Suatu ketika di musim panas tahun 2009, Habib Ali
al-Jufri datang ke Damascus. Beliau memberikan pengajian selama 3 malam di
Masjid Agung Bani Umayyah. Tak ayal lagi, para mahasiswa yang tahu berita itu
beramai-ramai menuju ke masjid agung itu untuk mendengar nasehat dari sang habib.
Itu pertamakali mereka lihat secara langsung Habib Ali al-Jufri.
Semua jamaah dengan khusyuk menyimak apa yang
disampaikan oleh Habib Ali al-Jufri. Tiba-tiba dari kejauhan ada suara ramai: “Buka
jalan… buka jalan…” Ternyata yang datang adalah guru mereka, Syaikh M. Said
Ramadhan al-Buthi.
Melihat Syaikh al-Buthi tiba, Habib Ali al-Jufri
pun diam dan turun dari mimbar. “Saya tidak akan berbicara apa-apa lagi
kalau guru saya sudah tiba. Beliau lebih berhak berbicara di sini,” kata
Habib Ali al-Jufri.
“Saya ke sini ingin mendengar tausiahmu, saya
ingin mendapat berkah dari majelis ini, silakan kamu naik mimbar dan teruskan,” kata Syaikh al-Buthi.
Setelah mencium tangan Syaiikh al-Buthi, Habib Ali
al-Jufri pun naik kembali ke atas mimbar. Dan Syaikh al-Buthi duduk di samping
mimbar di atas kursi.
Lihat, akhlak ulama, saling menghormati antara
mereka. Siapa sih Habib Ali al-Jufri dibanding Syaikh al-Buthi? Dari segi umur mereka
saja jauh berbeda, mungkin seperti ayah dan anak, kalau tidak mau dikatakan
kakek dengan cucu! Tapi Syaikh al-Buthi tahu kapasitas Habib Ali al-Jufri,
makanya beliau datang.
Sebenarnya apa sih yang disampaikan Habib Ali
al-Jufri, sampai Syaikh al-Buthi datang menghabiskan waktunya? Mungkin isi
ceramahnya sudah puluhan tahun lalu dihafal oleh beliau, tapi bukan itu yang
beliau cari. Belajarlah dari akhlak ulama, kawan. Rahimallah Syaikh al-Buthi wa
amaddallah fi ‘umril Habib Ali al-Jufri. Aamiin.
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 27 Maret 2014
0 komentar:
Posting Komentar