ust. Hadi Balahmar (untuk kemudian disingkat Ust. Hadi atau
Ka Hadi yang merupakan panggilan akrabnya). Beliau adalah seorang keturunan Arab
Yaman namun bukan ahlul bait.
Ust. Hadi sangat dicintai masyarakat karena kesabarannya
yang besar dalam mengajar dan beliau pun menjadi panutan warga di lingkungannya.
Ust. Hadi juga sangat dihormati oleh masyarakat non Muslim. Guru-guru beliau
yang tidak asing di kalangan warga Jakarta khususnya Kemayoran diantaranya KH.
Maulana Kamal Yusuf (Paseban), Habib Seggaf bin Syaikh Abu Bakar (Cakung) juga
almarhum KH. M. Syafi’i Hadzami. Dari KH. M. Syafi’i Hadzami beliau diamanatkan
untuk menempati sebuah tanah waqaf yang khusus digunakan untuk ta’lim dan oleh
Ust. Hadi dibangunlah sebuah madrasah bernama Madrasah Diniyyah al-Ma’muriyah al-‘Asyirotussyafi’iyyah
yang selain merupakan cabang al-‘Asyirotussyafi’iyyah juga sebagai tanda
kecintaan beliau kepada sang guru KH. M. Syafi’i Hadzami.
Maka dimulailah kisah ini. Berawal dari waktu Dzuhur
ketika Ust. Hadi menyelesaikan shalat Dzuhur di sebuah masjid beliau melihat seseorang
yang mengambil air wudhu di tempat yang salah. Maka Ust. Hadi pun menegur
dengan lembut: “Maaf Pak, kalau mengambil air wudhu di belakang. Di sana ada
tempat khusus untuk mengambil air wudhu. Sedangkan di sini untuk menyiram
tanaman dan yang lain.”
Orang itu pun menuruti namun dengan gelagat
yang sedikit mencurigakan seperti orang yang sedang ketakutan. Namun Ust. Hadi
berusaha berprasangka baik kepada orang itu kemudian beliau pulang ke rumahnya.
Di lain pihak terlihat seorang pria yang sedang
sibuk menanyakan tempat tinggal seorang pria Arab yang baru saja meninggalkan
masjid (maksudnya Ust Hadi). Pria tersebut tak lain adalah seorang yang tadi
ditegur oleh Ust. Hadi untuk mengambil air wudhu di tempat yang seharusnya.
Tanpa begitu kesulitan seorang warga yang sudah mengerti siapa yang dimaksud
oleh pria tersebut kemudian menunjukkan dan mengantarkan pria tersebut ke rumah
Ust. Hadi.
Sesampainya di sana orang yang mengantarkan
tersebut memanggil Ust. Hadi dari luar pagar rumahnya: “Assalamu’alaikum Ka
Hadi.”
“Wa’alaikum Salam.” Jawab Ust. Hadi.
“Ini ada orang katanya mau ketemu Ka Hadi,” tegas orang yang mengantarkannya.
“Oh silakan, ada pelu apa?” tanya Ust. Hadi.
Tiba-tiba seorang yang ingin bertemu dengan Ust.
Hadi tersebut mengatakan hal yang di luar dugaan: “Tolong jangan pukul saya,
maafkan saya, jangan pukul saya!”
Mendengar kata-kata yang aneh tersebut Ust.
Hadi menjawab: “Siapa yang mau pukul ente, emangnya ente salah apa? Ane
tanya ada perlu apa ko ane pukul? Maksud ente apa mau ke sini?”
Orang itu pun mengajukan maksud kedatangannya:
“Saya mau masuk Islam Pak Ustadz,” katanya.
Bertambah heranlah Ust. Hadi karena sebelumnya
beliau melihat orang itu mengambil air wudhu dan shalat di masjid. Ust. Hadi pun
berbalik bertanya pada orang itu: “Bukannya ente tadi shalat?”
Orang itu menjawab: “Ya, tapi selama ini
saya dari golongan Islam Ahmadiyyah.”
Ust. Hadi pun mengucapkan istighfar. Setelah
mengerti apa maksud kedatangan orang tersebut yang pada akhirnya diketahui
bernama Muhammad Sholeh. Ust. Hadi pun memanggil tetangga yang juga merupakan
muridnya untuk dijadikan sebagai saksi persaksian dua kalimat Syahadat Muhammad
Sholeh. Namun sebelum mengucap dua kalimat syahadat orang yang bernama Sholeh itu
berkata: “Maaf Ustadz, saya tidak memiliki uang untuk masuk Islam, tolong
jangan mahal-mahal ya!”
Dengan terheran-heran Ust. Hadi menjelaskan
dengan penuh kesabaran dan kearifannya. Beliau menjelaskan kepada Muhammad
Sholeh bahwa Islam yang sebenarnya yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. dan
Bukan Mirza Ghulam Ahmad yang sesat itu tidak memungut biaya sepersen pun
kepada orang yang hendak masuk Islam, karena Allah Swt. tidak membebani dan
menghalangi dalam bentuk apapun kepada hamba yang telah diberi hidayahNya.
Sampailah pada persaksian persyahadatan
Muhammad Sholeh yang disaksikan oleh beberapa tetangga yang juga merupakan
murid Ust. Hadi. Ketika hendak dituntun untuk mengucap dua kalimat syahadat.
Muhammad Sholeh dengan yakin mengucapkan dengan kalimat: “Asyhadu an Laa
Ilaaha Illallah. Wa asyhadu anna Muhammad Mirza Ghulam Ahmad Nabiyyallah.”
Maka tersentak kagetlah Ust. Hadi beserta para
saksi mendengar kalimat Syahadatain yang salah. Karena dalam lafadz tersebut
dibarengi dengan kalimat nama Mirza Ghulam Ahmad yang notabene adalah nabi
palsu yang sesat dan menyesatkan. Ust. Hadi berkata: “Tolong ulang
Syahadatain ente, karena Syahadatain itu salah dan tolong buang nama Mirza
Ghulam Ahmad itu karena dia itu bukan seorang nabi dan ganti kata nabiyallah
itu dengan Rasulullah.”
Maka dengan penuh kesabaran Ust. Hadi
menuntunnya untuk mengucap dua kalimat Syahadat yang sesungguhnya. Walaupun sempat
berkali-kali Muhammad Sholeh sempat mengulang kata Mirza, namun dengan segera
dibenarkan oleh Ust. Hadi sehingga sampailah dia kepada kalimat yang sebenarnya
mengucapkan: “Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah wa Asyhadu anna Muhammadan
Rasulullah.”
Setelah selesai mengucapkan dua kalimat
syahadat sebagai pertanda bahwa ia telah masuk Islam yang sebenarnya, Muhammad
Sholeh mulai menceritakan kehidupan pribadinya selama ia masih berada dalam
lingkungan Ahmadiyyah. Dari sinilah terbongkar berbagai penyimpangan-penyimpangan
yang sangat jelas menyesatkan. Ia memang berasal dari keluarga yang menganut
kepercayaan Ahmadiyyah tulen. Dia juga sudah memiliki seorang istri dan anak.
Di lingkungan Ahmadiyyah, Muhammad Sholeh dapat
dikatakan seorang ustadz karena dia mampu menarik seseorang sehingga ia mau
masuk dalam ajaran Ahmadiyyah. Dikatakannya bahwa seseorang yang dapat
merangkul atau mengajak seseorang sampai dia mau masuk ajaran Ahmadiyyah maka
tingkatan atau levelnya semakin tinggi dan dapat dikatakan sebagai seorang
guru. Dan seorang guru tersebut yang telah dapat merekrut orang-orang yang baru
masuk ajarannya, maka istri-istri atau anak-anaknya boleh disetubuhi oleh orang
yang merekrut tersebut.
Ust. Hadi lalu bertanya: “Ente kan tahu
kalau secara logika saja hal itu sangat tercela, tapi kenapa ente ikut saja
dengan ajaran itu tanpa berfikir lagi?”
Dijawab: “Memang sudah ajarannya dari sana
seperti itu dan saya tidak berani membantahnya.”
Ust. Hadi pun beristighfar dan menjelaskan
bahwa itu adalah perbuatan yang haram dan Islam sangat memuliakan wanita hingga
menyentuh yang bukan muhrim saja dilarang demi kehormatannya.
Disamping itu Muhammad Sholeh juga mengatakan
bahwa ia telah menunaikan ibadah haji. Namun hajinya itu bukan dilakukan di
Makkah melainkan di Pakistan di tempat makam Mirza Ghulam Ahmad sang nabi
palsu. Dikatakan bahwa seseorang yang mengelilingi kuburannya Mirza Ghulam Ahmad
itu pada waktu haji (waktu haji versi Ahmadiyyah) maka dapat dikatakan bahwa orang
itu mendapat predikat haji.
Ketika Ustadz Hadi bertanya mengapa ia mau saja
mengikuti hal itu karena pada umumnya ummat muslim melakukan haji di Makkah al-Mukarromah
bukan di Pakistan, orang itu pun menjawab seperti jawaban yang sama karena
sudah dari sana ajarannya seperti itu dan tidak berani membantahnya. Ust. Hadi
pun segera meluruskan pemahamannya itu.
Muhammad Sholeh sang mantan pengikut Ahmadiyyah
itu mengatakan lagi bahwa Ahmadiyyah juga memiliki kitab suci yang bertuliskan Arab
namun kitab itu bukan bernamakan kitab al-Quran melainkan kitab at-Tadzkirah
yang katanya sebagian besar adalah wahyu yang didapat oleh Mirza sang nabi
palsu. Ia pun menceritakan kepada Ust. Hadi bahwa semakin lama ia semakin
menyadari bahwa dirinya telah terjerumus ke dalam ajaran yang menyesatkan.
Kemudian barulah ia berusaha mencari sebuah kebenaran.
Secercah hidayah dari Allah itu akhirnya datang
juga. Bermula dari sebuah gerbong kereta api pada suatu hari ketika ia hendak
pergi ke suatu tempat. Di kereta api tersebut ia bertemu seseorang yang
dianggapnya mampu menanyakan berbagai hal yang selama ini menjadi tanda tanya
besar dalam dirinya. Orang tersebut bernama Ustadz Luthfi yang sebenarnya
adalah Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan. Seorang ulama besar Pekalongan yang
terkenal dengan thariqahnya itu. Seperti kita ketahui Habib Luthfi juga menjadi
pengasuh rubrik tanya jawab masalah spiritual di majalah Alkisah. Namun
Muhammad Sholeh belum menyadari bahwa yang berhadapan dengannya ialah Habib Luthfi
bin Yahya seorang ulama besar.
Ust. Hadi pun belum menyadari bahwa yang
dimaksud oleh Muhammad Sholeh itu adalah Habib Luthfi bin Yahya. Karena yang
Muhammad Sholeh katakan bahwa orang itu bernama Ustadz Lutfi dan beliau
memiliki pesantren di Pekalongan. Hanya itu.
Dari Habib Luthfi itulah ia mendapatkan
berbagai wawasan mengenai Islam yang sesungguhnya. Dan ia menyadari bahwa ia
telah terjerumus dalam kesesatan. Dan oleh Habib Luthfi, Muhammad Sholeh
diperintahkan agar segera mencari seseorang yang tepat untuk kembali
mengucapkan Syahadatain. Selain itu Habib Luthfi memberikan alamat rumah
kepadanya. Maka sampailah ia kepada Ust. Hadi dan mengucap dua kalimat syahadat
seperti yang diceritakan di atas.
“Setelah ini ente mau ke mana?” tanya Ustad Hadi.
“Saya sekarang mau mencoba ke rumah Ustadz Luthfi
di Pekalongan. Memang sangat berat meninggalkan anak istri, namun keinginan
saya untuk bertemu kembali dengan Ustadz Luthfi lebih kuat,” jawabnya. Setelah itu Muhammad Sholeh segera
pamit dari rumahnya.
Waktu pun berlalu hingga sampailah pada waktu
Hari Raya ‘Iedul Fithri 1427 H. Ketika itu Ust. Hadi sedang merayakan hari
kemenangan bersama keluarganya. Tiba-tiba datang seorang pemuda berumur tiga
puluhan mengucapkan salam di depan rumahnya. Setelah menjawab salam Ust. Hadi
segera menghampiri datangnya suara panggilan tersebut. Setelah dilihatnya
ternyata orang itu adalah Muhammad Sholeh. Maka segeranya dengan senang hati ia
dipersilakan masuk.
Setelah dipersilakan masuk dengan jamuan yang
disediakan, Ust. Hadi menanyakan kabar Muhammad Sholeh sekarang dan maksud
kedatangannya. Muhammad Sholeh bercerita bahwa Alhamdulillah ia baik-baik saja
dan sekarang ini ternyata ia tinggal di Pekalongan tepatnya di pesantren yang
dipimpin oleh Habib Luthfi. Dan selama ini ia baik-baik saja tinggal di sana.
Ia juga memuji keilmuan gurunya serta keluhuran budi pekerti Habib Luthfi serta
beberapa hal yang terjadi pada diri Habib Luthfi berkenaan dengan ilmunya yang
tinggi.
Maksud kedatangan Muhammad Sholeh ialah hanya
menyampaikan amanat dari gurunya, Habib Luthfi bin Yahya, untuk menyampaikan
salam kepada Ust. Hadi. Ust. Hadi pun mengucapkan Wa’alaikumussalam untuk Habib
Luthfi kepadanya.
Bukan hanya itu, ternyata Muhammad Sholeh juga
mengatakan bahwa Habib Luthfi ingin sekali bertemu berkunjung ke rumah Ust.
Hadi . Mendengar keinginan gurunya itu, Ust. Hadi pun termenung sejenak dan
dengan berat hati menolak permintaanya itu. Karena menurut pikirannya ia merasa
tidak pantas dikunjungi oleh seorang ulama terlebih dari kota yang jauh apalagi
memiliki pesantren. Maka dijawabnya oleh Ust. Hadi bahwa dirinya saja yang
pergi bersilaturahim kepada Habib Luthfi di Pekalongan bersama beberapa
muridnya. Insya Allah.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya Ust. Hadi waktu
itu belum mengenal Habib Luthfi bin Yahya. Bahkan ia tidak tahu kalau ada
seorang habib yang bernama Habib Luthfi. Hal ini dapat dilihat saat Ust. Hadi
bercerita pada waktu pengajian rutinnya mengenai kedatangan seorang mantan
Ahmadiyyah yakni Muhammad Sholeh. Serta keinginan kedatangan Habib Luthfi ke rumahnya,
ia bersikap seperti biasa dan memang ia sudah menolak dengan alasan kurang adab
dan meminta agar dia saja yang berkunjung ke pesantren Habib Luthfi.
Namun ada seorang murid Ust. Hadi yang
tampaknya menyadari bahwa yang dimaksud Habib Luthfi dari Pekalongan ialah
Habib Luthfi bin Yahya. Maka ia pun segera mengambil majalah Alkisah, yang terdapat
fotonya di rubrik tanya jawab spiritual.
Setelah ditunjukkannya foto Habib Luthfi di majalah
Alkisah, Ust. Hadi pun tersentak kaget. Ia tidak mengira bahwa yang dimaksud
Habib Luthfi ternyata adalah ulama besar jauh dari perkiraannya. Bahkan selain
ulama besar juga termasyhur di Nusantara melalui thariqahnya.
Salah seorang murid beliau mengatakan bahwa
Habib Luthfi juga seorang Ahlul Kasyaf sehingga terdengar celetukan: “Wah… kalau
Habib Luthfi datang ke sini kita bisa diterawang nih! Ka Hadi sih enak orang
baik. Nah kita-kita ini banyak dosanya. Gimana mau ketemu beliau?” kata
murid Ust. Hadi bercanda.
Seorang murid yang lain menambahkan: “Habib
Luthfi itu murid-muridnya banyak loh Ka Hadi. Kalau beliau ke Jakarta pasti
banyak yang ngikutin, apalagi kalau ke Madrasah ini, bakal rame nich Gang Dua
(maksudnya rumah Ust. Hadi).”
Seorang teman yang lain menambahkan: “Ka
Hadi bakal terkenal nih.”
Suasana pengajian pun menjadi ramai penuh
canda. Namun di dalam hati mereka sebagai murid Ust. Hadi ada perasaan bangga
karena mendapat pengalaman yang sangat berharga. Selain mengembalikan hamba
Allah yang tersesat ke jalan yang benar, beliau juga dikenal oleh ulama yang
terkenal yang beliau sendiri belum mengenalnya. Mungkin hal itu adalah salah
satu keistimewaan dan hasil keikhlasan beliau dalam berdakwah.
Di tengah-tengah pembicaraan muridnya, Ust.
Hadi pun berkata: “Tenang, saya kan sudah bilang sama Muhammad Sholeh agar saya
saja yang berkunjung. Ya dengan teman-teman deh.” (Ust. Hadi sering
menyebut murid-muridnya dengan kata “teman”).”
“Tapi sebelum itu ente musti taubat dulu yang
benar biar gak diterawang sama Habib Luthfi,” kata beliau lagi sambil bercanda.
Maka mereka pun segera berniat melakukan
perjalanan ke Pekalongan untuk bersilaturahim kepada Habib Luthfi dan
murid-murid beliau khususnya Muhammad Sholeh.
Disadur
ulang dari: http://ahlussunahwaljamaah.wordpress.com/2007/05/02/kisah-guruku-habib-lutfi-dan-seorang-ahmadiyyah-yang-kembali-bersyahadat/
Sya’roni
As-Samfuriy, Cilangkap 13 Nopember 2013
Semoga sehat selalu buat Habib Luthfi bin Yahya.. dan orang-orang diatas.. aminn..
BalasHapusSubhanallah walhamdulilah sebuavhidayah dari allah yg sgt berharga.dn sslam rindu untuk habib lutfi bin yahya skluarga smoga slalu dlm rahmat dn lindunganvallah amiiin
BalasHapusSubhanallah walhamdulilah sebuavhidayah dari allah yg sgt berharga.dn sslam rindu untuk habib lutfi bin yahya skluarga smoga slalu dlm rahmat dn lindunganvallah amiiin
BalasHapusSubhanallah.. semoga Allah swt me muliakan beliau Al Habib luthfi bin yahya dan ustad hadi.
BalasHapusmin kl di ijinin boleh ana minta alamat ustad hadi, ana pgn silahturahmi min ustad hadi mudah2an bisa sampai ke hati Habib Luthfi bs silahturahmi jg sm beliau. Ana tgl di cilangkap min, kl gak salah sm ky antum. Tlong bales ya.
Ya allah satukan lah aku di yaumul kiamat bersama orang" sholeh seperti beliau
BalasHapusAssalammualaikum tuan saya mau bertanya jika kita sholat berjamaah ketika imam selesai membaca alfatiah apakah makmum ikut nembaca alfatiah masing2 atau hanya menyimak ap yg dibaca imam.
BalasHapus