Halaman

Selasa, 25 Februari 2014

KH. ABDULLAH SCHAL BANGKALAN MADURA



Nama kiai yang satu ini tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia, kuhsusunya Madura. Selain sebagai salah satu cucu penerus perjuangan Syaikhona Kholil Bangkalan, beliau juga dikenal memiliki kealiman, ketawadhu’an dan sangat teguh dalam memegang dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam. Semasa hidupnya KH. Abdullah Schal sangat disegani bukan hanya dari kalangan awam melainkan juga para ulama, khususnya di kalangan Nahdliyin.

Daftar Isi:

1.      Kelahiran KH. Abdullah Schal
2.      Kecintaan KH. Abdullah Schal terhadap Ilmu Agama
3.      Karomah KH. Abdullah Schal
4.      Sifat Mulia dan Semangat Dakwah KH. Abdullah Schal
5.      Detik-detik Kewafatan KH. Abdullah Schal

1.      Kelahiran KH. Abdullah Schal

Beliau dilahirkan di Desa Demangan tepat di jantung Kota Bangkalan, Madura pada 15 Jumadil Ula 1354 H/15 Agustus 1935 M dari pasangan RKH. Zahrowi dan Nyai Hj. Romlah cucu dari Syaichona Moh. Cholil (Mbah Cholil).

Nasab beliau adalah KH. Abdullah Schal bin Ny. Romlah binti KH. Imron bin KH. M. Kholil (Mbah Kholil) bin KH. Abdul Latief.

2.      Kecintaan KH. Abdullah Schal terhadap Ilmu Agama

Semasa mudanya beliau pernah belajar di Pesantren Disidogiri Pasuruan dimana tempat kakek buyutnya (Mbah Kholil) pernah mondok. Minat belajarnya sangat tinggi sehingga suatu hari beliau pernah muthala’ah (mengkaji ulang) kitab kuning hingga 3 hari 3 malam merasakan asyik yang luar biasa dan hanya istirahat sewaktu tiba shalat fardhu.

Kecintaannya terhadap ilmu agama dan Pondok Pesantren Sidogiri sebagai tempat beliau menuntut ilmu tidak diragukan lagi. Tatkala sudah berkeluarga dan memiliki seorang puteri, beliau pun memasukkannya ke Pesantren Sidogiri.

Dulu, ketika sang puteri mengalami sakit dan merasa tidak betah ingin segera pulang ke rumahnya, yakni di Pesantren Demangan Barat Bangkalan. KH. Abdullah Schal yang mengetahui hal tersebut langsung marah seraya berkata kepada puterinya itu: “Sungguh saya lebih suka mempunyai puteri yang sakit dan mati (syahid) dalam menuntut ilmu agama (di Sidogiri).

3.      Karomah KH. Abdullah Schal

Beliau juga dikenal sebagai seorang ulama yang doanya cepat diijabah (mandih pangocep; bahasa Madura) oleh Allah Swt. Apa yang dikatakannya bisa terjadi, atas izin Allah Swt.

Suatu ketika beliau berada di ndalem pondok dengan ditemani khadam (pembantu kiai) yang sekaligus santrinya. Hari itu cuacanya sangat cerah dan angin pun bertiup dengan tenang karena masih dalam musim kemarau. Cuaca seperti ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Bangkalan untuk menghibur diri dengan berbagai macam aktivitas, salah satunya dengan bermain layangan.

KH. Abdullah Schal yang sedang santai itu pun merasa penasaran dengan keramaian di dekat pondoknya. Ternyata di situ sedang banyak orang yang bermain layangan. Akhirnya beliau memanggil khadamnya: “Wahai santri coba kamu lihat di luar pondok mengapa terdengar ramai sekali?

Enggi (iya) Kiai,” jawab santrinya dengan patuh. Ia pun langsung pergi keluar untuk mengecek langsung atas keramain yang terjadi di luar. Tak lama kemudian sang santri kembali mengahadap kiainya itu.

Wahai santri ada apa di luar yang kamu lihat sehingga terdengar ramai? tanya KH. Abdullah Schal.

Jawab santri: “Kiai, di luar sedang ramai karena banyak orang bermain layangan.

O bermain layangan.

Enggi Kiai, tapi mereka bermain layangan sambil melakukan taruhan (berjudi) Kiai, jawab jujur santrinya.

O mander tak epa deddieh (beliau berdoa semoga judi (taruhan) mereka dihentikan oleh Allah Swt.).

Setelah berdoa sebentar santrinya pun dipanggil: “Wahai santriku, sekarang kamu perhatikan lagi apakah mereka masih tetap bermain layangan sambil taruhan?

