Nama kiai yang satu ini tidak
asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia, kuhsusunya Madura. Selain sebagai
salah satu cucu penerus perjuangan Syaikhona Kholil Bangkalan, beliau juga dikenal
memiliki kealiman, ketawadhu’an dan sangat teguh dalam memegang dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam. Semasa hidupnya KH. Abdullah Schal sangat disegani
bukan hanya dari kalangan awam melainkan juga para ulama, khususnya di kalangan Nahdliyin.
Daftar Isi:
1.
Kelahiran KH. Abdullah
Schal
2.
Kecintaan KH. Abdullah
Schal terhadap Ilmu Agama
3.
Karomah KH. Abdullah
Schal
4.
Sifat Mulia
dan Semangat Dakwah KH. Abdullah Schal
5.
Detik-detik
Kewafatan KH. Abdullah
Schal
1.
Kelahiran KH. Abdullah
Schal
Beliau dilahirkan di Desa Demangan tepat di jantung Kota
Bangkalan, Madura pada
15 Jumadil Ula 1354 H/15
Agustus 1935 M dari pasangan RKH. Zahrowi dan Nyai Hj. Romlah cucu dari
Syaichona Moh. Cholil (Mbah Cholil).
Nasab beliau adalah KH. Abdullah
Schal bin Ny. Romlah binti
KH. Imron bin KH. M. Kholil (Mbah Kholil)
bin KH. Abdul Latief.
2.
Kecintaan KH. Abdullah
Schal terhadap Ilmu Agama
Semasa mudanya beliau pernah belajar di Pesantren Disidogiri
Pasuruan dimana tempat kakek buyutnya (Mbah Kholil) pernah mondok. Minat
belajarnya sangat tinggi sehingga suatu hari beliau pernah muthala’ah (mengkaji
ulang) kitab kuning hingga 3 hari 3 malam merasakan asyik yang luar biasa dan
hanya istirahat sewaktu tiba shalat fardhu.
Kecintaannya terhadap ilmu agama dan Pondok Pesantren Sidogiri sebagai
tempat beliau menuntut ilmu tidak diragukan lagi. Tatkala sudah berkeluarga dan
memiliki seorang puteri, beliau pun memasukkannya
ke Pesantren Sidogiri.
Dulu, ketika sang puteri mengalami sakit dan
merasa tidak betah ingin segera pulang ke rumahnya, yakni
di Pesantren Demangan Barat
Bangkalan. KH. Abdullah Schal yang mengetahui hal tersebut langsung marah seraya berkata kepada
puterinya itu: “Sungguh saya lebih suka mempunyai puteri yang sakit dan mati (syahid)
dalam menuntut ilmu agama (di Sidogiri).”
3.
Karomah KH. Abdullah
Schal
Beliau juga dikenal sebagai seorang ulama yang doanya
cepat diijabah (mandih
pangocep; bahasa Madura) oleh Allah Swt. Apa yang dikatakannya
bisa terjadi, atas izin Allah Swt.
Suatu ketika beliau berada di ndalem pondok dengan
ditemani khadam (pembantu kiai) yang
sekaligus santrinya. Hari itu cuacanya
sangat cerah dan angin
pun bertiup dengan tenang karena masih dalam musim kemarau. Cuaca seperti ini
biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Bangkalan untuk menghibur diri dengan
berbagai macam aktivitas, salah satunya dengan bermain layangan.
KH. Abdullah Schal yang sedang santai itu pun merasa penasaran dengan
keramaian di dekat pondoknya. Ternyata di situ
sedang banyak orang
yang bermain layangan. Akhirnya beliau
memanggil khadamnya: “Wahai santri coba kamu lihat di luar pondok
mengapa terdengar ramai sekali?”
“Enggi (iya) Kiai,” jawab
santrinya dengan patuh. Ia pun langsung pergi keluar untuk mengecek
langsung atas keramain yang terjadi di luar. Tak lama
kemudian sang santri kembali mengahadap kiainya itu.
“Wahai santri ada apa di luar yang
kamu lihat sehingga terdengar ramai?” tanya KH. Abdullah
Schal.
Jawab santri: “Kiai, di luar sedang
ramai karena banyak orang bermain layangan.”
“O bermain layangan.”
“Enggi Kiai, tapi mereka bermain
layangan sambil melakukan taruhan (berjudi) Kiai,” jawab jujur santrinya.
“O mander tak epa deddieh” (beliau berdoa
semoga judi (taruhan) mereka
dihentikan oleh Allah Swt.).
Setelah berdoa sebentar santrinya pun dipanggil: “Wahai santriku, sekarang
kamu perhatikan lagi apakah mereka masih tetap bermain layangan sambil taruhan?”
“Enggi Kiai.” Dengan patuhnya sang santri kembali ke luar untuk
mengecek apakah mereka masih melakukan aktivitas taruhan ataukah sudah berhenti.
Selang tak berapa lama ia kembali lagi menghadap kiainya dengan
penuh rasa keheranan: “Sungguh aneh
Kiai, mereka orang yang melakukan taruhan semuanya berhenti. Katanya tiba-tiba
muncul angin yang sangat kencang entah dari mana asalnya yang menerbangkan
semua layang-layang mereka dan putus begitu
saja. Sehingga mereka mau tidak mau harus berhenti menerbangkan layangan. Dan itu bersamaan
ketika Kiai berdoa.”
4.
Sifat Mulia
dan Semangat Dakwah KH. Abdullah Schal
KH. Abdullah Schal merupakan sosok ulama panutan bagi
masyarakat. Beliau tidak pernah lelah menyiarkan ajaran Islam hingga pelosok
desa. Dalam kondisi sakit pun, pengasuh Pondok Pesantren Syaichona Cholil,
Bangkalan ini tetap semangat berdakwah ke pelosok desa. Sosok kiai
yang berpendirian teguh ini sangat menyintai dakwah untuk menyiarkan ajaran
Islam.
Bahkan, semangat berdakwah tetap terbawa hingga
kondisinya lemah dan terbaring di rumah sakit. Selimut yang menutupi bagian
tubuhnya ditarik. Lalu dengan reflek diselempangkan layaknya surban. “Semangat
berdakwahnya tetap terbawa meskipun beliau kritis,” kata dr. H. Fachrur
Rozi, dokter pribadi yang turut mendampingi almarhum saat di rumah sakit.
Selama ini semangat berdakwah Rais Syuriyah PCNU
Bangkalan itu sangat tinggi. Meskipun sakit, Kiai Abdullah tetap berdakwah. Dia
rela ditandu untuk datang berdakwah. Selain syiar Islam, almarhum tidak ingin
mengecewakan orang yang mengundang.
“Saat peresmian IBS (Instalasi Bedah
Sentral RSA Bangkalan), beliau itu sakit. Tapi memaksa datang karena tidak
ingin mengecewakan orang yang mengundang. Ketika saya tanya, beliau bilang
ingin berdoa,” tutur H. Fachrur Rozi.
Semangat berdakwah dilakoni KH. Abdullah Schal dalam 30
tahun terakhir. Ba’da Dzuhur berangkat
ke desa untuk berdakwah. Kembali ke rumah pukul 02.00-03.00. dr. H. Fachrur
Rozi lah yang selama 20 tahun merawat beliau. Menurutnya sesuatu yang luar
biasa pada diri KH. Abdullah Schal adalah keikhlasannya, semangatnya dan tidak
mau membeda-bedakan orang.
Bukan hanya itu. Dalam keadaan setengah sadar pun,
almarhum masih kontak dan mengingat Allah. Ketika kondisinya kritis, beliau
tetap berdzikir,
membaca shalawat,
tahlil dan melantunkan doa-doa.
Yang tidak kalah pentingnya adalah sikap
dermawannya. KH. Abdullah Schal tidak pernah
bosan memberi keperluan ratusan habib miskin yang seringkali memintanya bantuan. Setiap hari, sekitar 50-100 habib dibantu.
Sikap dermawannya juga ditunjukkan ketika diundang
peresmian masjid, selalu datang
dan tidak lupa menyumbang semisal membantu
kubah. Sehingga, sumbangan itu menjadi dorongan semangat bagi warga untuk
menyelesaikan masjidnya.
KH. Abdullah Schal juga turut membantu pembangunan
daerah. Biasanya, ketika diundang pengajian rutin beliau meminta agar warga membangun jalan.
Setelah ada jalan, pendakwah ini rutin memberi pengajian.
5.
Detik-detik
Kewafatan KH. Abdullah
Schal
Selama merawat KH. Abdullah Schal, ada
tanda-tanda pengasuh pesantren ini akan wafat. “Terakhir
sakit, beliau meneteskan air mata. Itu ada dua kemungkinan. Karena psikologis
atau tanda-tanda akan meninggal. Sebab, orang yang mau meninggal itu kelenjar
matanya lemah,” kenang dr. H. Fachrur
Rozi.
Beberapa jam sebelum meninggal, Kiai Abdullah sempat
berwudhu. Beliau terus berdzikir. Detik-detik
terakhir sebelum meninggal, di Bangkalan hujan turun tiga hari berturut-turut.
Menurut H. Fachrur Rozi, fenomena itu pertanda bahwa alam ikut menangis karena
ada ulama besar yang akan wafat.
Dan akhirnya sosok ulama panutan luar
biasa yang perlu diteladani ini wafat pada 02 Ramadhan 1429 H/03 Oktober
2008 M.
Lahu al-Fatihah…
Sya’roni As-Samfuriy, Cilangkap Jaktim 25 Februari 2014
0 komentar:
Posting Komentar