Membersihkan Hati dan Mengatasi Keraguan Dalam
Beribadah
Oleh: Maulana Al-Habib Luthfi Bin Yahya
Siapapun yang ma’rifatnya hidup, hatinya hidup, akan resah dengan apa yang
ada dalam hatinya. Kalau-kalau ada penyakit bathiniyah. Bagi orang yang
kesadarannya tinggi itu sangat meresahkan.
Cara
mengatasinya, pertama, bertaqarub
kepada Allah melalui thariqat. Mengganti sifat-sifat yang kurang baik, yang
melekat di hati dengan sifat-sifat yang baik, yang senantiasa mengajak kita
bertaqarub kepada Allah Swt.
Kedua, kita
berusaha menganti ukiran-ukiran yang buruk dalam hati kita dengan ukiran-ukiran
yang indah, dengan cara berusaha menjalankan perintah Allah Swt. dan sunnah
Baginda Nabi Saw. Kemudian mendekatkan diri kita pada ulama, menghadiri
ta’lim-ta’lim mereka. Karena duduk bersama para alim ulama menimbulkan daya
tarik tersendiri bagi kita untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah Swt.
Ketahuilah,
manusia itu tempatnya kekurangan. Siapapun mempunyai sifat kekurangan. Mari
kita sama-sama belajar mengurangi (bukan menutup-nutupi) kekurangan yang ada
pada diri kita masing-masing dengan cara berdzikir. Allah Swt. berfirman: “Berdzikir itu menenangkan hati”. Jika
hati kita tenang, insyaAllah kita
akan lebih mudah mengndalikan keinginan kita untuk berbuat maksiat.
Sebetulnya,
kalau kita mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan perasaan yang masih kurang
sempurna, itu baik. Sebab, perasaan ini akan mendorong kita untuk meningkatkan
kualitas ibdah kita dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan
memperbaiki amal ibadah kita, sekalipun orang lain menilai amal ibadah kita
sudah sangat bagus.
Jadi, ada
baiknya perasaan tersebut dipelihara. Tapi, ingat, jangan menggunakan keyakinan
kita. Sebab, kalau masuk ke masalah keyakinan, akan muncul rasa syak dan ragu.
Misalnya, benarkah shalat yang kita jalankan itu merupakan perintah Allah Swt.?
Kita harus
yakin, apa yang kita kerjakan adalah perintah Allah Swt. Kita mengerjakannya
untuk mentaati perintahNya. Adapun diterima atau tidak, itu urusan Allah Swt.
Itu mutlak hak Allah Ta’ala. Memang, kita menginginkan amal ibadah itu
diterima. Tapi mau diberi pahala atau tidak, itu urusan Allah Ta’ala. Itulah
yang paling baik.
0 komentar:
Posting Komentar