Semasa di Pesantren
Tegalrejo Magelang, sekitar tahun 1957, Gus Dur muda sempat menemui seorang
alumni Tebuireng yang tinggal di Desa Bogowanti Lor Magelang. Kyai Masruchan
namanya yang ketika itu masih muda meski sudah dipanggil kyai di desanya.
Menurut penuturannya Gus Dur pernah bilang bahwa kelak di kemudian hari desanya
akan menjadi kota. “Desamu iki Kang, ora suwe sesuk dadi kutho. Aku terno
nang candi, Kang” (Tak lama lagi desamu ini akan menjadi kota. Tolong antarkan
saya ke candi), kata Gus Dur.
Diantarlah Gus
Dur oleh Kyai Masruchan pergi untuk melihat Candi Borobudur. Setelah berkeliling
di Candi Borobudur mulai dari lantai Kamadhatu, Rupadhatu hingga di puncak
Arupadhatu Gus Dur bercerita kepada Kyai Masruchan tentang tasawuf dan tentang “sejarah”
perjalanan spiritual setiap manusia seperti Sidharta Gautama.
Lalu Gus Dur berkata
kepada Kyai Masruchan: “Semene gedhene paring Gusti nang tanah Jowo. Yo
sinajan sing dadi wasilah iku wangsa Syailendra, ning ojo lali Kang, wong
muslim justru sing oleh manfaate sing gedhe tenan” (Sedemikian besarnya
anugerah Allah Swt. kepada tanah Jawa. Meski yang menjadi perantaranya adalah Bangsa
Syailendra, tapi jangan lupa, justru kaum muslimin lah yang meraup banyak manfaatnya).
Kyai Masruchan hanya
terbengong dan kelak di kemudian hari baru ia mengerti. Setelah puluhan tahun
berlalu, apa yang pernah dikatakan Gus Dur benar adanya. “Gus Dur itu elok,
benar-benar waskita,” kata Kyai Masruchan. (Diolah dari tulisan Gus Nuruddin
Udien Hidayat).
Foto: Gus Dur muda saat sungkem kepada ibunda tercinta, Ibu Nyai
Sholichah.
0 komentar:
Posting Komentar