Home » » SEJARAH ISLAM DI ANDALUSIA/SPANYOL

SEJARAH ISLAM DI ANDALUSIA/SPANYOL

Written By MuslimMN on Rabu, 30 Maret 2011 | 01.54

SEJARAH ISLAM DI ANDALUSIA/SPANYOL

Selama delapan abad, Islam berjaya di bumi Eropa (Andalusia), maka pada saatnya Islam yang pernah membangun peradaban yang cukup gemilang itu harus runtuh dan tersungkur di tanah Eropa. Peradaban Islam yang telah dibangun dengan suasah payah dan kerja keras kaum Muslimin itu, harus ditinggalkan dan dilepas begitu saja karena kelemahan-kelemahan yang terjadi di kalangan kaum Muslimin sendiri, dan karena kegigihan bangsa Barat / Eropa untuk merebut dan meruntuhkan peradaban Islam.

PEMBAHASAN
A. Perkembangan Islam di Andalusia.
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya Kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:
1. Periode Pertama.
Periode pertama, berlangsung sekitar tahun 711–755 M. Periode ini, menghantarkan Andalusia menjadi sebuah provinsi yang tunduk kepada pemerintahan pusat di Damaskus. Pada tahap ini, stabilitas sosial politik dan ekonomi Andalusia belum sempurna, namun relatif aman dan tetap berkembang. Gangguan dan ancaman terhadap proses pembangunan negeri, masih datang silih berganti, baik datang dari luar maupun dari dalam. Pada tahap ini pula, peradaban dan kebudayaan Islam belum mencapai puncaknya, kecuali setelah datangnya Abdurrahman Ad-Dakhil pada tahun 138 H/755 M.
2. Periode Kedua.
Periode kedua, berlangsung sekitar tahun 755–912 M. Andalusia pada periode ini dipimpin oleh seorang wali (gubernur) yang menyatakan diri tidak tunduk kepada pemerintahan pusat yang berada di Baghdad. Orang pertama yang memimpin Andalusia yang berdaulat dan berdiri sendiri adalah Abdurrahman Ad-Dakhil.
Pada masa ini, umat Islam mulai mengalami kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Maka peradaban Islam pun mulai tumbuh dan berkembang. Abdurrahman Ad-Dakhil segera membangun Mesjid Cordova dan sekolah-sekolah di berbagai kota besar di Spanyol. Hikam I berjasa dalam membangun dan menegakkan hukum dan perundang-undangan, Hakam I dikenal sebagai reformis dan pembaharu, dan Abdurrahman Ad-Aushat dikenal sebagai ilmuan dan filosof. Ilmu pengetahuan dan seni budaya pada masa ini, sudah mulai semarak berkembang dan menuju kepada kemajuan.
3. Periode Ketiga.
Pada periode ini, umat Islam mengalami kemajuan yang luar biasa, baik di bidang ilmu pengetahuan maupun sosial budaya. Periode ini berlangsung sekitar tahun 912–1013 M. yang diawali dengan kepemimpinan Abdurrahman III dan diakhiri dengan munculnya kerajaan-kerajaan kecil, yang disebut Muluku Ath-Thawaif.
Peradaban Islam di Eropa semakin tampak bersinar, sebab periode ini, banyak mengandung kemajuan yang cukup berarti. Abdurrahman III segera mendirikan pusat berkembangnya ilmu pengetahuan, yakni Universitas Cordova. Perpustakaan yang terdapat di Universitas itu, memiliki ribuan buku yang memuat berbagai ilmu pengetahuan. Apalagi setelah Hakam II memimpin Andalusia, umat Islam semakin merasakan betapa pesatnya ilmu pengetahuan berkembang, yang pada saatnya menghantarkan dan membentuk suatu peradaban Islam yang sempurna dan berkualitas tinggi.
4. Periode Keempat.
Peride keempat, berlangsung sekitar tahun 1013–1086 M. Pada tahap ini Andalusia sebagai suatu kerajaan yang berdaulat yang utuh mengalami disintegrasi. Kota-kota besar di wilayah Andalusia, merasa kuat dan mampu mendirikan kerajaan sendiri. Periode ini merupakan awal kehancuran umat Islam di Andalusia, sebab mereka saling bertengkar dan berperang sesama Muslim untuk merebutkan wilayah kekuasaan.
Pertikaian intern itu, tentu saja terbaca oleh kaum Nasrani sebagai kelemahan bagi umat Islam. Mereka berusaha menyusun kekuatan untuk segera dapat menghancurkan umat Islam. Namun demikian, perkembangan ilmu pengetahuan dan kreativitas intelektual pada masa ini masih tetap berjalan, meskipun tidak sehebat masa-masa sebelumnya.
5. Periode Kelima.
Periode kelima, berlangsung sekitar tahun 1086–1248 M. yang dipimpin oleh dua dinasti yang menonjol ketika itu, yaitu dinasti Murabithun (1086–1143 M) dan dinasti Muwahidun (1146–1253 M). Kedua dinasti ini sebenarnya berasal dari Afrika Utara, yang datang ke Andalusia atas undangan raja-raja Islam untuk membantu melawan serangan kaum Katolik Barat. Untuk beberapa dekade, serangan dan pertahanan kedua dinasti itu cukup kuat, sehingga Islam masih tetap berkibar untuk sementara di tanah Spanyol. Namun akhirnya, kaum Katolik dengan pasukannya yang besar dan kuat dapat menghancurkan mereka, yang memaksa kedua pemimpin dinasti itu pindah kembali ke Afrika.
Kaum Katolik sejak tahun 1212 mengalami kemenangan yang luar biasa, sehingga kota-kota besar Islam satu-persatu jatuh ke tangan mereka. Kota Cordova jatuh ke tangan penguasa Katolik pada tahun 1238 M. sepuluh tahun kemudian menyusul kota Seville jatuh pada tahun 1248 M. Bahkan seluruh wilayah Andalusia jatuh ke tangan Katolik, kecuali Granada yang masih dikuasai Bani Ahmar.
6. Periode Keenam.
Periode keenam, berlangsung sekitar tahun 1248–1492 M. yang sebenarnya merupakan akhir dari kekuasaan Islam di tanah Spanyol. Namun demikian di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1252–1492 M) peradaban Islam mulai mengalami kemajuan yang cukup berarti. Namun kejayaan Islam itu tidak bertahan lama akibat konflik intern yang terjadi di kalangan istana.
Pangeran Abu Abdullah Muhammad tidak setuju atas keputusan ayahnya yang mengangkat adiknya sebagai putera mahkota. Dia melakukan perlawanan dengan meminta bantuan pasukan Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkan kekuasaan sang ayah, akhirnya ayahnya terbunuh dan adiknya naik tahta menjadi raja. Perlawanan terus dilakukan, dan adiknya pun terbunuh juga. Akhirnya ia pun naik tahta, namun segera dirongrong oleh penguasa Kristen yang pernah membantunya. Tak lama menduduki kerajaan, akhirnya Abu Abdullah Muhammad digulingkan oleh kedua penguasa Kristen, Ferdinand dan Isabella, pada tahun 1492 M. Maka sejak itulah, seakan lenyap dari bumi Andalusia.
B. KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.
1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat.
Ketika Islam berjaya di Andalusia, ilmu pengetahuan dan filsafat mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Ketika Islam lahir, sebagai agama pemersatu dan agama peradaban, bangsa Yunani sedang tenggelam dalam kekuasaan pemerintah yang kejam, sedang dunia Islam mulai menyingsingkan fajar kebebasan, terutama bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh penguasa Muslim ketika itu, sehingga para ilmuwan dan filsof kenamaan banyak lahir di dunia Islam, seperti Ibnu Hazm asy-Syekh Abdul Karim asy-Syahrastani dengan karyanya "al-Milal wa an-Nihal", Abu bakr Muhamad Ibnu Al-Asyik (wafat 1138) yang dikenal Ibnu Bajah, Abu Bakar Ibnu Thufael (wafat 1185) yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Hay bin Yaqdzan”, Ibnu Rusyd (1126–1198 M) yang dikenal dengan sebutan Averous, karyanya antara lain "Tuhafut at-Tuhafut".
2. Bidang Geografi dan Sains.
Ilmuwan di bidang geografi lahirlah nama Ibnu Jubair, seorang pengarang buku berjudul “Perlawatan ke negeri-negeri Islam”, Abu Hamid al-Hazim dan Abu Ubaid al-Bakry.
Di bidang sains muncullah nama-nama yang ahli di bidang kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia, dan lain-lainnya misalnya Wafid Al-Bakhmi, Khalaf Al-Zahrawi, sebagai ahli di bidang kedokteran dan ilmu fa’al. Abu Qasim al-Zanrawi seorang dokter bedah yang mengarang buku "at-Tasrif" setebal 30 jilid, Ibnu Khatimah ahli penyakit Malaria, Abbas Ibnu Farnas ahli Kimia dan Astronomi, ia adalah seorang ilmuwan pertama yang menemukan cara membuat kaca dari batu.
3. Bidang Sejarah dan Sosiologi.
Ilmu sejarah dan sosiologi juga berkembang pesat di Andalusia semasa pemerintahan Islam. Ahli sejarah dan sosiologi yang menjadi peletak dasar teori-teori sejarah dan sosiologi banyak bermunculan pada masa ini. Mereka antara lain; Ibnu Hazm dengan karyanya "Jamharah al-Ahsab" dan "Rasail fi Fadhl Ahlal Andalus", Ibnu Batutah (1304–1374) seorang sejarawan yang pernah berkunjung ke Indonesia dan Asia Tenggara, Ibnu Jubair dari Valencia (1145–1228 M) seorang ahli sejarah dan geografi yang menulis sejarah negeri-negeri muslim Mediterania dan Cicilia, Ibnu Khaldun dari Tunis, seorang ahli filsafat sejarah yang terkenal dengan bukunya Mukaddimah.
4. Bidang Agama dan Hukum Islam.
Bidang ilmu-ilmu Islam juga turut berkembang pesat di Andalusia, yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, antara lain Ibnu Rusyd yang terkenal dengan karyanya "Bidayat al-Mujtahid wa Nihayah al-Mukhtashid", dan Ibnu Hazm yang terkenal dengan karyanya "Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam", dan sebagainya.
5. Bidang Musik dan Kesenian.
Tokoh yang terkenal pada masa ini di bidang musik dan seni suara adalah Al-Hasan bin Nafi’ yang dijuluki Zaryab, ia adalah seorang seniman yang terkenal di zamannya.
6. Bidang Bahasa dan Sastra.
Di bidang bahasa dan sastra, bahas Arab merupakan bahasa administrasi bagi pemerintahan Islam Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan muslim di negeri itu termasuk penduduk asli. Di antara tokoh yang terkenal pada masa itu adalah Ibn Malik pengarang kitab “Alfiyah”, Ibn Khuru, Ibn Al-Haj, dan sebagainya, sedangkan tokoh sastranya antara lain Ibn Abdi Rabah dengan bukunya Al-Iqd al-Farid, Ibn Basam dengan bukunya "adz-Dzakirah fi Miahasin al-Jazirah", dan Al-Fath Ibn al-Haqan dengan karangannya "al-Qalaid".
7. Bidang Pembangunan Fisik.
Pemerintahan Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut sarana dan prasarananya, misalnya membangun teropong bintang di Cordova, membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.

C. RUNTUHNYA KERAJAAN ANDALUSIA.
1. Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
Menurut data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20 wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville, bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H/1492 M.
Dengan jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.
2. Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa. Serangan demi serangan pun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya masih dapat digagalkan.
Pada masa pemerintahan Bani Ahmar (1232-1492), khususnya pada masa pemerintahan Abdurrahman An-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya. Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah, tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu, segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan Isabella.
Tetapi para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian, tamatlah sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslimin.
D. HANCURNYA PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA.
1. Hancurnya Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali Budaya Islam.
Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M berdampak negatif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para Ilmuwan dilanda kelesuan, mereka tidak semangat lagi menggali dan mengkaji ilmu pengetahuan. Mereka seakan berputus asa ketika melihat serangan yang bertubi-tubi dilancarkan kepada umat Islam, terutama lagi tindakan penguasa Kristen itu terhadap peradaban Islam. Mereka menyaksikan banyak pusat-pusat peradaban di hancurkan, bahkan para ilmuwan sendiri, tidak sedikit yang tewas di bunuh tentara Kristen di Spanyol. Peristiwa yang tragis dan sangat mengenaskan itu, amat membekas di lubuk hati para ilmuwan, sehingga mereka banyak yang lari menyelamatkan diri ke Afrika Utara.
Peristiwa pahit yang terjadi pada tahun 1492 M itu, membawa dampak psikologis bagi para ilmuwan muslim. Mereka tidak lagi mempunyai gairah untuk bangkit kembali dan memajukan peradaban Islam, melalui ide-ide cemerlang dan usaha kreatif mereka selama ini yang telah memberikan andil besar bagi kemajuan peradaban Islam. Dampak yang lebih jauh dari sikap para ilmuwan muslim yang demikian itu, adalah terjadinya kemandegan peradaban. Peradaban Islam mengalami masa-masa suram dan penurunan kualitas intelektual umat Islam. Akhirnya harapan dan keinginan umat Islam yang mendambakan agar bangkit kembali membangun peradaban Islam, yang pernah jaya di masa lalu tak pernah terwujud.
2. Banyaknya Orang-Orang Eropa yang Menguasai Ilmu Pengetahuan dari Islam.
Begitu besarnya perhatian para penguasa muslim dan para ilmuwannya terhadap ilmu pengetahuan maka mereka saling bekerja sama untuk memajukan bangsa dan negara. Banyak penelitian dan pengkajian dilakukan, lembaga-lembaga riset dibangun, Sekolah Tinggi dan Universitas didirikan. Di lembaga ini tidak hanya orang Islam yang diberi kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi semua orang termasuk orang Kristen. Akibatnya banyak orang-orang Kristen Barat yang tertarik dan belaaajar di Universitas-Universitas Islam itu.
Karena tertarik oleh metode ilmiah Islam, banyak para pendeta Kristen yang menyatakan diri untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Contohnya seorang pendeta Roma, Italia bernama Roger Bacon (1214–1292 M.), ia datang ke Paris untuk belajar bahasa Arab antara tahun 1240 sampai 1268 M. Setelah mahir menguasai bahasa Arab, ia segera membaca dan menterjemahkan berbagai ilmu pengetahuan yang ditulis ilmuwan muslim dalam bahasa Arab. Ilmu yang menarik hatinya adalah ilmu pasti. Buku-buku yang asli berbahasa Arab dan hasil terjemahannya banyak di bawa ke Inggris. Lalu disimpan di Universitas Oxford. Hasil terjemahan Bacon itu, diterbitkan dan menggunakan namanya sendiri. Ia tidak menyebutkan nama-nama asli pengarang buku-buku itu, yang tak lain adalah ilmuwan-ilmuwan muslim. Di antara karangan yang diterjemahkannya dan tidak menyebutkan nama asli pengarangnya itu, adalah kitab "Al-Manadzir" karya Ali Al-Hasan Ibnu Haitsam (965–1038 M). Di dalam buku itu terdapat teori tentang mikroskop dan mesiu, kemudian buku itu disebut sebagai karya Roger Bacon.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Meningkatkan Cinta Kita pada Sang Nabi
Copyright © 2011. PUSTAKA MUHIBBIN - Web Para Pecinta - All Rights Reserved
PROUDLY POWERED BY IT ASWAJA DEVELOPER
Themes by Maskolis.com | Published by Mas Template