“Maulana Syaikh Hisyam
Kabbani, Jum’at 24 Oktober 2008, Chicago, IL US.”
Syaikh Jamaluddin saat memberikan sambutan berkata: “Saya datang ke sini tidak untuk
berbicara, satu-satunya niat saya datang kesini hanyalah untuk mendengarkan
Syaikh Hisham berbicara. Pertama kali saya bertemu dengan Syaikh Hisham yaitu
di Madinah al-Munawwarah
saat beliau berziarah di makam Sayyidah Fathimah az-Zahra. Beliau berdoa di makam Sayyidah Fathimah itu dan saya memperhatikan beliau karena beliau berdoa begitu lama, saya
tidak tahu doa apa saja yang beliau ucapkan, selama 45 menit. Setelah itu saya
menghampiri dan mencium tangan beliau.
Saya bukan pembicara yang baik, Allahuma innii asa-luka bisirri Abu Bakr ash-Shiddiq. Fadhilah Hadhratus Syaikh Hisyam Kabbani yang terhormat, adalah seorang syaikh dan ulama yang terkenal,
semoga Allah memberkahi beliau. Dan kita semua bangga
Syaikh Hisyam berada di sini, dan saya rasa
semua orang tahu, saya tidak perlu mengatakan apapun.
Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani tiba memberikan taushiyahnya: “Saya tidak tahu harus
mulai dari mana. Semoga Allah memberkahi Husain Haqqani. Kita semua sangat berbahagia bisa berkumpul di tempat ini, yang
didirikan melalui berbagai kesulitan. Namun inilah tempat bagi Ahlussunnah wal Jama’ah.
Dan barusan saya bertanya sedikit, saya harus bicara tentang apa, dan
beliau menjawab: “Spiritualitas dalam
Islam.” Tetapi di hadapan Maulana Abdus Sattar Khan,
tidak ada yang bisa saya katakan. Karena beliau adalah suritauladan bagi setiap
orang. Dan tadi Saudara
Jamaluddin mengungkapkan sebuah cerita yang terjadi di masa lalu. Maka saya akan
menceritakan kisah tadi dari permulaan.
Itulah cerita saat suatu hari saya berada di Jeddah, saya bertekad untuk
mengunjunginya. Karena setiap Kamis dan Jum’at saya biasa pergi ke Madinah al-Munawwarah dan shalat di sana, seolah-oleh saya
hidup lama di sana. Nah suatu hari,
sebelum saya pergi, saya menerima telepon dari syaikh saya. Banyak dari Anda tahu beliau, khususnya Syaikh Abdus Sattar Khan. Syaikh saya adalah Maulana Syaikh Muhammad Nadzim al-Haqqani. Beliau bertanya: “Anda mau pergi ke mana?”
Saya jawab: “Kalau Tuan mengizinkan,
saya akan berziarah ke Rasulullah Saw.”
Maulana Syaikh Nadzim berkata: “Ciumlah gerbang makam beliau
Saw. untukku.”
Wah, kalau ada orang yang meminta hal seperti ini kepada Anda, apa yang
bisa Anda katakan? Apalagi bila orang itu syaikh
anda. Tapi akal saya mulai berpikir, bagaimana bisa saya melakukan hal itu dengan semua barikade dan penjaga
keamanan? Tidak mungkin!
Kemudian pergilah saya waktu itu
ke Madinah al-Munawwarah. Ketika Rasulullah Saw. diperjalankan oleh Allah Swt. pada Isra’ dan Mi’raj, dan inilah masalah
yang dihadapi kebanyakan kita saat ini, dan cerita saya ini akan memberikan
jawabannya, inilah arti spiritualitas. Spiritualitas bukanlah sesuatu yang
harus Anda usahakan selain shalat, puasa, bersedekah
dan naik haji.
Spiritualitas adalah jalan guna mencapai maqam al-Ihsan yang mana tadi Maulana Abdus Sattar mengutip hadits Sayyidina Umar Ra. tentang bagaimana
mencapai kondisi ihsan. Anda harus mengamalkan 5 rukun Islam dan menerima 6
rukun iman, kemudian bagaimana mencapai kondisi ihsan. Soal ini sangatlah
kompleks dan pelik. Anda tidak bisa mengatakan: “Oh, aku bisa mencapai maqam itu sendirian.” Tentunya
anda akan berputar-putar di tempat.
Anda harus mempunyai pembimbing ruhani. Dan kalau Anda mencarinya, Anda akan
menemui pembimbing ruhani tersebut. Itulah para wali Allah. Semua waliyullah bersaudara dan mereka saling mencintai satu sama lain. Saya tidak
bicara tentang wali-wali palsu, tetapi ini para wali Allah yang sesungguhnya,
yang mendedikasikan hidup mereka bagi para muridnya.
Nah, waktu itu saya ngebut dengan kecepatan 150-160 km per jam atau sekitar 120 mil per jam supaya bisa cepat tiba di sana, di Madinah al-Munawwarah. Karena Maulana Syaikh Nadzim memerintahkan: “Pergilah dan ciumlah gerbang makam Rasulullah Saw.” Maka pastilah ada pembukaan.
Kemudian tibalah saya di sana dengan cepat dan selamat atas berkah Rasulullah Saw. Dan saya harus
mandi dulu sebelum berziarah ke tempat suci yang dijadikan Allah Swt. sebagai sepetak Surga di dunia. Itulah makam suci Rasulullah
Saw.
Kesalahan yang dilakukan kita semua adalah, ketika kita berziarah ke Muwajjahah, tempat suci sepetak Surga dunia, (karena) saya tidak suka menyebutnya
dengan kata “kuburan”, berat sekali di hati untuk mengatakan kuburan. Sesungguhnya makam Rasulullah Saw. adalah qath’an min al-jannah, sepetak Surga dunia. Jadi kalau Anda berkunjung ke Surga di dunia ini,
apa yang akan Anda lakukan? Tentu Anda akan berdiam di sana selama mungkin, Anda tidak ingin pergi cepat-cepat.
Jadi, ketika kita berziarah ke Rasulullah Saw. adalah adab bagi kita untuk berdiri selama mungkin di hadirat
beliau, meskipun tanpa mengucapkan doa, tapi hanya dengan berdiri di sana mencoba
menghubungkan hati Anda dengan hati beliau Saw. Dengan kata lain, taffakur sa’ah khairun min ‘ibadati sab’in sunnah (Sejam bertafakur lebih baik daripada 70 tahun ibadah sunnah). Itu baru untuk satu
jam Anda bertafakur sendirian. Bisa dibayangkan kalau Anda melakukan tafakur
itu di hadirat Rasulullah Saw.
Setiap orang kalau berkunjung ke makam Rasulullah Saw. akan berdiri di sana selama 5, 7 atau 10 menit lalu
pergi. Sebagian orang mungkin sanggup diam lebih lama, tergantung seberapa
dekat ikatan batinnya Rasulullah Saw. Nah, dengan bimbingan para syaikh, kami
berziarah ke Rasulullah Saw. dengan
Maulana Syaikh Nadzim berulang kali. Dan semoga Allah Swt. memberi beliau umur yang panjang, begitu juga umur yang
panjang bagi Maulana Abdus Sattar.
Dan saya pernah menyaksikan bagaimana dulu Maulana Syaikh Nadzim biasa berziarah ke Rasulullah Saw. dan berdoa di sana hingga 3 jam. Sebetulnya bukan doa, namun lebih merupakan percakapan
antara beliau dengan Rasulullah Saw. Anda tidak melihatnya, tapi bisa merasakannya, Anda harus berupaya keras
untuk mencapai tingkat musyahadah. Tapi Anda akan
merasakan kehadiran Rasulullah Saw.
Sejak tahun 1967, saya sering berkunjung ke sana dengan Maulana Syaikh Nadzim, dan beliau menghabiskan waktu 1-1,5 jam di sana, tidak ada
penghalang seperti sekarang ini. Anda hanya bisa mencium (gerbang makam) dan
segera pergi.
Nah, Maulana Syaikh Nadzim dulu biasa berdiri di hadapan makam Rasulullah Saw. sampai 1,5 jam. Kemudian pindah ke Sayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq Ra., berdiri di situ 1,5 jam. Dan akhirnya ke Sayyidina Umar Ra. selama 1,5 jam lagi. Kemudian ke Bab Jibril,
mahbit al-wahy, Anda tahu di mana Sayyidina Jibril biasa datang menyampaikan wahyu kepada Rasulullah Saw. Kemudian kita kembali ke makam Sayyidah Fathimah az-Zahra.
Grand Syaikh Abdullah Faiz
ad-Daghestani menceritakan bahwa para malaikat telah memindahkan jazad suci Sayyidah Fathimah ke ujung lahan makam tempat Sayyidina Isa akan dimakamkan pada akhir zaman
nanti. Itulah sebabnya para waliyullah melihat Sayyidah Fathimah di sana. Dan Maulana Syaikh Nadzim berdiri di sana 45 menit. Kemudian ke Bab at-Taubah, dimana dia berdoa
khusus di sana (tempat ini
sekarang ditutup), lalu akhirnya beliau bersujud.
Di makam Rasulullah Saw., Anda harus
memanfaatkan kesempatan. Dan apapun yang ada di hati saya waktu itu, saya
pergunakan setiap kesempatan. Biasanya banyak askar (penjaga) yang memerintahkan Anda agar cepat pergi. Tetapi biasanya saya tidak
langsung berdiri, pertama-tama saya berdiri dulu di depan tembok.
Pada malam itu banyak sekali askar penjaga, dan salah satu dari mereka berjenggot
merah, dan dialah komandan penjaga. Namun dia tidak mendekati saya dan dia
tidak membolehkan anak buahnya mendekati saya.
Ini aneh. Karena biasanya Anda tidak bisa berdiri selama 1-1,5 jam di sana. Mereka akan
menghampiri dan menyuruh Anda pindah, meskipun baru 5 menit Anda di sana.
Akhirnya selesailah saya, untuk kemudian mencium sebuah pilar, pilar besar
di bagian belakang, yang kalau Anda ada di sana, orang lain tidak bisa melihat Anda. Tiba-tiba datanglah askar-askar
penjaga berbadan besar, komandannya menghampiri saya. Dalam hati saya berkata: “Habislah aku sekarang.”
Komandan askar tadi berkata pada saya: “Anda ingin mencium Gerbang Makam Rasulullah Saw. ya?”
Saya jawab: “Ya, benar.”
Lalu komandan askar tadi membawa saya ke Gerbang Surga Suci Rasulullah Saw. dan saya pun bisa mencium Gerbang Makam Rasulullah Saw. Dan tiba-tiba saya merasa semua askar penjaga tidak ada,
tidak ada yang saya lihat kecuali Gerbang Makam Rasulullah Saw. Kemudian saya
menciumi Gerbang Makam itu, lalu saya pun berdiri dan segala sesuatunya kembali
normal. Komandan askar tadi
datang lagi dan berkata: “Sampaikan salam saya
kepada Syaikh Nadzim.”
Itulah dimana Anda (Syaikh Jamaluddin) melihat saya. Saya pergi. Askar tadi
tidak pernah tahu Syaikh Nadzim dan Syaikh Nadzim tidak pernah menyebut namanya, dan dia pun tidak pernah menyebut Syaikh
Nadzim. Bagaimana ini
terjadi?
Dari Makam Rasulullah Saw., saya pergi
mengunjungi sebuah sekolah yang disebut Madrasah as-Sunnah, sebuah sekolah
as-Sunnah yang dulu selama beberapa tahun Syaikh Nadzim dan Grand Syaikh Abdullah biasa
berkunjung ke sana untuk melakukan
suluk. Kemudian saya mendengar suara kaki berlari di belakang saya. Saya
bergumam: “Wah, mereka datang lagi.”
Lalu saya membalikkan badan ketika seorang askar penjaga menghampiri saya
sambil membawa Mushaf al-Quran yang dihiasai
cantik sekali. Dia memberikan al-Quran itu pada saya dan
berkata: “Oh Hisyam.” (Padahal saya tidak pernah mengenalkan nama saya).
Dia berkata: “Ini hadiah dari ayahku
untuk Syaikh Nadzim. Ayahku adalah
komandan askar di Makam Rasulullah Saw.”
Lalu saya berterima kasih padanya dan tidak bertanya apa-apa lagi. Karena
itu adalah tark al-adab, bukanlah
adab yang baik untuk selalu bertanya. Dalam thariqah Anda tidak perlu bertanya apa-apa. Anda harus mendengar, “asma’uu wa awuu”, dengar dan laksanakan
apa yang Anda dengar. Kalau Anda paham hal
ini Anda akan sempurna, Anda telah mencapai tujuan tertinggi.
Akhirnya saya tinggalkan tempat itu, tapi saya begitu terkesan dengan
peristiwa tersebut. Anda tidak mampu
memahaminya. Tentu saja saya sekarang memahaminya. Sebelum ini seolah hilang
dari ingatan. (Tapi pertanyaannya
adalah): “Apakah akal itu berada di otak atau di dalam hati?”
Syaikh Abdul Haq, mereka menanyakan
hal ini pada para muridnya dan muridnya ada yang menjawab: “Akal itu di otak.” Dan ada yang menjawab: “Tidak, akal itu di
dalam hati.”
Mana yang lebih besar, akal yang ada di dalam hati atau akal yang ada di
dalam otak? Akal yang berada di
dalam hati yang lebih besar. Buktinya? Allah Swt. mengkaruniai kita dengan akal yang ada di kepala kita, tapi
dengan akal yang ada di kepala ini apakah Anda bisa memahami alam semesta ini?
ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ
يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ
خَاسِأً وَهُوَ حَسِيرٌ
Tsummarji’il-bashara karrataini yanqalib ilaikal-bashar khasi-an wahuwa hasir. “Kemudian ulangi pandanganmu sekali lagi dan sekali lagi, niscaya
pandanganmu akan kembali kepadamu tanpa menemukan cacat dan pandanganmu dalam
keadaan letih.” (QS. al-Mulk ayat 4).
Tataplah sekali sebuah bintang, bahkan tataplah dua kali. Apa yang
difirmankan oleh Allah Swt.? Yanqalib ilaikal-basharu khasi-an wahuwa hasir. Pandangan kalian akan melemah dan kalah. Kekuatan pandangan mata kalian
dikalahkan oleh sebuah bintang saja. Jadi apalagi terhadap 80 milyar bintang di
galaksi kita? Jadi apalah yang kita tahu ini? Kita tidak tahu apa-apa. Jadi,
dengan akal yang ada di kepala kita ini kita tidak tahu apa-apa.
Akan tetapi, dengan akal yang ada di qalbu kita, kita mengetahui segalanya. Apa yang dikatakan Allah Swt. kepada Rasullullah Saw., dan apa yang dikatakan Rasulullah Saw. dalam hadits suci kepada kita?
يقول الله : ما وسعني أرضي ولا سمائي
ولكن وسعني قلب عبدي المؤمن
“Itulah sebabnya Allah
Yang Maha Tinggi berfirman: “Tidaklah surga apalagi
bumi dapat menampungKu, tapi hati hambaKu yang beriman dapat menampungKu.” Artinya, hati orang yang beriman
mengandung cahayaKu, sifat-sifatKu dan pemahaman akan alam semesta. Meskipun
tidak mungkin memahami esensi Allah itu sendiri.
Anda kira para waliyullah tidak
mempunyai kekuatan untuk menembus alam semesta ini. Mereka punya kekuatan itu atau tidak? (Hadirin menjawab: “Ya, mereka punya”). Buktinya? Rasulullah Saw. telah melakukan perjalanan melampaui alam semesta ini, bukan? Alam jagad raya yang kita
tidak sanggup lagi melihat satu bintang sekalipun. Nah, Rasulullah Saw. melintasi seluruh 80 milyar bintang dalam galaksi kita,
kemudian beliau Saw. melintasi
60 milyar galaksi yang lain bahkan lebih dari itu. Melampaui alam semesta ini.
Beliau mencapai “Qaba qausaini au adna” apa artinya? Mencapai kedekatan dengan Allah Swt. hingga 1 cm atau mungkin 1 mm.
Nah, Allah Swt. mengatakannya
kepada Rasulullah Saw., tapi khusunya kepada
para waliyullah. Qul (ya Muhammad Saw.) in kuntum tuhibbunallah fattabi’uniy yuhbibkumullah. Inilah pemahaman khusus bagi para wali Allah.
Apakah para waliyullah mengikuti
Rasulullah Saw. atau
tidak? Kita mungkin bersusah payah mengikuti Rasulullah Saw., tapi para waliyullah tidak perlu
bersusah payah. Allah Swt. mengkaruniakan
fleksibilitas pada para Auliya, karena mereka menyerahkan seluruh hidupnya bagi Rasulullah Saw.
Itulah spiritualitas. Spiritualitas artinya mengikuti Rasulullah Saw. di setiap langkah beliau.
Artinya, jika Rasulullah Saw. pergi Mi’raj, para wali pun tentunya harus pergi Mi’raj. Jika tidak, mereka bukan Wali. Seorang wali harus mengikuti setiap
jejak langkah Rasulullah Saw. Apakah seorang wali mencintai Allah atau tidak?
Ya, tentu saja, itulah syaratnya menjadi wali. Ke manapun Rasulullah Saw. pergi,
para wali harus mengikuti. Itulah sebabnya para wali mampu membimbing. Mereka
mengikuti dan belajar, kemudian mengajarkannya.
Ingatlah apa yang pernah dikatakan Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab Fath ar-Rabbani. Saya baru saja
membacanya hari ini, dan saya harus menyampaikannya, semoga saya masih ingat. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata: “Ya Ghulam!” Beliau memanggil
murid-muridnya yang merupakan ulama besar, sambil duduk berhadapan dengan
mereka. Para murid duduk bertatap muka dengan beliau, sedangkan beliau seorang
Ghauts.
Beliau berkata: “Ya Ghulam.” Kalian semua masih
kanak-kanak. Kalian ini belumlah dewasa. Inilah bahayanya, jika kita belum
dewasa, bagaimana kita bisa patuh? Bagaimana kita bisa bertanggung jawab?
Apakah Anda akan bertanggung jawab Abdul Haq, ya atau
tidak? Saya sedang bertanya kepada Anda. Anda harus paham ketika Syaikh Abdul
Qadir mengatakan: “Ya Ghulam” pada muridnya. Ada
rahasianya di sana.
Karena beliau seorang Wali Ghauts. Saya tidak pernah
mengatakan ini sebelumnya, karena kita membahas kitab Fath ar-Rabbani ini di bulan Ramadhan lalu setiap pagi. Tetapi saya
tidak menjelaskannya dengan cara
ini. Namun para waliyullah berkata pada saya: “Berikan pada mereka sekarang.”
Kalau Anda belum dewasa, apakah Anda bisa dituntut tanggung jawab? Tentu
tidak. Maka artinya kalian tidak bertanggung jawab. Anda tentu saja masih
bertanggung jawab. Tentu saja beliau bertanggung jawab. Auliyaullah bertanggung jawab. Kalau Anda berbaiat pada pembimbing Anda, maka pembimbing Anda bertanggung jawab membimbing Anda.
Beliau bertanggung jawab kalau sampai tidak membimbing Anda.
Fi kitab al-‘ilmi wahifdzihi bighairi ‘amal. Anda membuang-buang waktu menulis ilmu pengetahuan dan menghafalkannya
tanpa mengamalkannya. Itulah sebabnya berbahaya. Begitu banyak ulama sekarang
ini melakukan hal itu dalam hidupnya. Merekalah para ulama bergelar doktor,
membuat presentasi-presentasi ilmiah, tapi mereka tidak pernah mengamalkan apa
yang mereka pelajari.
Apa yang dikatakan ulama-ulama itu? Katanya: “’Aish yanfak.” Ini bukan bahasa Arab
literatur, aish di sini bahasa sleng. Para
ulama itu membuat presentasi-presentasi yang seolah-olah penting. Aish yanfak tadi artinya “Hai bodoh! Apa manfaat
itu semua buat kami jika kamu sendiri tidak mengamalkannya? Dasar keledai.”
Spiritualitas itu amal shaleh. Bahkan jika Anda melakukan
satu amal shaleh dalam sehari itu
lebih baik dibandingkan menghafalkan ribuan ayat. Apa manfaatnya menghafal tapi
tidak mengamalkan?
Dan tadi beliau mengutip sebuah hadits Rasulullah Saw. yang
saya senang menyebutkannya: “Yaqulullah ‘Azza Wajall bil Anbiya wa l ‘Ulama”, Allah Swt. pada hari kiamat nanti berkata pada para Nabi dan para
Ulama, yang artinya orang-orang shaleh: “Wahai kalian, jika
kalian pikir kalian itu. Antum kuntum
ru’atu al-khalqi fama shana’tum fi ru’yatukum .” Diberikan wewenang sebagai penggembala umat dan bangsa, apa yang kalian
lakukan terhadap domba-domba kalian? Apa saja yang kalian tunjukkan dan ajarkan
pada mereka? Anda semua (para nabi dan ulama) harus bertanggung jawab.
Itulah sebabnya semua nabi dan rasul pada hari kiamat nanti, ke mana mereka berlari?
Mereka berlari kepada Sayyidina Muhammad Saw. Mereka khawatir jawaban apa yang harus diberikan pada Allah Swt.
Nah bayangkan kalau para nabi saja berlari ke Rasulullah Saw. Di manakan para ulama pada hari itu? Masih adakah yang bisa mengaku dirinya
ulama? Bahkan para nabi saja gemetar ketakutan.
Pada hari itu, di manakah para ulama yang duduk di kursi-kursi dunia dan mengeluarkan fatwa-fatwa
dengan bangganya seolah-olah mereka ini burung-burung merak yang besar? Para
ulama itu harus berlari ke Rasulullah Muhammad Saw., bukannya langsung ke Allah Swt. Kalau mereka tidak menerima ini, silakan
langsung masuk neraka.
Nah, Anda melihat begitu banyak raja sekarang ini, duduk di kursinya
seperti ayam jantan di hadapan betina-betinanya. Kita berpikir diri kita ini raja-raja. Coba tanya apakah Anda bisa
menemukan 2 orang dengan pola pemahaman yang sama. Anda tidak bisa
menemukannya. Karena semua orang masing-masing punya pendapat sendiri. Maka
Rasulullah Saw. berkata: “Kalau Anda bertiga, tunjuklah seorang Amir dari kalian.”
Bahkan jika itu kita lakukan sekarang mereka pun akan bertengkar satu jam tentang siapa yang harus jadi Amir. Itu semua bukan
spiritualitas. Spiritualitas artinya berserah diri. Taslimiyyah.