Enggi Kiai.” Dengan patuhnya sang santri kembali ke luar untuk mengecek apakah mereka masih melakukan aktivitas taruhan ataukah sudah berhenti.

Selang tak berapa lama ia kembali lagi menghadap kiainya dengan penuh rasa keheranan: Sungguh aneh Kiai, mereka orang yang melakukan taruhan semuanya berhenti. Katanya tiba-tiba muncul angin yang sangat kencang entah dari mana asalnya yang menerbangkan semua layang-layang mereka dan putus begitu saja. Sehingga mereka mau tidak mau harus berhenti menerbangkan layangan. Dan itu bersamaan ketika Kiai berdoa.”

4.      Sifat Mulia dan Semangat Dakwah KH. Abdullah Schal

KH. Abdullah Schal merupakan sosok ulama panutan bagi masyarakat. Beliau tidak pernah lelah menyiarkan ajaran Islam hingga pelosok desa. Dalam kondisi sakit pun, pengasuh Pondok Pesantren Syaichona Cholil, Bangkalan ini tetap semangat berdakwah ke pelosok desa. Sosok kiai yang berpendirian teguh ini sangat menyintai dakwah untuk menyiarkan ajaran Islam.

Bahkan, semangat berdakwah tetap terbawa hingga kondisinya lemah dan terbaring di rumah sakit. Selimut yang menutupi bagian tubuhnya ditarik. Lalu dengan reflek diselempangkan layaknya surban. “Semangat berdakwahnya tetap terbawa meskipun beliau kritis,” kata dr. H. Fachrur Rozi, dokter pribadi yang turut mendampingi almarhum saat di rumah sakit.

Selama ini semangat berdakwah Rais Syuriyah PCNU Bangkalan itu sangat tinggi. Meskipun sakit, Kiai Abdullah tetap berdakwah. Dia rela ditandu untuk datang berdakwah. Selain syiar Islam, almarhum tidak ingin mengecewakan orang yang mengundang.

Saat peresmian IBS (Instalasi Bedah Sentral RSA Bangkalan), beliau itu sakit. Tapi memaksa datang karena tidak ingin mengecewakan orang yang mengundang. Ketika saya tanya, beliau bilang ingin berdoa,” tutur H. Fachrur Rozi.

Semangat berdakwah dilakoni KH. Abdullah Schal dalam 30 tahun terakhir. Bada Dzuhur berangkat ke desa untuk berdakwah. Kembali ke rumah pukul 02.00-03.00. dr. H. Fachrur Rozi lah yang selama 20 tahun merawat beliau. Menurutnya sesuatu yang luar biasa pada diri KH. Abdullah Schal adalah keikhlasannya, semangatnya dan tidak mau membeda-bedakan orang.

Bukan hanya itu. Dalam keadaan setengah sadar pun, almarhum masih kontak dan mengingat Allah. Ketika kondisinya kritis, beliau tetap berdzikir, membaca shalawat, tahlil dan melantunkan doa-doa.

Yang tidak kalah pentingnya adalah sikap dermawannya. KH. Abdullah Schal tidak pernah bosan memberi keperluan ratusan habib miskin yang seringkali memintanya bantuan. Setiap hari, sekitar 50-100 habib dibantu.

Sikap dermawannya juga ditunjukkan ketika diundang peresmian masjid, selalu datang dan tidak lupa menyumbang semisal membantu kubah. Sehingga, sumbangan itu menjadi dorongan semangat bagi warga untuk menyelesaikan masjidnya.

KH. Abdullah Schal juga turut membantu pembangunan daerah. Biasanya, ketika diundang pengajian rutin beliau meminta agar warga membangun jalan. Setelah ada jalan, pendakwah ini rutin memberi pengajian.

5.      Detik-detik Kewafatan KH. Abdullah Schal

Selama merawat KH. Abdullah Schal, ada tanda-tanda pengasuh pesantren ini akan wafat. Terakhir sakit, beliau meneteskan air mata. Itu ada dua kemungkinan. Karena psikologis atau tanda-tanda akan meninggal. Sebab, orang yang mau meninggal itu kelenjar matanya lemah,” kenang dr. H. Fachrur Rozi.

Beberapa jam sebelum meninggal, Kiai Abdullah sempat berwudhu. Beliau terus berdzikir. Detik-detik terakhir sebelum meninggal, di Bangkalan hujan turun tiga hari berturut-turut. Menurut H. Fachrur Rozi, fenomena itu pertanda bahwa alam ikut menangis karena ada ulama besar yang akan wafat.

Dan akhirnya sosok ulama panutan luar biasa yang perlu diteladani ini wafat pada 02 Ramadhan 1429 H/03 Oktober 2008 M.

Lahu al-Fatihah…

Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 25 Februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar