BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM
Sejarah peperangan di Tabuk dan kematian putera kesayangan Nabi Muhammad yang bernama Ibrahim
Ketentuan Zakat dan Kharaj - Berita Rumawi bersiap siap -
Seruan Muhammad menghadapi Rumawi - Muslimin menyambut
seruan Rasul - Mereka yang tinggal di belakang dan
orang-orang Munafik - Muhammad bersikap tegas - Tentara
Rumawi - Jalan ke Syam yang panas membakar - Rumawi menarik
diri ketakutan - Perjanjian dengan Yohanna dan para amir
perbatasan - Kembali ke Medinah - Ibrahim sakit - Muhammad
meratapi kematian Ibrahim.
PERISTIWA rumah-tangga serta ketegangan dan kegelisahan yang
timbul antara Nabi dengan isteri-isterinya tidak sampai
mengubah segala sesuatu mengenai masalah-masalah umum.
Setelah Mekah dibebaskan dan penduduk kota itu menerima
Islam, sekarang masalah-masalah umum itu sudah terasa makin
penting sekali. Seluruh masyarakat Arab sudah mulai
merasakan betapa pentingnya hal itu. Rumah Suci itu sudah
merupakan tempat suci buat orang Arab, tempat mereka
berziarah sejak berabad-abad lamanya. Rumah Suci ini dan
segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu - penjagaan,
penyediaan makanan dan air serta hal-hal yang berhubungan
dengan masalah haji dari pelbagai macam upacara - sekarang
berada di tangan Muhammad dan di bawah undang-undang agama
baru ini. Sudah tentu sekali dengan dibebaskannya Mekah
masalah-masalah umum di kalangan Muslimin akan jadi
bertambah, dan kaum Muslimin pun akan bertambah pula
merasakan akan adanya pengaruh mereka di segala pelosok
jazirah. Dengan bertambahnya masalah-masalah umum ini dengan
sendirinya akan bertambah pula pengeluaran-pengeluaran
masyarakat umum itu.
Oleh karena itu kaum Muslimin harus mengeluarkan zakat
'usyr1 dan orang-orang Arab yang masih bertahan dengan
jahiliahnya diharuskan pula membayar kharaj (pajak tanah).
Hal ini menimbulkan kegelisahan di kalangan mereka; kadang
mereka menggerutu, bahkan lebih dari hanya sekadar
menggerutu. Akan tetapi, peraturan baru yang berhubungan
dengan agama baru ini, soal pemungutan 'usyr dan kharaj di
seluruh jazirah belum merupakan suatu jalan ke luar. Untuk
maksud itu Muhammad kemudian mengutus sahabat-sahabatnya -
tak lama setelah ia kembali dari Mekah - untuk memungut
'usyr dari penghasilan para kabilah yang sudah beragama
Islam tanpa mengusik-usik modal pokok. Mereka semua itu
berangkat menuju tujuannya masing-masing, dan para kabilah
itu pun menyambut mereka dengan ramah sekali dan zakat 'usyr
itu pun dibayarnya dengan segala senang hati. Tak ada pihak
yang mau mengelak dari itu selain daripada anak-suku dari
Banu Tamim dan Banu'l-Mushtaliq. Sementara zakat 'usyr itu
dikenakan kepada kabilah-kabilah dekat kabilah Banu Tamim
yang mereka laksanakan berupa ternak dan harta, tiba-tiba
Banu'l-'Anbar [anak suku Banu Tamim], sebelum mereka itu
dimintai zakat, mereka sudah siap membawa tombak dan pedang
mengusir petugas itu dari daerahnya.
Setelah berita ini disampaikan kepada Muhammad, ia segera
menugaskan 'Uyaina b. Hishn memimpin lima puluh orang
anggota pasukan berkuda. Mereka diserbu dengan tiada setahu
mereka dan mereka pun lari tunggang-langgang. Lebih dari
limapuluh orang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak
menjadi tawanan, dan mereka ini dibawa pulang ke Medinah.
Tawanan itu oleh Nabi dipenjarakan. Di kalangan Banu Tamim
ini sudah ada sejumlah kaum Muslimin yang pernah ikut
berperang di samping Nabi dalam membebaskan Mekah dan di
Hunain. Yang sebagian lagi masih tetap dalam jahiliah.
Setelah mengetahui apa yang terjadi terhadap kawan-kawan
mereka dari Banu'l-'Anbar itu, mereka mengirimkan utusan ke
Medinah, terdiri dari pemuka-pemuka mereka sendiri. Bila
mereka sudah sampai di mesjid, mereka memanggil-manggil Nabi
dari luar kamar: Muhammad, keluarlah ke mari. Panggilan
mereka ini sangat mengganggu Nabi. Sebenarnya ia tidak akan
keluar menemui mereka, kalau tidak karena terdengar suara
azan sembahyang lohor. Begitu mereka melihat Nabi, segera
mereka melaporkan apa yang telah dilakukan 'Uyaina terhadap
golongan mereka itu. Juga mereka melaporkan tentang beberapa
orang yang sudah masuk Islam dan pernah berjuang di
sampingnya, selanjutnya dikatakan betapa kedudukan mereka
itu di tengah-tengah masyarakat Arab.
"Kami kemari hendak berlumba," kata mereka lagi. "Berilah
ijin kepada penyair dan orator kami."
Kemudian juru pidato mereka, 'Utarid b. Hajib berpidato.
Setelah selesai, Rasulullah memanggil Thabit b. Qais untuk
membalasnya. Seterusnya penyair mereka, Az-Zabriqan b. Badr
membacakan sajak-sajak yang kemudian dibalas oleh Hassan b.
Thabit. Setelah selesai perlombaan itu, 'Afra' b. Habis
berkata: Orang ini memang tepat sekali. Oratornya lebih
ulung dari orator kita, penyairnya juga lebih pandai dari
penyair kita dan suara mereka lebih nyaring dari suara kita.
Dan rombongan itu pun menerima Islam. Tawanan-tawanan itu
oleh Nabi dibebaskan dan dikembalikan kepada mereka.
Ada pun Banu Mushtaliq, begitu mereka melihat pemungut zakat
dan pajak, mereka lari ketakutan. Kemudian mereka mengutus
orang kepada Nabi melaporkan, bahwa adanya kekuatiran yang
tidak pada tempatnya itu telah menimbulkan adanya salah
paham.
Pengaruh Muhammad kini sudah mulai terasa sampai ke
pelosok-pelosok jazirah. Setiap ada golongan atau kabilah
yang mencoba-coba hendak melawan pengaruh itu, Nabi sudah
siap pula mengirimkan kekuatan ke sana dan mengharuskan
mereka tunduk membayar kharaj dengan tetap dalam kepercayaan
mereka, atau sebagai orang Islam dengan membayar zakat.
Sementara perhatiannya sedang diarahkan ke seluruh jazirah
Arab supaya jangan lagi ada pihak yang akan dapat
menggoyahkan, dan keamanan di seluruh wilayah itu
benar-benar aman sampai ke pelosok-pelosok, tiba-tiba ada
berita sampai kepadanya dari pihak Rumawi, bahwa negara itu
sedang menyiapkan sebuah pasukan tentara yang hendak
menyerang perbatasan tanah Arab sebelah utara, dengan suatu
serangan yang akan membuat orang lupa akan penarikan mundur
yang secara cerdik dilakukan pihak Arab di Mu'ta dulu itu.
Juga akan membuat orang lupa akan pengaruh Muslimin yang
deras maju ke segenap penjuru yang hendak membendung
kekuasaan Rumawi di Syam dan kekuasaan Persia di Hira.
Berita itu tiba sudah begitu konkrit. Ia tidak lagi
ragu-ragu dalam mengambil kesempatan ini. Ia hendak
menghadapi sendiri kekuatan itu dan akan menghancurkannya
sekali dengan mengikis habis setiap harapan dalam hati
pemimpin-pemimpin mereka yang bermaksud hendak menyerang dan
mengganggu kawasan itu.
Ketika itu musim panas belum berakhir. Suhu panas musim pada
awal musim rontok yang sampai pada titik yang sangat tinggi
itu merupakan musim maut yang sangat mencekam di wilayah
padang pasir. Di samping itu memang perjalanan dari Medinah
ke Syam, selain perjalanan yang panjang juga sangat sukar
sekali ditempuh. Perlu ada keuletan, persediaan bahan
makanan dan air. Jadi, tidak ada jalan lain Muhammad harus
memberitahukan niatnya hendak berangkat menghadapi Rumawi
itu kepada umum; supaya mereka juga bersiap-siap. Tidak ada
jalan lain juga harus menyimpang pula dari kebiasaannya
dalam ekspedisi-ekspedisinya yang sudah-sudah, yang dalam
memimpin pasukannya sering ia menuju ke jurusan lain
daripada yang sebenarnya dituju, untuk menyesatkan pihak
musuh supaya berita perjalanannya itu tidak diketahui.
Kemudian Muhammad menyerukan kepada semua kabilah
bersiap-siap dengan pasukan yang sebesar mungkin.
Orang-orang kaya dari kalangan Muslimin juga dimintanya
supaya ikut serta dalam menyiapkan pasukan itu dengan harta
yang ada pada mereka serta mengerahkan orang supaya
sama-sama menggabungkan diri ke dalam pasukan itu. Dengan
demikian, itu akan berarti sekali sehingga dapat membawa
rasa cemas kedalam jiwa pihak Rumawi, yang sudah terkenal
oleh banyaknya jumlah orang dan besarnya perlengkapan.
Bagaimana gerangan kaum Muslimin menyambut seruan ini, yang
berarti harus meninggalkan isteri, anak dan harta-benda,
dalam panas musim yang begitu dahsyat, dalam mengarungi
lautan tandus padang sahara, kering, air pun tak seberapa,
kemudian harus pula menghadapi musuh yang sudah mengalahkan
Persia, dan belum dapat dikalahkan oleh kaum Muslimin? Akan
tetapi iman mereka, kecintaan mereka kepada Rasul, serta
kemesraan kepada agama, mereka pun terjun menyambut seruan
itu, berangkat dalam satu arak-arakan yang rasanya dapat
menyempitkan ruang padang sahara itu, sambil mengerahkan
semua harta dan ternak mereka, siap dengan senjata ditangan,
dengan debu yang sudah mengepul, yang begitu sampai
beritanya kepada musuh, mereka akan lari tunggang-langgang.
Ataukah barangkali perjalanan yang begitu sulit itu, di
bawah lecutan udara panas, dibawah ancaman lapar dan haus,
mereka akan jadi enggan dan kembali surut?
Dua perasaan itu di kalangan Muslimin ada pada waktu itu.
Ada yang menyambut agama ini dengan hati yang bersemarak
cahaya dan bimbingan Tuhan, hati yang sudah berkilauan
cahaya iman, dan ia sudah tidak mengenal yang lain. Ada yang
masuk agama dengan suatu harapan, dan dengan rasa gentar.
Mereka mengharapkan harta rampasan perang, karena
kabilah-kabilah itu sudah tak berdaya menahan serbuan
Muslimin, lalu mereka menyerah dan bersedia membayar jizya2
dengan taat dan patuh. Yang merasa gentar karena kekuatan
ini dapat menghantam kekuatan lain yang merintanginya, dan
ditakuti kekuasaannya oleh setiap raja. Golongan pertama,
dengan segera mereka itu berbondong-bondong menyambut seruan
Rasulullah. Ada orang miskin dari mereka itu, tidak ada
binatang beban yang akan ditungganginya, ada pula orang yang
kaya raya, menyerahkan semua harta kepadanya untuk
diserahkan kepada perjuangan di jalan Allah, dengan hati
ikhlas, dengan harapan akan gugur pula sebagai syahid di
sisi Tuhan. Sedang yang lain masih berat-berat langkah dan
mulai mereka itu mencari-cari alasan, sambil berbisik-bisik
sesama mereka dan mencemooh ajakan Muhammad kepada mereka
untuk menghadapi suatu peperangan yang jauh, dalam udara
yang begitu panas membakar.
Itulah mereka orang-orang munafik, yang karenanya Surah
At-Taubah turun, yang berisi ajakan perjuangan yang paling
besar dan tegas-tegas menyampaikan ancaman Tuhan kepada
mereka yang membelakangi ajakan Rasulullah.
Ada sekelompok orang-orang munafik yang berkata satu sama
lain: Jangan kalian berangkat perang dalam udara panas. Maka
firman Tuhan ini turun:
"É dan mereka berkata: "Jangan kamu berangkat perang dalam
udara panas begini.' Tapi katakanlah: 'Api neraka lebih
panas lagi, kalau kamu mengerti! Biarlah mereka tertawa
sedikit dan menangis lebih banyak sebagai balasan atas hasil
perbuatan mereka." (Qur'an, 9: 81-82)
Kata Muhamnmad kepada Jadd b. Qais - salah seorang Banu
Salima:
"Hai Jadd, engkau bersedia tahun ini menghadapi
Banu'l Ashfar?"
"Rasulullah," kata Jadd. "Ijinkanlah saya untuk tidak
dibawa ke dalam ujian serupa ini. Masyarakat saya sudah
cukup mengenal, bahwa tak ada orang yang lebih berahi
terhadap wanita seperti saya ini. Kuatir saya, bahwa kalau
saya melihat wanita-wanita Banu'l-Ashfar, saya takkan dapat
menahan diri." [Banu'lAshfar ialah bangsa Rumawi].
Oleh Rasulullah ia ditinggalkan. Dalam hubungan ini ayat
berikut ini turun:
"Ada pula di antara mereka yang berkata: 'Ijinkanlah saya
(tidak ikut serta) dan jangan kaubawa saya ke dalam ujian
ini.' Ya, ketahuilah, mereka kini sudah terjatuh ke dalam
ujian itu, dan bahwa neraka itu melingkungi orang-orang
kafir." (Qur'an, 9:49)
Orang-orang yang memang sudah membawa bibit-bibit kebencian
dalam hatinya kepada Muhammad, mereka mengambil kesempatan
dalam peristiwa ini supaya orang-orang munafik itu tambah
munafik dan menghasut orang supaya tinggal di belakang medan
perang. Muhammad melihat bahwa mereka itu tak dapat diberi
hati, kuatir nanti akan merajalela. Ia berpendapat akan
mengambil tindakan terhadap mereka dengan tangan besi. Ia
mengetahui, bahwa banyak orang berkumpul di rumah Sulaim
orang Yahudi itu. Mereka mau mengalang-alangi orang, mau
menanamkan rasa enggan dalam hati orang dan supaya mereka
tinggal saja di garis belakang. Didampingi oleh beberapa
orang sahabat ia mengutus Talha b. 'Ubaidillah kepada mereka
dan rumah Sulaim itu dibakar. Salah seorang dari mereka
patah kakinya ketika ia melarikan diri dari dalam rumah itu.
Yang lain-lain langsung menerobos api itu dan dapat
meloloskan diri.
Tetapi mereka sudah tidak lagi mengulangi perbuatan semacam
itu. Bahkan itu menjadi contoh buat yang lain. Sesudah itu
tak ada lagi orang berani melakukan perbuatan demikian.
Tindakan tegas terhadap orang-orang munafik itu ada juga
bekasnya. Dalam mempersiapkan pasukan itu orang-orang kaya
dan orang-orang berada telah pula datang menyumbangkan
hartanya dalam jumlah yang cukup besar. Usman b. 'Affan saja
sendiri menyumbang seribu dinar, dan banyak lagi yang lain,
masing-masing menurut kemampuannya. Setiap orang yang mampu
tampil dengan perlengkapan dan biaya sendiri pula.
Orang-orang yang tidak punya juga banyak yang datang ingin
dibawa serta oleh Nabi. Mereka yang mampu oleh Nabi dibawa,
sedang kepada yang lain ia berkata: "Dalam hal ini saya
tidak mendapat kendaraan yang akan dapat membawa kamu."
Dengan demikian mereka pun kembali, kembali dengan
bercucuran airmata. Mereka sedih, karena tak ada pula yang
dapat mereka sumbangkan. Karena tangisan mereka itu mereka
diberi nama Al-Bakka'un (orang-orang yang menangis). Pasukan
yang sudah berkumpul mendampingi Muhammad ini - yang disebut
Pasukan 'Usra karena kesukaran yang dialami sejak mulai
dibangun - sebanyak tigapuluh ribu Muslimin. Dalam menunggu
Muhammad kembali dari mengurus beberapa masalah di Medinah,
sementara dia tidak ada, di tengah-tengah pasukan yang sudah
berkumpul itu Abu Bakrlah yang bertindak sebagai imam
sembahyang.
Sekarang, setelah masalah-masalah dalam kota diserahkan
kepada Muhammad b. Maslama; dan Ali b. Abi Talib diserahi
urusan keluarga dan disuruhnya ia tinggal dengan mereka.
Setelah segala sesuatunya sudah dianggap beres, ia pun
kembali ke tempat semula memimpin pasukan. Ketika itu
Abdullah b. Ubayy juga sudah siap dengan sebuah pasukan
terdiri dari golongannya sendiri, akan berangkat disamping
pasukan Muhammad. Akan tetapi menurut Nabi, Abdullah dan
pasukannya itu supaya tetap di Medinah saja karena selain
kurang dapat dipercaya imannya juga ia tidak kuat.
Setelah mendapat perintah, pasukan itu pun berangkat, debu
dan pasir halus mengepul-ngepul ke udara diselingi oleh
ringkik kuda. Wanita-wanita Medinah pergi naik ke atas
loteng hendak menyaksikan pasukan tentara yang dahsyat ini,
berangkat hendak menerobos padang sahara menuju ke arah
Syam; yang demi di jalan Allah, tidak mereka pedulikan lagi
udara panas, rasa dahaga dan lapar, dengan meninggalkan
mereka yang mau duduk-duduk dan tinggal di belakang,
orang-orang yang lebih suka tinggal di tempat yang teduh dan
bersenang-senang daripada suatu ujian iman dan perkenanan
Tuhan. Pasukan tentara yang telah didahului oleh sepuluh
ribu pasukan berkuda serta kaum wanita yang begitu terpesona
menyaksikan segala kebesaran dan kekuatan itu, suasananya
telah dapat menggerakkan hati beberapa orang yang tadinya
surut dalam menerima ajakan Rasul dan tidak mau ikut.
Demikian juga Abu Khaithama, setelah melihat suasana itu ia
kembali pulang. Kedua orang isterinya dijumpainya
masing-masing sedang menyirami tempat ia berteduh dan sedang
mendinginkan air minum dan menyediakan makanan buat dia.
Setelah dilihatnya apa yang dilakukan wanita itu ia berkata:
"Rasulullah dalam terik matahari, angin dan udara panas,
sedang Abu Khaithama di tempat yang teduh, sejuk dengan
makanan dan wanita cantik diam di rumah. Sediakan
perbekalanku, aku akan menyusul."
Setelah bekal yang diperlukan disediakan, ia pun pergi
menyusul pasukan tentara. Mungkin masih ada juga sekelompok
orang yang tinggal di belakang telah pula mengikuti jejak
Abu Khaithama, setelah mereka menyadari bahwa tindakan
mereka yang hendak mengelak dan takut-takut itu suatu
tindakan tercela dan hina.
Dalam perjalanannya tentara itu sudah sampai di Hijr. Di
tempat ini terdapat pula puing-puing bekas rumah-rumah kaum
Thamud yang terukir pada batu besar. Di tempat itu mereka
oleh Rasulullah diperintahkan berhenti. Orang-orang pun
mulai mengambil air dari sumur. Setelah selesai, kata Rasul
kepada mereka:
"Jangan ada yang minum air sumur ini, juga jangan dipakai
berwudu untuk sembahyang. Bila sudah ada adonan yang kamu
buat dengan air itu berikanlah kepada ternak dan samasekali
jangan kamu makan. Juga jangan ada yang keluar malam ini
kalau tidak disertai seorang teman."
Soalnya tempat itu tiada pernah dilalui orang dan kadang
timbul angin badai berupa pasir yang dapat menimbun manusia
atau binatang. Malam itu ada dua orang yang keluar diluar
perintah Rasul. Salah seorang daripada mereka dibawa angin
dan yang seorang lagi tertimbun pasir. Keesokan harinya
orang melihat pasir itu telah menimbuni sumur sehingga air
tidak ada lagi. Orang jadi takut akan kehausan lebih ngeri
lagi karena perjalanan masih panjang. Akan tetapi, sementara
mereka dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang awan membawa
hujan dan mereka pun kini mendapat air berlimpah-limpah.
Perasaan takut hilang dan mereka semua bergembira. Ada
mereka yang berkata satu sama lain, bahwa itu suatu mujizat.
Sedang yang lain mengatakan itu hanya awan lalu.
Setelah itu pasukan tentara itu meneruskan perjalanan ke
Tabuk. Sebenarnya tentang pasukan ini dan kekuatannya
beritanya sudah sampai kepada pihak Rumawi. Oleh karena itu
ia lebih suka menarik mundur pasukannya yang tadinya sudah
ditujukan ke perbatasan dengan maksud hendak melindungi
daerah Syam dengan benteng-bentengnya itu. Setelah pihak
Muslimin sampai di Tabuk dan Muhammad mengetahui pihak
Rumawi menarik diri dan berada dalam ketakutan, dirasa sudah
tidak pada tempatnya akan mengejar mereka terus sampai ke
dalam negeri mereka.
Oleh karena itu ia tetap tinggal di perbatasan, akan
menghadapi siapa saja yang akan menyerang atau melawannya.
Ia berusaha menjaga perbatasan-perbatasan itu supaya jangan
ada pihak yang melandanya.
Ketika itulah Yohanna bin Ru'ba - seorang amir (penguasa)
Aila3 yang tinggal di perbatasan oleh Nabi telah dikirimi
surat supaya ia tunduk atau akan diserbu. Yohanna datang
sendiri dengan memakai salib dari emas di dadanya. Ia datang
dengan membawa hadiah dan menyatakan setia. Ia mengadakan
perdamaian dengan Muhammad dan bersedia membayar jizya
seperti yang juga dilakukan oleh pihak Jarba'4 dan Adhruh5
dengan membayar jizya. Di samping itu Rasulullah telah pula
membuat surat-surat perjanjian perdamaian dengan mereka.
Berikut ini salah satu bunyi teks itu, yakni yang dibuat
dengan Yohanna:
"Atas nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Surat ini ialah
perjanjian keamanan atas nama Tuhan dari Muhammad, Nabi
Utusan Allah kepada Yohanna ibn Ru'ba serta penduduk Aila,
atas kapal-kapal dan kendaraan-kendaraan dalam perjalanan
mereka di darat dan di laut, mereka berada dalam jaminan
Allah dan Muhammad, termasuk mereka penduduk Syam, penduduk
Yaman dan penduduk pantai laut. Barangsiapa melakukan suatu
pelanggaran maka selain dirinya, hartanya itu tidak akan
dapat melindunginya dan Muhammad dibenarkan mengambil itu
dari mereka. Mereka tidak boleh dirintangi dari air yang
dikehendaki atau jalan yang akan ditempuhnya, di darat atau
di laut."
Sebagai tanda persetujuan atas perjanjian ini Muhammad telah
pula memberikan hadiah kepada Yohanna berupa mantel tenunan
Yaman disertai perhatian penuh kepadanya, setelah diperoleh
persetujuan bahwa Aila akan membayar jizya sebesar 3000
dinar tiap tahun.
Muhammad sebenarnya sudah tidak perlu lagi berperang setelah
pihak Rumawi menarik diri, dan telah dibuat perjanjian
dengan daerah-daerah yang terletak di perbatasan dan karena
sudah merasa aman setelah pula balatentara Bizantium kembali
dari wilayah itu, kalau tidak karena lalu timbul suatu
kekuatiran baru. Pihak Ukaidir b. 'Abd'l-Malik al-Kindi
orang Nasrani, Penguasa Duma6 itu akan memberontak dengan
mendapat bantuan balatentara Rumawi bilamana mereka datang
dari jurusan itu. Itu sebabnya Nabi lalu menugaskan Khalid
bin'l-Walid dengan sebuah pasukan berkuda terdiri dari 500
orang. Dia sendiri berbalik dengan pasukannya kembali ke
Medinah.
Dengan cepat sekali Khalid terjun menyusur ke Duma dengan
tidak setahu penguasa itu, yang dalam malam terang bulan
dengan disertai saudaranya yang bernama Hassan, sedang
sama-sama memburu lembu liar. Khalid tidak mendapat
perlawanan yang berarti. Hassan terbunuh dan Ukaidir
ditawan. Ia diancam akan dibunuh kalau pintu gerbang Duma
tidak dibuka. Oleh karena itu pintu-pintu kota kemudian
dibuka sebagai tebusan atas diri sang amir. Dari tempat ini
Khalid kemudian dapat mengangkut sebanyak duaribu ekor unta,
delapan ratus ekor kambing, empat ratus wasq (muatan) gandum
dan empat ratus buah pakaian besi. Semua itu diangkutnya
bersama-sama dengan Ukaidir sampai dapat menyusul Nabi di
Ibukota. Muhammad menawarkan Islam kepada Ukaidir yang
kemudian diterimanya dan ia pun menjadi pula sekutunya.
Muhammad kembali dengan memimpin ribuan anggota Pasukan
'Usra ini dari perbatasan Syam ke Medinah, bukanlah soal
yang ringan. Mereka itu kebanyakan tidak mengerti makna
persetujuan yang telah diadakan dengan amir Aila dan
negeri-negeri tetangganya, Juga mereka tidak menganggap
begitu penting persetujuan-persetujuan yang telah dibuat
oleh Muhammad guna menjamin keamanan di perbatasan seluruh
jazirah itu serta dibangunnya benteng-benteng di
tempat-tempat itu sebagai perbatasan dengan pihak Rumawi.
Sebaliknya yang dapat mereka lihat hanyalah, bahwa mereka
menempuh jalan yang sulit dan panjang ini, dengan mengalami
gangguan-gangguan, kemudian kembali tanpa membawa rampasan,
tanpa membawa tawanan perang, bahkan berperang juga tidak.
Segala yang dapat mereka lakukan hanyalah tinggal di Tabuk
selama hampir duapuluh hari.
Jadi, hanya untuk inikah mereka mengarungi padang sahara di
bawah tekanan panas musim yang dahsyat, sementara
buah-buahan di Medinah sudah mulai masak, dan orang sudah
pula dapat menikmatinya? Ada segolongan orang yang lalu
mengejek apa yang telah dilakukan Muhammad itu. Orang yang
memang sudah teguh imannya, menyampaikan kabar ini
kepadanya. Ia mengambil tindakan terhadap orang-orang yang
mengejeknya itu, kadang dengan kekerasan, kadang dengan cara
lemah-lembut, sementara pasukan tentara meneruskan
perjalanan pulang ke Medinah sambil selalu Muhammad menjaga
dan mengatur barisan itu.
Tatkala ia sudah sampai di kota, Khalid bin'l-Walid pun
menyusul pula sampai. Ia datang bersama dengan Ukaidir yang
dibawanya dari Duma, berikut unta, kambing, gandum dan
baju-baju besi. Ketika itu Ukaidir mengenakan pakaian
lengkap dari sutera berat dengan berumbaikan emas. Penduduk
Medinah sangat terpesona melihatnya.
Mereka yang tinggal di belakang tidak mengikutinya merasa
gelisah sekali. Mereka yang tadinya mengejek kini mulai
sadar sendiri. Mereka datang sekarang sambil membawa dalih
minta maaf. Tetapi kebanyakan mereka minta maaf itu disertai
kebohongan. Sikap mereka ini oleh Muhammad ditolak,
diserahkan kepada kebijaksanaan Tuhan. Tetapi ada tiga orang
yang sudah beriman kepada Allah dan kepada Rasul, mereka ini
mengakui akan tindakan mereka tinggal di belakang dan
mengakui pula dosa mereka. Mereka itu ialah Ka'b b. Malik,
Murara bin'r-Rabi' dan Hilal b. Umayya. Karena larangan yang
pernah dikeluarkan oleh Muhammad, mereka bertiga itu selama
limapuluh hari tidak diajak bicara oleh kaum Muslimin, juga
tidak seorang Muslim pun mengadakan hubungan dagang dengan
mereka. Tetapi Tuhan kemudian mengampuni mereka bertiga, dan
firman Tuhan ini turun:
"Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan
orang-orang Anshar yang telah mengikuti Nabi pada masa
kesulitan ('usra) setelah ada sebahagian mereka yang hampir
menyimpang hatinya. Tetapi kemudian Tuhan menerima taubat
mereka. Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada mereka.
Juga terhadap tiga orang yang tinggal di belakang, sehingga
bumi yang seluas ini terasa sempit oleh mereka, napas mereka
pun terasa sesak, dan mereka sudah mengerti, bahwa tak ada
tempat berlindung dari siksa Tuhan selain kepada Tuhan juga.
Kemudian Allah menerima taubat mereka supaya mereka selalu
bertaubat. Dan Allah Maha Penerima segala taubat dan Maha
Pengasih." (Qur'an, 9:117-118)
Sejak itu Muhammad bersikap tegas terhadap orang-orang
Munafik, suatu sikap yang tidak biasa mereka alami
sebelumnya. Soalnya ialah karena jumlah kaum Muslimin sudah
bertambah banyak. Tingkah-laku kaum Munafik terhadap mereka
akan berbahaya sekali dan sangat dikuatirkan. Oleh karena
itu perlu diatasi. Muhammad memang sudah yakin sekali -
setelah janji Tuhan akan memberikan kemenangan kepada agama
dan perintah Tuhan - bahwa jumlah mereka akan bertambah,
akan berlipat-ganda banyaknya dari yang sekarang. Maka
ketika itulah orang-orang Munafik akan merupakan bahaya
besar. Keadaan sebelum itu, tatkala Islam masih terbatas
dalam kota Medinah dan sekitarnya, segala yang terjadi
terhadap kaum Muslimin dia sendiri yang mengawasinya.
Tetapi, sesudah agama meluas tersebar ke seluruh jazirah
Arab, bahkan sudah hampir meluas keluar, maka setiap
kelalaian terhadap orang-orang Munafik itu, berarti akan
merupakan suatu bencana yang sangat dikuatirkan akibatnya,
akan merupakan bahaya yang cepat sekali akan menjalar jika
tidak lekas-lekas pula kuman-kuman itu diberantas.
Ada beberapa orang membuat sebuah mesjid7 di Dhu Awan
sejauh satu jam perjalanan dari Medinah. Ke dalam mesjid
inilah kelompok orang-orang Munafik itu selalu datang.
Mereka berusaha hendak mengubah ajaran Tuhan dari yang
sebenarnya. Dengan itu mereka hendak memecah-belah kaum
Muslimin dengan menimbulkan bencana dan kekufuran. Kelompok
ini meminta kepada Nabi supaya membuka mesjid dan sekalian
sembahyang di tempat itu. Permintaan mereka diajukan sebelum
peristiwa Tabuk. Oleh Nabi mereka diminta menunggu sampai ia
kembali. Tetapi setelah kembali dan mengetahui persoalan
mesjid itu serta untuk apa pula tujuan sebenarnya dibangun,
oleh Nabi diperintahkan supaya mesjid itu dibakar. Dengan
demikian hal itu telah menjadi contoh, yang membuat
orang-orang Munafik itu jadi ketakutan. Mereka surut dan
menyisihkan diri. Yang akan melindungi mereka pun sudah tak
ada lagi selain Abdullah b. Ubayy, ketua dan pemimpin mereka
itu.
Hanya saja sesudah Tabuk, Abdullah b. Ubayy ini tidak lama
lagi hidupnya. Setelah dua bulan menderita sakit ia mati.
Meskipun rasa dengki terhadap Muslimin sudah menggerogoti
hatinya sejak Nabi tinggal di Medinah, namun Muhammad lebih
suka kaum Muslimin jangan menggangu Ibn Ubayy. Ketika orang
ini meninggal dan Nabi diminta menyembahyangkannya, dengan
segera pula Nabi pun menyembahyangkan dan mendoakan ketika
dikuburkan sampai upacara itu selesai. Dengan matinya Ibn
Ubayy sendi kaum Munafik itu juga runtuh. Mereka yang masih
ada, sekarang dengan sungguh-sungguh mereka bertaubat kepada
Tuhan.
Dengan ekspedisi Tabuk ini maka selesailah amanat Tuhan
diajarkan ke seluruh jazirah Arab, dan Muhammad sudah merasa
aman dari setiap permusuhan yang akan ditujukan kepada
agama. Utusan-utusan dari pelbagai daerah sekarang datang
menghadap kepadanya dengan menyatakan sekali kesetiaannya
serta mengumumkan pula keislamannya. Ekspedisi sekali ini
buat Nabi a.s. merupakan ekspedisi terakhir. Sesudah itu
Muhammad menetap di Medinah, menikmati karunia pemberian
Tuhan kepadanya. Ibrahim anaknya merupakan jantung hati
cindur mata selama enambelas atau delapanbelas bulan.
Apabila ia selesai menerima para utusan, mengurus
masalah-masalah kaum Muslimin, menunaikan kewajiban kepada
Tuhan serta hak kewajiban seluruh keluarga, hatinya merasa
sejuk dengan melihat bayi yang selalu berkembang dan baik
sekali pertumbuhannya itu. Makin lama makin jelas
kesamaannya, yang membuat sang ayah makin cinta dan kasih
kepadanya. Sepanjang bulan itu yang menjadi inang
pengasuhnya ialah Umm Saif, yang menyusui dan memberikan
susu kambing pengasih Nabi dulu itu.
Cinta-kasih Muhammad kepada Ibrahim sebenarnya bukan karena
suatu maksud pribadi yang ada hubungannya dengan Risalah
yang dibawanya, atau dengan yang akan menjadi penggantinya.
Muhammad a.s. dengan imannya kepada Tuhan dan kepada Risalah
Tuhan tidak akan memikirkan anak atau siapa yang akan
mewarisinya. Bahkan dikatakannya:
"Kami para Nabi, tidak dapat diwarisi. Apa yang kami
tinggalkan untuk sedekah."
Akan tetapi, rasa kasih insani dalam artinya yang luhur,
rasa kasih insani yang begitu dalam tertanam dalam hati
Muhammad - yang kiranya tidak akan dicapai oleh siapa pun,
rasa insani yang akan membuat manusia Arab memandang anak
laki-laki yang akan mewarisinya sebagai sebuah lukisan abadi
- rasa kasih inilah yang telah membuat Muhammad mencurahkan
semua cintanya kepada Ibrahim, kasih-sayang yang tiada
taranya. Dan rasa kasih ini lebih parah merasuk ke dalam
hati, karena sebelum itu ia telah kehilangan kedua puteranya
- Qasim dan Tahir, - dan keduanya masih bayi dalam pangkuan
Khadijah ibunya. Setelah Khadijah wafat ia kehilangan
puteri-puterinya pula, satu demi satu, setelah mereka
bersuami dan menjadi ibu. Sekarang tak ada lagi yang masih
hidup, selain Fatimah. Putera-putera dan puteri-puteri itu,
yang satu demi satu berguguran di tangannya dan dengan
tangannya sendiri pula ia menguburkan mereka ke dalam
pusara, yang telah meninggalkan luka yang begitu pedih dalam
hatinya, kini terasa terobat juga dengan lahirnya Ibrahim,
tempat buah hati meletakkan segala harapan. Dan sudah
sepantasnya pula bila dengan harapan itu ia merasa gembira,
merasa bahagia.
Tetapi harapan ini tidak berlangsung lama; hanya selama
beberapa bulan saja seperti yang sudah kita sebutkan.
Sesudah itu Ibrahim jatuh sakit, sakit yang sangat
menguatirkan. Ia dipindahkan ke sebuah tempat dengan kebun
kurma di samping Masyraba Umm Ibrahim. Maria dan Sirin
adiknya selalu menjaga dan merawatnya. Bayi ini tidak lama
sakitnya Tatkala ajal sudah dekat dan Nabi diberi tahu,
karena rasa sedih yang sangat mendalam, ia berjalan dengan
memegang tangan Abdur-Rahman b. 'Auf sambil bertumpu
kepadanya. Bila ia sudah sampai ke tempat itu di samping
'Alia - tempat Masyraba yang sekarang - dijumpainya Ibrahim
dalam pangkuan ibunya, sedang menarik napas terakhir.
Diambilnya anak itu, lalu diletakkannya di pangkuannya
dengan hati yang remuk-redam rasanya. Tangannya menggigil.
Kalbu yang duka dan pilu rasa mencekam seluruh sanubari.
Lukisan hati yang sedih mulai membayang dalam raut wajahnya.
Sambil meletakkan anak itu di pangkuan ia berkata:
"Ibrahim, kami tak dapat menolongmu dari kehendak Tuhan."
Dalam keadaan hening yang menekan itu kemudian airmatanya
berderai bercucuran, sementara anak itu sedang menarik napas
terakhir. Sang ibu dan Sirin menangis menjerit-jerit; oleh
Rasulullah dibiarkan mereka begitu.
Setelah tubuh Ibrahim tiada bergerak lagi, sudah tiada
bernyawa, dan dengan kematiannya itu padam pula semua
harapan yang selama ini membuka hati Nabi, makin deras pula
airmata Muhammad mengucur, sambil ia berkata:
"Oh Ibrahim, kalau bukan karena soal kenyataan, dan janji
yang tak dapat dibantah lagi, dan bahwa kami yang kemudian
akan menyusul orang yang sudah lebih dahulu daripada kami,
tentu akan lebih lagi kesedihan kami dari ini." Dan setelah
diam sejenak, katanya lagi: "Mata boleh bercucuran, hati
dapat merasa duka, tapi kami hanya berkata apa yang menjadi
perkenan Tuhan, dan bahwa kami, O Ibrahim, sungguh sedih
terhadapmu."
Muslimin yang melihat Muhammad begitu duka, beberapa orang
terkemuka hendak mengurangi hal itu dengan mengingatkannya
akan larangannya berbuat demikian. Tapi ia menjawab: "Aku
tidak melarang orang berduka cita, tapi yang kularang
menangis dengan suara keras. Apa yang kamu lihat dalam
diriku sekarang, ialah pengaruh cinta dan kasih didalam
hati. Orang yang tiada menunjukkan kasih sayangnya, orang
lain pun tiada akan menunjukkan kasih sayang kepadanya."
Atau seperti dikatakan juga: Kemudian ia berusaha menahan
duka hatinya. Ia memandang Maria dan Sirin dengan pandangan
penuh kasih. Kepada mereka dimintanya supaya lebih tenang
sambil katanya: "Ia akan mendapat inang pengasuh di surga."
Kemudian setelah ia dimandikan oleh Umm Burda, - sumber lain
menyebutkan oleh Fadzl bin'l-'Abbas - dibawa dari rumah itu
di atas sebuah ranjang kecil. Nabi dan Abbas pamannya,
begitu juga sejumlah kaum Muslimin ikut mengantarkan sampai
ke Baqi'. Di tempat itu ia dimakamkan setelah
disembahyangkan oleh Nabi. Selesai pemakaman Muhammad minta
supaya makam itu ditutup kemudian diratakannya dengan
tangannya sendiri. Ia memercikkan air dan memberi tanda di
atas kubur itu. Lalu katanya:
"Sebenarnya ini tidak membawa kerugian, juga tidak
mendatangkan keuntungan. Tetapi hanya akan menyenangkan hati
orang yang masih hidup. Apabila orang mengerjakan sesuatu,
Tuhan lebih suka bila dikerjakan secara sempurna."
Bersamaan dengan kematian Ibrahim itu kebetulan terjadi pula
matahari gerhana. Kaum Muslimin menganggap peristiwa itu
suatu mujizat. Kata mereka matahari gerhana karena Ibrahim
meninggal. Hal ini terdengar oleh Nabi.
Karena cintanya yang begitu besar kepada Ibrahim, dan rasa
duka yang begitu dalam karena kematiannya, adakah ia lalu
merasa terhibur mendengar kata-kata itu, atau
setidak-tidaknya akan didiamkan saja, menutup mata melihat
orang sudah begitu terpesona karena telah menganggap itu
suatu mujizat? Tidak. Dalam keadaan serupa itu, kalau pun
ini layak dilakukan oleh mereka yang suka mengambil
kesempatan karena kebodohan orang, atau layak dilakukan oleh
mereka yang sudah tak sadar karena terlampau sedih, buat
orang yang berpikir sehat tentu hal ini tidak layak, apalagi
buat Nabi Besar! Muhammad melihat mereka yang mengatakan
bahwa matahari telah jadi gerhana karena kematian Ibrahim,
dalam khotbahnya kepada mereka ia berkata:
"Matahari dan bulan ialah tanda kebesaran Tuhan, yang tidak
akan jadi gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang.
Kalau kamu melihat hal itu, berlindunglah dalam zikir kepada
Tuhan dengan berdoa."
Sungguh suatu kebesaran yang tiada taranya. Rasul tidak
melupakan risalahnya itu dalam suatu situasi yang begitu
gawat, situasi jiwa yang sedang dalam keharuan dan kesedihan
yang amat dalam! Kalangan Orientalis dalam menanggapi
peristiwa yang terjadi terhadap diri Muhammad ini, tidak
bisa lain mereka bersikap hormat dan kagum sekali! Mereka
tidak dapat menyembunyikan rasa kekaguman dan rasa hormatnya
itu kepadanya. Mereka menyatakan pengakuan mereka tentang
kejujuran orang itu, yang dalam situasi yang sangat gawat ia
tetap mempertahankan hak dan kejujurannya yang
sungguh-sungguh !
Gerangan bagaimana pula perasaan isteri-isteri Nabi melihat
kesedihan dan dukacita yang menimpanya begitu mendalam
karena kematian Ibrahim itu? Dia sendiri sudah merasa
terhibur dengan karunia Tuhan itu dan dapat pula meneruskan
tugas menunaikan risalah serta dengan bertambahnya Islam
tersebar pada perutusan yang terus-menerus datang kepadanya
dari segenap penjuru, sehingga tahun kesepuluh Hijrah ini
diberi nama 'Am'lWufud - Tahun Perutusan.' Pada tahun itulah
Abu Bakr memimpin orang menunaikan ibadat haji.
Catatan kaki:
1 Zakat 'usyr ialah zakat hasil bumi yang dikenakan 1/10
dari produksi hasil pertanian bila diolah dengan bantuan air
hujan atau mata air alam dan 1/20 bila diairi dengan
menggunakan tenaga. Ada yang berpendapat, bahwa secara
teknis ini bukan zakat, karena yang dikenakan hanya hasilnya
(A).
2 Pajak kepala sebagai kompensasi atas setiap non-Muslim di
bawah pemerintahan Islam dengan mendapat jarninan keamanan
dan dibebaskannya ia dari wajib militer (A)
3 Aila ialah Elath atau 'Aqaba sekarang, di dekat Teluk
Aqaba (A).
4 Jarba' sebuah desa di dekat Amman di bilangan Balqa,
wilayah Syam.
5 'Adhruh, nama tempat di ujung Syam antara Balqa, dengan
Amman, berdekatan dengan Hijaz dan tidak jauh dari Jarba'.
6 Duma, ialah yang dikenal dengan nama Dumat'l-Jandal,
terletak sekitar 220 km dari Damsyik ke jurusan Medinah.
7 Mesjid ini dikenal dengan nama 'Masjid Dziral' atau
'Masjid Bencana,' dzirar harfiah berarti 'kerusuhan,'
'kerugian,', 'bahaya' (A).
________________________________________
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA
Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980
Seri PUSTAKA ISLAM No.1
Home »
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
» BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM
BAGIAN KEDUAPULUH TUJUH: TABUK DAN KEMATIAN IBRAHIM
Written By MuslimMN on Sabtu, 09 April 2011 | 19.36
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar