Maulana
al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya pada Harlah NU di Kota
Pekalongan pernah menyampaikan perihal pentingnya warga Indonesia memiliki
wadah Nahdlatul Ulama, wadah bagi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Berikut adalah
kutipannya:
Menjelang
berdirinya NU beberapa ulama besar kumpul di Masjidil Haram, ini sudah tidak
tertulis dan harus dicari lagi narasumber-narasumbernya, beliau-beliau
menyimpulkan sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan
terjaganya ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Akhirnya diistikharahilah oleh para ulama
Haramain. Lalu mengutus Kiai Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar
menemui dua orang di Indonesia. Kalau dua orang ini meng-iya-kan jalan terus,
kalau tidak jangan diteruskan. Dua orang tersebut adalah al-Habib Hasyim bin
Umar bin Thoha bin Yahya Pekalongan dan Syaikhuna Mbah Kiai Kholil Bangkalan
Madura.
Oleh
sebab itu, tidak heran jika Mukatamar NU yang ke-5 dilaksanakan di Pekalongan
tahun 1930 M, untuk menghormati Habib Hasyim yang wafat pada itu. Itu suatu
penghormatan yang luar biasa. Tidak heran kalau di Pekalongan sampai dua kali
menjadi tuan rumah Muktamar Thariqah. Tidak heran karena sudah dari sananya.
Kok tahu ini semua sumbernya dari mana? Dari seorang yang shaleh, Kiai Irfan.
Suatu
ketika saya duduk-duduk dengan Kiai Irfan, Kiai Abdul Fattah dan Kiai Abdul
Hadi. Kiai Irfan bertanya pada saya: “Kamu ini siapanya Habib Hasyim?”
Yang
menjawab pertanyaan itu adalah Kiai Abdul Fattah dan Kiai Abdul Hadi: “Ini
cucunya Habib Hasyim, Yai.”
Akhirnya
saya diberi wasiat, katanya: “Mumpung saya masih hidup, tolong catat sejarah
ini. Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ke tempatnya Mbah Kiai Yasin. Kiai Sanusi
ikut serta pada waktu itu. Di situ diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar
datang ke Pekalongan. Lalu bersama Kiai Irfan datang ke kediamannya Habib
Hasyim. Begitu KH. Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata: “Kyai
Hasyim Asy’ari, silakan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Ahlussunnah
wal Jama’ah. Saya rela, tapi tolong saya jangan ditulis.” Begitu wasiat
Habib Hasyim.
Kiai
Hasyim Asy’ari pun merasa lega dan puas. Kemudin Kiai Hasyim Asy’ari menuju ke
tempatnya Mbah Kiai Kholil Bangkalan. Mbah Kyai Kholil bilang sama Kyai Hasyim
Asyari: “Laksanakan apa niatmu. Saya ridha seperti ridhanya Habib Hasyim.
Tapi saya juga minta tolong, nama saya jangan ditulis.”
Lantas
Kiai Hasyim Asy’ari bertanya: “Bagaimana Kiai, kok tidak mau ditulis semua?”
Mbah
Kiai Kholil pun menjawab: “Kalau mau tulis silakan, tapi sedikit saja.”
Itu
tawadhu’nya Mbah Kiai Ahmad Kholil Bangkalan. Dan ternyata sejarah tersebut
juga dicatat oleh Gus Dur,” pungkas Kiai Irfan.
Inilah
sedikit perjalanan Nahdlatul Ulama. Inilah perjuangan pendiri Nahdlatul Ulama.
Para pendirinya merupakan tokoh-tokoh ulama yang luar biasa. Makanya hal-hal
yang demikian itu tolong ditulis, biar anak-anak kita itu tidak terpengaruh
oleh yang tidak-tidak. Sebab mereka tidak mengetahui sejarah. Anak-anak kita
saat ini banyak yang tidak tahu, apa sih NU itu? Apa sih Ahlussunnah itu? Lha
ini permasalahan kita. Upaya pengenalan itu yang paling mudah dilakukan dengan
memasang foto-foto para pendiri NU, khususnya foto Hadhratus Syaikh Kiai Hasyim
Asy’ari.
Di
kesempatan lain bersumber dari saudara Hijrah Yanuar
Iskhaq, bahwa Kiai Ahmad Syafiq Pekalongan,
seminggu sebelum Maulid Akbar berlangsung, sekitar jam 1 dinihari pernah
didawuhi Abah Habib Luthfi bin Yahya: “Gus, aku iki hampir 70 tahun, wis
pingin liren, pengin mulang ning pondok, ndandani sholat sing iseh okeh salahe
ning masyarakat. Tetapi mben wengi kok Kanjeng Nabi Saw. hadir nepuk-nepuk
pundakku serto dawuh: “Bib, tolong urusi NU, urusi NU.”
Saya
terjemahkan begini: Gus, saya sudah hampir 70 tahun, sudah ingin istirahat,
ingin mengajar di pesantren, memperbaiki shalat yang masih banyak salahnya di
masyarakat. Tetapi setiap malam Nabi Muhammad Saw. selalu hadir seraya
menepuk-nepuk pundakku dan berkata: “Bib, tolong urusi NU, urusi NU.”
Sya’roni
As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 21 Maret 2014
0 komentar:
Posting Komentar