Umat Islam adalah pihak yang paling berhak
sekaligus paling berkewajiban menebarkan kedamaian. Akar kata Islam; ‘silm’,
bermakna kedamaian. Dan upaya menebar kedamaian adalah termasuk jihad.
Perang (qitaal) hanya salah satu bentuk
jihad dalam kondisi tertentu, tapi jihad tak melulu berarti perang. Karena
makna jihad adalah perjuangan. Sedangkan perjuangan sangat luas ruang
lingkupnya. Bukankah untuk bersabar pun butuh perjuangan? Menahan amarah lebih
berat daripada melampiaskannya. Itulah perjuangan, jihad. Maka jihad
perdamaian jauh lebih berat dan lebih patut diperjuangkan.
Pesan kedamaian Islam sangat jelas dalam sapaan
doa umat Islam; Assalaamu’alaikum, semoga kedamaian bagimu. Begitupun
dalam ayat pertama al-Quran: “Bismillaahirrahmaanirrahiim”, dengan Nama
Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Kita adalah bentuk kasih sayang Tuhan
bagi semesta alam.
Allaahumma Antassalaam; Duhai Allah, Engkaulah Kedamaian. Waminkassalaam
wa ilayka ya’uudussalaam; Dan dari-Mulah kedamaian berasal serta kembali. Fahayyinaa
Robbanaa bissalaam; Maka hidupkanlah kami bersama kedamaian. Wa
adkhilnaljannata daarossalaam; Dan masukkan kami ke dalam surga, negeri
kedamaian. Aamiin.
Itulah salah satu ujaran Maulana Wahiduddin
Khan, pendiri Centre of Peace and Spirituality - India. (www.cpsglobal.org)
Sebelumnya, kita sudah pernah ‘kenalan’ dengan
pandangan tokoh-tokoh internasional yang bergerak dalam upaya perdamaian,
pendidikan dan kesejahteraan sosial. Seperti Said Nursi Badi’uzzaman (Pahlawan
Turki), Fethullah Gulen Hojaefendi (Hizmet), Abu Anis Barkat Ali (Ihsan
Foundation), Ali Zainal Abidin Al-Jufri (Tayba Foundation), Hamza Yusuf
(Zaytuna College), Zaid Syakir (Radical Middle Way), Muhammad Tahir Ul Qadri
(Minhaj Ul Quran), hingga tokoh kita kali ini, Wahiduddin Khan.
Gaya mereka sama, yakni:
1.
Kedalaman ilmu syariahnya.
2.
Berlatar belakang tasawwuf.
3.
Moderat, yakni berdiri di antara pengabaian (ignorance)
dan berlebihan (extremism).
4.
Memulai pergerakannya secara sosial dengan
membangun kesamaan visi bersama rekan-rekannya.
5.
Disamping keliling menyampaikan gagasan dalam
orasi, seminar, ataupun diskusi, mereka juga menulis.
Nama-nama yang disebutkan di atas adalah para
penulis handal yang menuangkan berbagai hal dalam kehidupan dari kacamata
Islam. Sosial, politik, ekonomi, seni, budaya, lingkungan, spiritualisme. Ada
yang ditulis sendiri, adapula yang ditulis secara transkripsi oleh
murid-muridnya. Bagaimanapun, tulisan bisa lebih tajam dari pedang dan lebih
awet dalam merekam ide dari sekedar ingatan, serta tentunya lebih mudah
dijangkau kapanpun dimanapun.
Nah, bagaimana dengan kita di Indonesia? Mau
mentranskrip teks-teks kesejukan dan pemikiran tokoh-tokoh ulama kita? (Ustadz Zia
Ul Haq tegal: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=631547106919317).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar