Halaman

Rabu, 26 Maret 2014

AKHLAK ANTAR ULAMA, YANG TUA DAN MUDA





Suatu ketika di musim panas tahun 2009, Habib Ali al-Jufri datang ke Damascus. Beliau memberikan pengajian selama 3 malam di Masjid Agung Bani Umayyah. Tak ayal lagi, para mahasiswa yang tahu berita itu beramai-ramai menuju ke masjid agung itu untuk mendengar nasehat dari sang habib. Itu pertamakali mereka lihat secara langsung Habib Ali al-Jufri.

Semua jamaah dengan khusyuk menyimak apa yang disampaikan oleh Habib Ali al-Jufri. Tiba-tiba dari kejauhan ada suara ramai: “Buka jalan… buka jalan…” Ternyata yang datang adalah guru mereka, Syaikh M. Said Ramadhan al-Buthi.

Melihat Syaikh al-Buthi tiba, Habib Ali al-Jufri pun diam dan turun dari mimbar. “Saya tidak akan berbicara apa-apa lagi kalau guru saya sudah tiba. Beliau lebih berhak berbicara di sini,” kata Habib Ali al-Jufri.

“Saya ke sini ingin mendengar tausiahmu, saya ingin mendapat berkah dari majelis ini, silakan kamu naik mimbar dan teruskan,” kata Syaikh al-Buthi.

Setelah mencium tangan Syaiikh al-Buthi, Habib Ali al-Jufri pun naik kembali ke atas mimbar. Dan Syaikh al-Buthi duduk di samping mimbar di atas kursi.

Lihat, akhlak ulama, saling menghormati antara mereka. Siapa sih Habib Ali al-Jufri dibanding Syaikh al-Buthi? Dari segi umur mereka saja jauh berbeda, mungkin seperti ayah dan anak, kalau tidak mau dikatakan kakek dengan cucu! Tapi Syaikh al-Buthi tahu kapasitas Habib Ali al-Jufri, makanya beliau datang.

Sebenarnya apa sih yang disampaikan Habib Ali al-Jufri, sampai Syaikh al-Buthi datang menghabiskan waktunya? Mungkin isi ceramahnya sudah puluhan tahun lalu dihafal oleh beliau, tapi bukan itu yang beliau cari. Belajarlah dari akhlak ulama, kawan. Rahimallah Syaikh al-Buthi wa amaddallah fi ‘umril Habib Ali al-Jufri. Aamiin.


Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 27 Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar