Oleh: KH. Ali Ma’shum Krapyak Yogyakarta
A.
Pendahuluan
Pada suatu
ketika Nabi Muhammad Saw. membaca ayat berisi keluhan Nabi Isa As.:
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ
فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau
menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka itu hambaMu. Dan jika Engkau
mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa Maha Bijaksana.” (QS.
al-Maidah ayat 118).
Dan beliau
membaca lagi ayat berisi keluhan Nabi Ibrahim As.:
رَبِّ إِنَّهُنَّ
أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ ۖ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي ۖ وَمَنْ عَصَانِي
فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Ya Tuhanku,
sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan manusia. Barangsiapa
yang mengikutiku maka ia termasuk golonganku, dan barangsiapa mendurhakaiku
maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun Maha Penyayang.” (QS.
Ibrahim ayat 36).
Lalu Nabi
Muhammad Saw. berdoa mengangkat kedua tangannya dan bersabda:
اَلّلهُمَّ
أُمَّتِي
“Ya Allah, umatku…”
Beliau Saw. bersujud
dan menangis (benar-benar memohon dikabulkannya dari Allah Swt.). Selanjutnya.
Allah Maha Mendengar doa keluhan itu dan mengutus Malaikat Jibril untuk
menanyakan apa sebab Nabi Muhammad Saw. menangis. Setelah Malaikat Jibril
melakukan tugas lalu melaporkan kembali kepada Allah Ta’ala. Lalu Allah
memerintahkan kembali Malaikat Jibril untuk menyampaikan keputusanNya kepada
Nabi Saw.:
إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ
نَسُوْءُكَ
“Sesungguhnya
Aku meluluskan kerelaanmu buat umatmu, dan Aku tidak menimpakan kejelekan
atasmu.” (HR. Muslim).
Melihat kisah
tersebut kita mengetahui betapa besar tanggung jawab Nabi Saw. untuk
menyelamatkan umatnya, kaum muslimin. Dan betapa besar anugerah Allah Swt. yang
dilimpahkan kepada kita lantaran permohonan beliau Saw. itu.
Nabi Muhammad Saw.
benar-benar agung jasanya buat kita bahkan terlalu agung. Tidakkah kita perlu
membalas jasanya itu? Dalam batas yang paling kecil saja, misalnya; seberapa
besar kecintaan (mahabbah) kita
kepada Nabi Saw.?
Mahabbah
kepada Nabi Saw. adalah pertanda keimanan. Nabi Saw. pernah mendoakan Sayyidina
Harmalah bin Yazid yang datang menghadapnya:
اَلّلهُمَّ
اجْعَلْ لَّهُ لِسَانًا صَادِقًا وَقَلْبًا شَاكِرًا وَاْرزُقْهُ حُبِّي وَ حُبَّ مَنْ
يُحِبُّنِي
“Ya Allah
jadikanlah lisan Harmalah berkata jujur, hatinya syukur, dan anugerahilah
kecintaannya kepadaku dan kepada sekalian orang yang mencintaiku.” (HR.
ath-Thabarani).
Dari hadits ini
bisa kita petik suatu hikamah, yaitu betapa besarnya nilai mahabbah kepada Nabi
Saw.
Mahabbah atau
rasa cinta bukanlah sekedar diucapkan dengan lisan. Tetapi yang terpenting
adalah sikap hati. Setelah hati cinta, maka lisan akan menyatakan dan dengan
sendirinya perbuatan anggota badan akan siap mengabdi dan berkorban. Apabila
kita benar-benar mencintai Nabi Saw., maka hati kita selalu tertambat pada
beliau, lisan kita selalu menyebut asma beliau, dan kita kerahkan diri kita
untuk memenuhi petunjuk beliau.
Tuntutan rasa
cinta murni tidak sekedar begitu. Tetapi kita selalu ingin duduk berdampingan,
melihat beliau dan mengunjungi kediaman beliau. Seperti inilah cinta yang
sejati. Hal ini tidak beda dari sebait syair yang digubah oleh seseorang yang
mencintai Nona Laila:
أَرَاْلأَرْضَ
تُطْوَى لِي وَ يَدْ نُوْ بَعِيْدُهَا #
وَكُنْتُ
إِذَا مَا جِئْتُ ليلي أَزُرُوْهَا
“Dan jika aku
berkunjung kepada Laila, kurasakan sang bumi terlipat kecil, jarak jauh terasa
dekat.”
Dengan demikian
kita bisa mengukur seberapa kadar mahabbah kita kepada Nabi Muhammad Saw.
Berapa menit sehari hati kita tertambat kepada Nabi Saw.? Berapa puluh kali
sehari lisan kita membaca Shalawat Nabi? Dan berapa banyak tuntunan Nabi Saw. telah
kita kerjakan? Demikian pula, berapa kali kita telah mengunjungi Nabi Saw.
–tempat kediaman Nabi Saw.? Atau berapa kali kita telah niat untuk ziarah
kepada Nabi Saw, dan seterusnya?
B.
Ziarah
Ke Makam Nabi Muhammad Saw.
Ziarah makam Nabi Saw.
adalah salah satu bentuk ekspresi rasa mahabbah kepada beliau. Selain itu, Nabi
Saw. sendiri telah bersabda:
مَنْ حَجَّ
فَزَارَ قَبْرِى بَعْدَ وَفَاِتي فَكَأنَّمَا زَارَنىِ فِى حَيَاتى
“Barangsiapa berhaji
lalu ziarah ke kuburku setelah wafatku, maka bagaikan ia mengunjungiku saat masih
hidupku.” (HR. al-Baihaqi, ath-Thabarani dan lainnya).
مَنْ زَارَ
قَبْرِى وجبت له شفِاعتى
“Barangsiapa
ziarah ke kuburku, maka pastilah ia mendapat syafaatku.” (HR.
al-Baihaqi dan ad-Daruquthni).
مَنْ جَاءَنِى
زَائِراً لَايَعْلَمُ حَاجَةً إِلاَّزِيَارَتِى كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أَنْ أَكُوْنَ
لَهُ شَفِيْعًا
يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ
“Barangsiapa berziarah
kepadaku dan hanya itu saja keperluannya, maka kewajiban atasku untuk mensyafaatinya
di hari kiamat.” (HR. ath-Thabarani dan ad-Daruquthni).
Demikianlah
tiga dalil hadits secara tegas menerangkan keutamaan ziarah ke makam Nabi Saw.
Dalam hadits berikut bisa kita ketahui adanya anjuran untuk kita melakukannya:
مَامِنْ أَحَدٍ
مِنْ اُمَّتِي لَهُ سَعَةٌ ثُمَّ لَمْ يَزُرْنِى فَلَيْسَ لَهُ عُدْرٌ
“Tak
seseorangpun dari umatku yang telah berkesempatan (untuk ziarah) kemudian tidak
mau melakukan ziarah kepadaku, melainkan tiada lagi alasan baginya.” (HR.
Ibn Najjar).
C.
Keutamaan
Ziarah Ke Makam Nabi Muhammad Saw.
Dari hadits di
atas telah kita ketahui bahwa ziarah ke makam Nabi Muhammad Saw. adalah sama
utamanya dengan ziarah kepada Nabi Saw. sewaktu hidupnya. Dalam hadits lainnya
dikatakan:
لاَتُشَدُّالرَّجَلُ
إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةٍ مَسَاجِدَ : المَسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا، والمَسْجِدِاْلأَقْصَى
“Tidak perlu
mengadakan pemberangkatan kecuali untuk menuju tiga masjid; Masjid al-Haram,
Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjid al-Aqsha.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Hadits ini
menegaskan bahwa ada tiga masjid yang mempunyai keutamaan. Selain yang tiga itu
tingkat keutamaannya sama saja; masjid besar terletak di kota besar dan dihuni
oleh orang-orang besar, tingkat keutamaannya sama saja dengan masjid kecil di
kota kecil dibangun dan dihuni oleh orang-orang kecil.
1.
Masjid al-Haram
di Makkah mempunyai keutamaan shalat di dalamnya bernilai 100.000 kali lipat.
Keutamaan ini adalah merupakan pancaran dari keagungannya sebagai Baitullah dan
di sini pula terletak Ka’bah yang menjadi kiblat kaum Muslimin.
2.
Masjid al-Aqsha
di Palestina mempunyai keutamaan shalat di sana bernilai 500 kali lipat. Keutamaan
ini adalah merupakan pancaran dari keagungannya sebagai masjid tempat peribadahan
para nabi Bani Israel. Dan bahkan di sini pula mereka disemayamkan.
3.
Masjid Nabawi
mempunyai keutamaan shalat di dalamnya bernilai 1000 kali lipat, yaitu dua kali
keutamaan Masjid al-Aqsha. Keutamaan ini adalah merupakan pancaran dari
keagungannya sebagai masjid yang dibangun oleh Nabi Saw., tempat beribadahnya
Nabi Saw., pusat pennyiaran Islam di hari-hari pertamanya, dan bahkan di situ
pula Nabi Saw. dikuburkan. Jadi keutamaan yang besar yang dimiliki Masjid
Nabawi adalah semata-mata karena diri Nabi Saw. Nabi Saw. lah yang menjadi
sumber keutamaan masjid tersebut. Kalau bukan karena Nabi Saw. ada di situ,
maka niscaya sama saja dengan masjid-masjid yang lain.
Sekarang kita
sudah mengetahui Masjid Nabawi mempunyai keutamaan sebesar itu dikarenakan ada
Nabi Saw. Hal ini berarti sumber keutamaannya adalah Nabi Saw. dan Masjid
Nabawi tersebut dapat menimbulkan curahan rahmat dan berkah bagi orang yang
mengunjunginya dan beribadah di dalamnya.
Ada satu
pertanyaan dari sekelompok orang yang salah memahami dalil bahwa: “Memang
benar ziarah ke Masjid Nabawi akan memperoleh berkah, tetapi ziarah ke makam
Nabi yang menjadi sumber berkah masjid tersebut justru tidak memperoleh berkah,
dan bahkan dilarang melakukannya.”
Menurut pembaca
risalah ini, benarkah logika kaum yang salah paham tersebut? Kami yakin, Anda sepakat
dengan kami dan bahwa logika sekelompok orang itu salah. Anak yang baru tingkat
ibtidaiyyah (SD) pun akan mampu menunjukkan kesalahan logika tersebut.
Syaikh Abu Said
al-Hammami, seorang ulama al-Azhar Mesir, menilai bahwa logika itu hanya
mungkin diucapkan oleh:
المَجَانِيُن
اْلَّذِيْنَ لاَيَعُوْنَ مَا يَقُوْلُوْنَ أَوْ يَقُوْلُهُ عَدَوُّالإِسْلاَمَ وَرَسُوْلِ
اْلإِسْلاَمِ
“Orang-orang
gila yang tidak paham lagi perkataannya sendiri atau perkataan itu dikemukakan
oleh musuh Islam dan musuh Rasulullah Saw.” (Lihat dalam Ghauts
al-‘Ibad halaman 105 karya Syaikh Abu Yusuf al-Hammami, cet. Isal Babil
Halabi, Mesir, tahun 1350 H).
D.
Ada yang
Salah Paham
Seperti telah
kami singgung di atas ada sekelompok orang yang melarang untuk ziarah ke makam
Nabi Saw. Mereka berdalil pada hadits:
لاَتُشَدُّالرَّجَلُ
إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةٍ مَسَاجِدَ : المَسْجِدِ الحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا، والمَسْجِدِاْلأَقْصَى
“Tidak perlu
mengadakan pemberangkatan kecuali untuk menuju tiga masjid; Masjid al-Haram,
Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjid al-Aqsha.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim).
Kami merasa
aneh bin ajaib. Mengapa hadits tersebut dikatakan menunjukkan adanya larangan
ziarah ke makam Nabi Saw.? Uraian lebih lanjut dan lebih lengkap terlalu
panjang ditulis di sini. Kami persilakan Anda membaca buku kami yaitu “Hujjatu
Ahlissunnah wal Jama’ah” halaman 27-35.
Untuk menambah
keterangan, dalam kitab asy-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Mushthafa, al-Qadhi
Iyadh menyatakan bahwa ziarah makam Nabi Saw. adalah merupakan keutamaan dan
hal itu telah menjadi ijma’ seluruh kaum Muslimin. Demikian, Wallahu A’lam.
(Diedit ulang dari catatan Ustadz Muhammad Yusuf Anas, MA Unggulan Al-Imdad).
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 22 April 2014
ﻻ تشد الرِّحَلُ.؟
BalasHapus