Halaman

Senin, 05 Mei 2014

ARTI IMAN DALAM PANDANGAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH





Diantara I’tiqad kaum Khawarij (aliran menyimpang) yang bertentangan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah adalah berkaitan dengan makna Iman. Kaum Khawarij memiliki pendapat bahwa yang dimaksud dengan iman bukanlah pengakuan dalam hati dan mengucapkan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah juga menjadi bagian dari rukun iman.

Berpijak dari hal itu, orang-orang (muslim) yang tidak mengerjakan shalat, puasa, zakat dan sebagainya maka dikatakan kafir oleh kaum Khawarij. Singkatnya, bagi kaum Khawarij, orang mukmin yang berbuat dosa, kecil maupun besar, maka orang itu kafir, wajib diperangi, boleh dibunuh dan dirampas hartanya.

Oleh karena itulah, sahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang dianggap telah berbuat dosa dengan melawan khalifah yang sah, yaitu Sayyidina Ali, dicap kafir dan wajib diperangi. Termasuk juga pengikut Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Perlawanan Sayyidah Aisyah terhadap Sayyidina Ali bin Abi Thalib pun, dianggap kafir. Demikianlah pendirian kaum Khawarij.

Sedangkan kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, memiliki pendirian bahwa rukun iman (pengertian iman) itu hanyalah dua, yaitu membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. Seorang muslim yang sudah membenarkan dalam hatinya bahwa Allah itu Ada dan Esa, Nabi Muhammad adalah Rasul Allah, lalu diucapkannya dengan lisan, maka orang itu sudah muslim dan mukmin, serta berlaku baginya semua hukum yang berkaitan dengan orang mukmin. Mereka hanya diminta mengucapkan syahadat:

اشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمد رسول الله

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasul Allah.”

Adapun amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan lain sebagainya, maka itu untuk kesempurnaan Iman. Orang yang shalat dan mengerjakan amal ibadah dengan sebaik-baiknya, maka orang itu mukmin yang sempurna.

Yang kafir menurut Ahlussunnah wal Jama’ah, adalah orang yang mengi’tiqadkan (berkeyakinan) bahwa shalat itu tidak wajib baginya, bahwa puasa itu tidak wajib baginya, bahwa mencuri itu boleh baginya, bahwa berzina itu halal baginya. Orang semacam ini dihukumi kafir karena ia menghalalkan yang sudah diharamkan oleh Allah. (I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah halaman 179-177 karya KH. Sirajuddin Abbas, Cet. 8 Januari 2008, penerbit: Pustaka Tarbiyah Baru).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar