Halaman

Minggu, 23 Maret 2014

GUS DUR DAN CANDI BOROBUDUR





Semasa di Pesantren Tegalrejo Magelang, sekitar tahun 1957, Gus Dur muda sempat menemui seorang alumni Tebuireng yang tinggal di Desa Bogowanti Lor Magelang. Kyai Masruchan namanya yang ketika itu masih muda meski sudah dipanggil kyai di desanya. Menurut penuturannya Gus Dur pernah bilang bahwa kelak di kemudian hari desanya akan menjadi kota. “Desamu iki Kang, ora suwe sesuk dadi kutho. Aku terno nang candi, Kang” (Tak lama lagi desamu ini akan menjadi kota. Tolong antarkan saya ke candi), kata Gus Dur.

Diantarlah Gus Dur oleh Kyai Masruchan pergi untuk melihat Candi Borobudur. Setelah berkeliling di Candi Borobudur mulai dari lantai Kamadhatu, Rupadhatu hingga di puncak Arupadhatu Gus Dur bercerita kepada Kyai Masruchan tentang tasawuf dan tentang “sejarah” perjalanan spiritual setiap manusia seperti Sidharta Gautama.

Lalu Gus Dur berkata kepada Kyai Masruchan: “Semene gedhene paring Gusti nang tanah Jowo. Yo sinajan sing dadi wasilah iku wangsa Syailendra, ning ojo lali Kang, wong muslim justru sing oleh manfaate sing gedhe tenan” (Sedemikian besarnya anugerah Allah Swt. kepada tanah Jawa. Meski yang menjadi perantaranya adalah Bangsa Syailendra, tapi jangan lupa, justru kaum muslimin lah yang meraup banyak manfaatnya).

Kyai Masruchan hanya terbengong dan kelak di kemudian hari baru ia mengerti. Setelah puluhan tahun berlalu, apa yang pernah dikatakan Gus Dur benar adanya. “Gus Dur itu elok, benar-benar waskita,” kata Kyai Masruchan. (Diolah dari tulisan Gus Nuruddin Udien Hidayat).

Foto: Gus Dur muda saat sungkem kepada ibunda tercinta, Ibu Nyai Sholichah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar