اللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ
وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ سَالِمِيْنَ وَعَلَي الِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
Shalawat ‘sibuk’ karena
salah satu lafadz dalam sighat shalawat tersebut adalah “Asyghil”,
artinya sibukkanlah. Shalawat ini isinya selain permohonan rahmat kepada Allah untuk
Rasulullah Saw., juga untuk keselamatan dari kelaliman para penguasa. Konon doa
ini dipanjatkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq, salah seorang tonggak keilmuan dan
spiritualitas Islam di awal masa keemasan umat Islam. Beliau hidup di akhir
masa Dinasti Umawiyyah dan awal era Abbasiyyah yang penuh intrik dan konflik
politik.
Bagi beliau, kekacauan
politik tak boleh sampai mengganggu proses pelestarian dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Saat itu, ilmu pengobatan, geografi, astronomi, kimia, sastra,
mulai berkembang dan diminati. Maka di setiap Qunut, beliau berdoa:
اللَّهُمَّ
أَشْغِلِ الظَّالِمِيْنَ بِالظَّالِمِيْنَ وَأَخْرِجْنَا مِنْ بَيْنِهِمْ
سَالِمِيْنَ
“Duh Gusti, sibukkan
orang-orang lalim dengan orang-orang lalim, dan keluarkan kami dari kungkungan
mereka dengan selamat.”
Biar sajalah para
peminat kekuasaan bertarung berebut jabatan dan sibuk dengan urusan mereka,
asal tidak merecoki aktivitas keilmuan dan memolitisasinya. Dengan sikap tenang
serta setia pada pematangan ilmu dan spiritualitas, beliau dan para murid mampu
menyongsong masa transisi itu dengan baik.
Sebentar lagi kita
masuk tahun dimana pintu pasar bebas mulai terbuka lebar. Belum lagi prediksi
para waskita bahwa tahun-tahun ini adalah masa transisi bagi Nusantara Raya.
Kekuatan Barat dan Timur akan saling tubruk di negeri kita, saling bersaing dan
berebut kuasa ekonomi. Tak pelak, persaingan ekonomi akan selalu menuntut
jalurnya di ranah politik, kekuasaan. Tiada peduli lagi kepada rakyat kecil
lokal, kecuali bila menguntungkan.
Meski demikian adanya,
semoga kita semua tetap setia pada proses ngaji seumur hidup dan dituntun oleh Allah
agar bisa keluar dari ketiak pertempuran mereka dengan aman, selamat sentosa. Biarlah
bertarung para gajah, namun jangan sampai pelanduk mati di tengah-tengah. Shallu
‘ala Muhammad! (Oleh: Zia Ul Haq Tegal Santri Krapyak
dan Sya’roni As-Samfuriy).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar