a.
Barang
Selundupan
Black Market,
atau biasa kita sebut barang seludupan, berbeda dengan barang curian. Barang
selundupan termasuk barang yang ilegal karena menghindari pajak negara. Dalam Islam,
jual-belinya tetap sah jika memenuhi syarat-syaratnya jual-beli. Akan tetapi melanggar
aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (pajak) adalah tidak diperkenankan
(haram). Aturan itu jika ada maslahat yang selaras dengan syara’ (mu’tabar
syar’an). Keharaman tersebut menurut sebagian ulama madzhab Syafi’iyah dan
Hanafiyah adalah dha’if. (Lihat dalam Bughyat al-Mustarsyidin halaman
911).
b.
Barang
Sitaan
Barang/harta
sitaan negara tidak lepas dari 3 kemungkinan berikut ini:
1.
Penyitaan yang
dilakukan oleh negara atas harta milik orang lain tanpa alasan yang bisa
dibenarkan oleh syariat, semisal penyitaan barang selundupan. Membeli barang
sitaan semacam ini tak beda dengan membeli barang hasil rampasan dari pihak
yang merampasnya.
2.
Penyitaan yang
dilakukan oleh negara atas harta orang lain sebagai hukuman atau ta’zir.
Sebagian ulama mengenai hukuman ta’zir dalam bentuk finansial adalah tidak
membolehkannya. Artinya hukuman ta’zir dalam finansial ini masuk dalam masalah
yang masih diperselisihkan ulama (khilafiyah).
3.
Pemilik barang
yang barangnya disita oleh negara itu mengizinkan dengan penuh suka rela kepada
orang lain untuk membeli barangnya. Maka ini jelas kebolehannya.
Secara hukum,
barang sitaan boleh diperjualbelikan dalam bentuk lelang terbuka yang sudah
mendapat ijin dari deprtemen keuangan, sehingga jelas ke mana uang akan masuk,
bukan masuk ke kantong pejabat tertentu. Mungkin sulit untuk menghilangkan
maraknya jual-beli barang ilegal, namun setidaknya kita bukanlah termasuk pelaku
dalam kegiatan tersebut.
Namun perlu
diketahui bahwa tidak semua pertanyaan harus dijawab dengan “Haram” atau “Tidak
Haram” dll. Tapi sebagai seorang muslim di bumi tercinta ini, sepatutnya
tidaklah memiliki harta-harta ilegal, selundupan dan segala macam atribut yang
tidak menenangkan akal, jiwa dan fikiran. Kita wajib menjaga harta milik kita
dari perkara yang meresahkan (syubhat). Berhati-hati dari perkara syubhat
adalah lebih baik. Mari kita renungkan makna dari beberapa sabda Nabi Saw. berikut:
فَمَنِ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ
وَقَعَ فِي الحَرَامِ
“Barangsiapa
yang menjaga diri dari kesyubhatan-kesyubhatan maka sungguh ia telah menjaga kebersihan
bagi agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang telah terbiasa mengkonsumsi kesyubhatan-kesyubhatan
maka ia pun akan terjerumus juga dalam hal yang haramn.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
دَعْ مَا يَرِيْبُكَ
إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ
“Alihkanlah
apa-apa yang meragukanmu menuju kepada yang tidak meragukanmu.” (HR.
at-Tirmidzi no. 2520 dan an-Nasai no. 5711).
Wallahu al-Musta’an A’lam
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 30 Maret 2014
0 komentar:
Posting Komentar