Allah berkata pada mereka: “Antum kuntum khazanu kunuzikum”, kalian semua adalah pemegang amanat atau penampung dari harta kekayaanKu. Karena semua harta kekayaan ada di tangan para raja. “Hal washaltum al-fuqara”, apakah Anda berhubungan baik dengan kaum fakir miskin?
Sayyidina Umar Ra. ketika beliau menjadi
khalifah, apa yang beliau lakukan? Beliau menangis. Istrinya bertanya: “Kenapa engkau menangis? Engkau sekarang kalifah.”
Sayyidina Umar Ra. Menjawab: “Sekarang saya harus menangis. Sebelum ini aku tidak dikenakan tanggung
jawab. Tapi sekarang jika ada orang yang lapar di tengah hutan, akulah yang
bertanggung jawab.”
Sayyidina Umar Ra. terbiasa menggendong
karung-karung makanan di punggungnya dan membagikannya ke fakir miskin. Kalian boleh menyebut
diri kalian raja atau ratu dan kalian memiliki harta kekayaan dunia ini.
Orang-orang kaya itu menaikkan harga minyak dan menghisap darah masyarakat.
Hari ini minyak sudah turun jadi $60 dari $160. Siapa yang menaikkannya dan
siapa juga yang menurunkannya? Agar mereka bisa membangun negara mereka untuk
melakukan setiap hal yang
haram?! Kenapa waktu itu harus dinaikkan, untuk alasan apa? Tentu saja untuk
membangun prostitusi dan pabrik-pabrik minuman keras. Silakan lihat di luar
sana. Bagaimana semua itu terjadi? Mereka menaikkan harga sebagai upaya
monopoli. Maka, yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya.
Itulah yang disampaikan pada mereka, dan itulah hadits Rasulullah Saw. yang
diceritakan oleh Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani dan ditulis dalam
kitab Kanz al-‘Ummal dan berbagai kitab hadits lainnya. Apakah Anda membantu
fakir miskin? “Hal rabbaitum al-aitam”, dan apakah Anda memelihara
anak-anak yatim? Berapa banyak makanan yang diberikan pada anak-anak yatim dan Anda
temukan besoknya makanan itu sudah dijual di pasaran. Di manapun terdapat anak yatim, harus ada makanan yang dikirimkan pada mereka.
“Wa akhrajtahul haqq alladzi huwa haqq al-fuqara”, apakah anda menyisihkan sebagian dari uang yang ditakdirkan sebagai milik Anda
sebagai hak Aku untuk diberikan pada fakir miskin? Kalian akan dikenakan
pertanyaan-pertanyaan ini.
Nah, sekarang di mana posisi kita?
Apakah kita ini ghulam atau bukan? Karena kita disebut para ghulam, kita tidak akan dituntut tanggung jawab. Bukan saya yang
mengatakan ini, tapi Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani. Beliau akan bertanggung jawab atas diri pengikutnya. Seorang wali sudah
cukup untuk membawa setiap orang ke surga di maq’ad shiddiqin.
Sayyidina Muhammad Saw. adalah
Rasul umat ini, maka beliau pasti bersama umatnya, dunia dan akhirat. Maka
berbahagialah. Anda kira Rasulullah Saw. akan sendirian di surga nanti. Tentu saja umatnya akan
menyertai beliau. Bergembiralah. Tersenyumlah. Itulah maqam
at-tasyrif. Mari kita kembali kepada yang kita ceritakan sebelumnya.
Ketika Rasulullah Saw. melaksanakan
Mi’raj, beliau bertemu
Nabi Musa As., dan selalu saja
Sayyidina Musa As. punya
pertanyaan-pertanyaan. Beliau senang bertanya. Nabi Musa As. berkata: “Ya Rabbi ariniy andzur ilaik.”
Allahu Akbar. Pertanyaan yang mudah. Namun Rasulullah Saw. tidak pernah mengajukan pertanyaan. Beliau Saw. selalu sami’na wa atha’na, dengarkan dan patuhi. Beliau Saw. mendengarkan Sayyidina Jibril. Tidak pernah beliau bertanya. Kecuali hanya satu
kali. Ketika beliau Saw. meninggalkan
langit yang ke tujuh, beliau bertanya
pada Sayyidina Jibril: “Apakah engkau ikut
denganku?” Beliau Saw. meminta Sayyidina Jibril menyertainya sebagai teman.
Sayyidina Jibril menjawab: “Tidak, aku tidak bisa
ikut. Aku akan terbakar habis jika mencobanya.” Jadi hanya Rasulullah Saw. yang bisa mencapai maqam tersebut.
Rasulullah Saw. menghadap
hadirat Ilahi sendirian. Beliau ada di maqam
at-tauhid. Sekarang ini, hanya itu-itu saja yang mereka ucapkan tentang tauhid, mereka bertauhid sedangkan yang
lainnya kafir. Tauhid al-uluhiyyah, tauhid ar-rububiyyah dan tauhid apa lagi saya lupa.
Seolah-olah hanya merekalah muwahid itu. Apakah Rasulullah Saw. akan menghadap Allah Swt. hanya bersama “sebuah kelompok kecil” yang muncul baru-baru
ini? Bagaimana dengan umat Muslim yang hidup terdahulu, apakah mereka tidak
bertauhid? Apakah mereka
tidak bisa masuk surga?
“Ya akhii.” Bahkan dia berkata: “Ya akhii”. Namun beliau berkata: “Ya Sayyidi, ya Rasulullah!” Tentu saja beliau mengatakan itu. Rasulullah Saw. bersabda: “Ana sayyidu waladi adam wala fakhr”, Akulah pemimpin anak-anak Adam, dan aku mengatakannya tanpa sikap bangga.
Maka kemudian Sayyidina Musa As. berkata: “Bolehkah saya bertanya karena ada hal yang sangat mengganggu di benakku?”
Anda berkata: “Al-‘ulama waratsatul anbiya’”. Dengan segala hormat kepada para ulama, tentu bukan para
ulama baru, tapi ulama-ulama sesungguhnya seperti Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani, auliyaullah.
Anda berkata: “Mereka adalah penerus
dari para nabi.” Apakah ilmu mereka bisa
seperti ilmu kita? Para pewaris tidaklah seperti para nabi, tetapi mereka mempunyai pengetahuan seperti para nabi. Bisakah engkau
memberikan jawaban: “Ya Rasulullah,
bagaimana orang-orang ini bisa menjadi pewaris dari para nabi?”
Rasulullah Saw. memanggil salah seorang
waliyullah, dan dia
menghadap ke hadirat Rasulullah Saw. Beliau Saw. memanggil melalui jiwanya, melalui arwahnya, karena Allah Swt. Berfirman: “Alastu birabbikum. Qalu bala.”
Maka Rasulullah Saw. mampu
mendatangkan setiap ruh yang beliau inginkan baik dari masa lalu maupun masa
depan. Allah Swt. mengkaruniakan
kekuatan itu pada Rasulullah Saw. Beliau membawa seorang dari mereka yang
berasal dari masa depan, setelah masa Rasulullah Saw. Dan beliau berkata: “Nah inilah dia.”
Nabi Musa As. bertanya: “Siapa namamu?”
Wali itu menjawab: “Muhammad bin Muhammad
bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Hamid
al-Ghazali”, tujuh kali. Kalau dia mampu mengatakannya 100 kali dia akan
melakukannya. Namun al-Ghazali malu di hadapan Rasulullah Saw. dan
berkata: “Tujuh kali sudah cukup.”
Musa As. Berkata: “Apa-apaan ini? Aku kira Anda adalah penerus Rasulullah Saw. Mengapa kamu
mengatakan Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad Hamid al-Ghazali?”
Imam al-Ghazali menjawab: “Kalaupun aku menyebut
kata “Muhammad Saw.” sampai hari kiamat nanti,
tidak akan bisa berhenti. Mengapa? Karena semakin banyak engkau mengucapkan
nama Rasululullah Saw., Allah Swt. akan memerintahkan para malaikat agar
menyebutkan namanya di hadiratNya.” Itulah mengapa lidahmu harus selalu sibuk bershalawat atas Rasulullah Saw.
Kemudian al-Ghazali berkata lagi: “Ya Musa As., mengapa engkau keberatan
ketika aku mengatakan Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Hamid al-Ghazali, sedangkan engkau tidak
keberatan atas dirimu sendiri? Mengapa, karena ketika Allah Swt. bertanya padamu apa yang ada di tanganmu, engkau menjawab:
قَالَ هِيَ عَصَايَ أَتَوَكَّأُ
عَلَيْهَا وَأَهُشُّ بِهَا عَلَى غَنَمِي
وَلِيَ فِيهَا مَآرِبُ أُخْرَى
“Engkau memberikan semua
klasifikasi dari gua-gua yang akan engkau gunakan dalam hidupmu. Mengapa?
Karena itulah tempat yang terhormat, maqam at-tasyrif.”
Ia berkata lagi: “Itulah tempat yang
terhormat bagi saya bersama Rasulullah Saw.”
Itulah perbedaannya antara seorang ulama dengan seorang wali. Bagaimana caranya meniru Rasulullah Saw.? Dia gembira dengan mengatakan Muhammad bin Muhammad. Dia bisa mengatakan
Muhammad Rasulullah, dan saya bisa mengatakan Muhammad Sayyid ar-Rasul. Saya
bisa juga mengatakan. Jadi yang penting
adalah praktek amalnya.
Saya juga ingin menambahkan pada apa yang dikatakan Maulana Abdus Sattar dari hadits Umar Ra, bahwa setelah beliau menyebutkan maqam al-ihsan dan Sayyidina Jibril
berkata “Shadaqta” kemudian Sayyidina Jibril menanyakan beberapa
pertanyaan lagi. Dan Jibril bertanya pada Rasulullah Saw.: “Matassa’ah ya Rasulullah”, kapankah datangnya hari
kiamat itu, ya Rasulullah?
Rasulullah Saw. menjawab: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.”
Itulah kerendahan hati. Beliau tidak mau menonjolkan dirinya. Namun
kemudian beliau memberikan tanda-tanda kiamat: “An tara al-hufat al-‘arat yatathawaluna fil bunyan”, ummat akan menyaksikan
kaum Badui yang bertelanjang kaki akan berlomba membangun gedung-gedung tinggi hingga satu
kilometer lebih. Itulah bangunan yang nantinya tertinggi.
Ya, mereka membangun gedung-gedung tinggi di padang pasir dan kita lihat mereka sekarang masih memakai
sandal, merekalah orang-orang Badui. Bahkan ketika mereka mengunjungi presiden-presiden Eropa, mereka memakai
sandal. Nah, hadits ini tidak bermaksud
menghinakan siapapun, tapi itulah hadits Rasulullah Saw. Orang-orang Badui itu diciptakan berlaku demikian.
“Ketika Anda melihat
orang-orang Badui yang biasanya
bertelanjang kaki berlomba membangun gedung-gedung tinggi.” Kita sekarang
menyaksikan hal itu tidak? Lalu apa yang kita harapkan terjadi? Wahai Muslim,
waktunya sudah habis!
Allah Swt. mengguncangkan
bumi tiga minggu yang lalu. Kalian menyaksikan gempa bumi itu? Allah Swt. dapat membuat bumi ini berguncang setiap saat Dia kehendaki, dalam bentuk anjloknya bursa saham. Allah Swt. membuatnya dalam satu menit, dan mengguncangkan seluruh
dunia. Hari pembalasan akan segera datang. Maka jangan sampai kita tertipu
kehidupan dunia ini.
Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani mengatakan dalam kitab Fath
ar-Rabbani di halaman yang lain: “Annannabiy qala yunadi munadi yaumal qiyamati aina adz-dzalamah”, pada hari kiamat nanti akan ada malaikat yang memanggil-manggil “Di manakah orang-orang
yang dzalim? Mari datang ke sini!”
Kita takut menjadi orang yang dzalim pada diri kita sendiri. Coba
tanya, kita ini orang dzalim bukan? Kita tidak
tahu. Bahkan seseorang yang tidak tahu bahwa dirinya orang dzalim, dia akan ketakutan. Kalau kita mengaku bukan orang dzalim kepada diri kita sendiri berarti
kita tidak pernah berbuat dosa. Baru dikatakan dia bukanlah orang dzalim. Apakah kita berbuat dosa? Ya, katakan “Ya”, dan mintalah ampun: “Ya Allah ampunilah
kami, nastaghfiruka wanatubu ilaik.” Itu lebih baik
daripada menjawab: “Bukan.”
Rasulullah Saw. bersabda: “Akhwafa ma akhafu ‘ala ummati asy-syirk al-khafi”, yang paling
aku takutkan dari ummatku adalah syirik yang tersembunyi. Apakah kita melakukan
syirik tersembunyi atau tidak? Apapun yang terkait dengan diri anda adalah
syirik tersembuyi.
Kita kembali ke hadits yang diceritakan oleh
Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani, bunyinya: “Aina ‘awwan adz-dzalama”, di manakan para penolong
orang-orang yang dzalim ini?
Lalu ada suara yang menjawab: “Aina man yara lahu min
qalaman”, dan di manakah mereka yang terlihat bersama pena? Orang-orang dzalim (opresor) itu menggunakan pena untuk menghakimi orang lain dan
mengirimkannya ke penjara meskipun mereka tidaklah bersalah. Dzalam, opresor, atau
orang-orang dzalim, adalah mereka
yang meraup keuntungan dari penderitaan orang lain, sekalipun jika harus
membunuh, mereka tidak peduli. Itulah yang kita sebut mafia.
Lihatlah sekarang mafia ada di mana-mana. Ada mafia di berbagai sendi kehidupan. Sekarang kalau Anda tidak
membayar tiket tilang mobil Anda, apa yang terjadi? Yang berwenang akan
memenjarakan Anda. Mereka akan menjatuhkan sangsi dan menyimpan poin-poin
pelanggaran pada surat mengemudi (SIM) Anda. Itulah sebabnya orang berusaha
tidak ditilang. Nah untuk tiket tilang yang harganya $60 atau $100 saja kalian
takut masuk penjara.
Tapi orang-orang (dzalim) tadi, para CEO
yang mengeruk milyaran dolar dari masyarakat tidak ada yang berani mengatakan: “Aku akan penjarakan dia.” Ini dzalim atau tidak?
Mereka opresor atau bukan? Orang-orang ini yang meraup keuntungan dari bursa
saham akan ditanyai di hari kiamat, mereka menyedot kekayaan fakir miskin, dan
mereka membuat orang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Malaikat tadi memanggil: “Di manakah para penolong
orang-orang dzalim ini? Di manakah antek-anteknya?” Mereka adalah para
komisaris. Para malaikat tahu, para komisaris perusahaan itu menipu masyarakat.
Mereka berkata pada Anda: “Harga saham turun,
sekarang belilah emas.: Maka merekapun menjual
emasnya pada Anda. Mereka datang lagi kepada Anda ketika harga emas jatuh, dan
berkata: “Cepat jual emasnya.” Mereka datang kepada Anda,
mereka mengambil keuntungan besar. “Di manakah mereka ini?” kata malaikat (di hari
kiamat nanti).
Apakah Anda bisa menemukan seseorang di keramaian hari kiamat nanti yang
punya sebotol tinta? Pernahkan Anda melihat sebotol tinta? Datanglah untuk
menjadi saksi atas mereka.
“Ajma’uhum waj’alhum fi tabut minannar”, kumpulkan semua dan masukan bersama dalam peti mati api. Riwayat adz-Dzahabi dan Ibn Hajar. Dan ini dikisahkan Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani.
Itulah yang disampaikan Sayyidina Abdul Qadir al-Jailani mengenai arti
umum dari dzalama. Apakah kita dzalama atau bukan? Telitilah hati kita dengan introspeksi. Kita akan temukan
diri kita dzalim dalam berbagai
hal. Jadi apa yang dikatakan Allah Swt. dalam Kitab Suci al-Quran? Dan para dzalama harus
melakukannya. Bukan bagi mereka yang mengkorup uang dari masyarakat. Bukan, kita
sendiri introspeksi dan mengatakan: “Kami ini orang-orang dzalim”, maka Allah akan memberikan jalan bagi para dzalama untuk memperbaiki diri.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن رَّسُولٍ
إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللّهِ وَلَوْ
أَنَّهُمْ إِذ ظَّلَمُواْ أَنفُسَهُمْ
جَآؤُوكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللّهَ
وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ
لَوَجَدُواْ اللّهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا
“Wama arsalna min
rasulin illa liyutha’a bi idznillahi walau annahum idz dzalamu anfusahum ja-uka fastaghfarullaha wastaghfara
lahumu ar-rasulu lawajadullaha tawwaaban
rahiiman.” Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan izin
Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah mendzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada
Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati
Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang. (QS. an-Nissa’ ayat 64).
Jika anda merasa telah menganiaya, mendzalimi diri Anda sendiri, datanglah ke hadirat Rasulullah Saw. Dan
katakanlah: “Ya Sayyidi, ya
Rasulullah. Di hadiratmu ya Rasulullah, engkau akan memintakan ampun atas
nama kami. Alalh Swt. Berfirman: “Mereka datang ke
hadiratmu ya Muhammad Saw., dan engkau akan
memintakan ampun atas nama mereka, maka Aku pun akan mengampuninya.” Nah,
itulah obat kita. Kita mengucapkan doa: “Istaghfirullah ‘inda hadhrati l Musthafa wabijahi Nabiyyikal Musthafa.”
Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 01 Oktober 2013
Diedit ulang dari milis muhibbun_naqsybandi@yahoogroups.com
Naudzubillah..Mencium makam Rasulullah SAW tidak pernah dilakukan para sahabat ! Darimana dalilnya jika makam Rasulullah SAW adalah surga dunia???, sementara Rasulullah SAW semasa hidupnya selalu berdoa agar makamnya tidak dikeramatkan, dan tidak dijadikan sesembahan/masjid.
BalasHapusTegakkan sunnah...hancurkan bid'ah !
Ndak ngerti literal bahasa
Hapushei anonim.
Hapuspernahkah km bertemu dengan rasulullah??
syekh hisyam sudah pernah.
aku melihat dgn mata saya sendiri. pd saat membaca solawat dengan majelis sholawat. syekh hisyam tiba" berdiri dan berdoa, lalu para jama'ah ikut berdiri.
setelah acara sholawat selesai lalu syekh hisyam bertausyiah. bahwa beliau melihat rasulullah dgn rombongan malaikuat datang dari pintu langit arah timur menghampiri jamaah yg menghadiri majelis sholawat tersebut.
Maf sdra ku, sunnah nabi mna sja yg sdah anda ketahui? N sdah brpa hadits,riwayat nabi,asbabu alnuzul,asbabu alwurud n jumhur ulama yg anda ketahui? ( to yg mnolak blog ini).
BalasHapus@anonim, semoga kau diberi hidayah agar hati dan akalmu tidak sekeras batu.
BalasHapusAku mencintai seseorang ...dan aku ungkapkan perasaanku kepadanya lewat surat yang aku kirimkan untuk seseorang yang aku cintai.
BalasHapusTidak lama kemudian aku menerima balasan suratku dan dia menerimaku sebagai kekasihnya.
Betapa bahagia rasa hatiku...setiap kali aku membuka surat dan membacanya berbuncah rasa cinta dan letupan ungkapan langsung terucap dlm diriku.
Kuciumi sepucuk suratnya, kubaca terus isinya dan sudah cukuplah itu sebagai pengobat rinduku.
(semoga tamsil di atas bisa dipahami dgn rasa cinta dan bukan dipahami sebagai akulah yang maha benar)
syaikh hisyam murid syaikh nazid adalah penghalal musik dan khalwat yang jelas2 di tentang nabi.. jangan percaya dengan syaikh hisyam Penipu ..
BalasHapusJglah lidahmu karan itu bisa membawamu keneraka, jgnlah menghakimi seseorang klu belum mengerti perkara tersebut
Hapushei anonim.
Hapuspernahkah km bertemu dengan rasulullah??
syekh hisyam sudah pernah.
aku melihat dgn mata saya sendiri. pd saat membaca solawat dengan majelis sholawat. syekh hisyam tiba" berdiri dan berdoa, lalu para jama'ah ikut berdiri.
setelah acara sholawat selesai lalu syekh hisyam bertausyiah. bahwa beliau melihat rasulullah dgn rombongan malaikuat datang dari pintu langit arah timur menghampiri jamaah yg menghadiri majelis sholawat tersebut.
@Fashier Puteh
BalasHapussemoga kau diberi ilmu agar mengetahui betapa sesatnya sufi ini..
aku bertobat dari aliran sesat ini..
ngaku cinta nabi kok menghina sunnah? malah membuat bid'ah ?
BalasHapusapa itu namanya cinta nabi ??
jalan sufi jalan yang terindah untuk mendekatkan diri kepada Alloh dan mencintai Rasululloh, guru mulia para mursyid Thariqoh semoga selalu di jaga oleh Alloh SWT
BalasHapusKalau mau dicintai harus mencintai. apakah RASULULLAAH SAW mencintai umat nya??? Apakah kita mencintaiNYA??? atau kalian membencinya atas apapun alasan nya??? Masing2 punya CINTA masing2 punya cara manCINTAINYA.
BalasHapusAllah SWT sudah sampaikan dalam Al-Qur'an bahwa kita umat Rasulullah akan berselisih dalam syariat hingga akhir zaman...ada hal yg selalu Ku ingat yaitu "masuklah Islam secara kaffah" jadi ku mulai dengan Dzikir nama Allah Allahu Al 'Ilmu Allahu An Nur agar ku dapat memahami islam secara menyeluruh...syari'at, tarikat, hakikat, ma'rifat, thassauf, mantik, tauhid, nahu, syaraf, muhasabah, mahabbah, dan beberapa perjalanan ulama, wali2,....dan mempelajari beberapa thoriqat qodariah, asaliyah,zaman, naqhsyabandi, satariyah sudah lebih 20 tahun dan terus akhir hayat sesuai pesan Rasullullah karena yang ku ingat disa'at Nabi Muhammad SAW sedih dan para sahabatpun sedih karena ummati...ummati...ummati jd yg kubawa sekarang ini adalah kesedihan ataupun tangisan Rasulullah..kenapa kita mesti berdebat Allah SWT sudah menyampaikan dalam Al-Qur'an bagusnya jangan saling menyalahkan karena menimbulkan fitnah...ambillah mutiara ilmu dari ulama, syech, wali2 Allah SWT hingga kita mencapai tingkat pemahaman ilmu yang cukup...sami'na wa ato'na insya Allah kita semua kan dibimbing Allah SWT ...Allah SWT Maha Segala galaNya dan Maha Sempurna.
BalasHapusSeorang wali tentulah tidak akan membuka jati dirinya, makanya lara sahabat bertanya dimanakah mereka oara wali? Yg keberadaannya tidak akan dianggap, dan ketidakberadaannya pun tidak akan dicari..
BalasHapus