Halaman

Minggu, 16 Februari 2014

BENARKAH PROF. DR. KH. SAID AGIL SIROJ ITU LIBERAL?





Ketika banyak orang mengaitkan dirinya dengan pemikiran liberal dan Syi’ah, Prof. Dr. KH. Said Agil Siroj tidak pernah merasa terganggu dengan hal itu. Dia sering menanggapi dengan senyum khasnya. “Ya tidak benar dong orang menuduh saya liberal, karena liberal itu bebas tanpa batas. Saya masih mengikatkan diri pada al-Quran, hadits, ijma’ ulama. Dan itu tidak tepat disebut liberal,” ujarnya santai.

“Di manapun forum saya selalu berbicara dengan dalil, ini al-Qurannya, ini haditsnya, dan ini pendapat berbagai ulama. Kalau orang liberal, mereka bebas, tanpa ikatan. Bahwa ketika mengkontekskan khazanah kitab kuning dengan kondisi aktual, saya berbeda dengan kiai lain, itu benar. Itu pun perbedaannya sedikit, saya tetap mengkontekskan dengan ulama lain, apakah itu al-Ghazali, al-Asy’ari, juga ulama-ulama besar lainnya.”

Tentang pemikiran liberal yang berkembang di kalangan generasi muda NU, menurut guru besar tasawuf filsafat ini, itu bukan liberal murni. “Itu hanya kenakalan intelektual yang suatu saat akan kembali lagi ke pangkuan NU, lha wong mereka saja dengan kiai masih cium tangan. Liberal kok cium tangan, itu bisa batal liberalnya,” ujar Kiai Said Agil tertawa.

Menurutnya, yang liberal itu tidak percaya agama, tidak punya ikatan apapun, bebas. Selama masih percaya doktrin agama, itu bukan liberal, misalnya masih percaya shalat lima waktu dan mengikuti rakaat yang ditentukan agama, padahal itu kan doktrin yang kalau dilogikakan tidak ketemu. “Selama masih percaya itu, batal liberalnya.”

Lalu tentang isu Syi’ah, menurutnya itu bermula dari pernah hadirnya dia di suatu acara Syi’ah sebagai pembicara tahun 1997 dan setiap saat VCD-nya diputar ulang, disebarkan terus.

“Syi’ah itu ada definisinya, orang yang meyakini imam setelah Rasulullah Saw. itu adalah Ali dengan ada teks, nash, wasiat, dan petunjuk dari Nabi, padahal saya tidak pernah percaya hal itu. Orang Syi’ah saja tidak pernah menganggap saya Syi’ah. Orang Syi’ah percaya, setelah Ali itu imamnya adalah Hasan, setelah itu Husein, setelah itu Zainal Abidin, Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq, Musa al-Kadzim, sampai Hasan Asy’ari dan Imam Mahdi. Saya tidak pernah percaya hal itu, saya juga tidak percaya ada wasiat itu. Itu rukun orang Syi’ah, imam yang 12, yang mereka percayai adalah maksum, imam itu mendapatkan ilham. Saya tidak pernah percaya hal itu. Masa’ orang tidak pernah percaya hal itu dibilang Syi’ah?” ujarnya sambil tersenyum.

Di akhir perbincangan, Prof. Dr. KH. Said Agil Siroj kembali menegaskan komitmennya untuk membawa NU menjaga dan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menopang kebhinekaan, tidak sektarian dan tidak primordial, tidak ekstrem, tidak radikal, akan membendung gerakan liberal murni, gerakan sekuler, berpaham Ahlusunnah wal Jama’ah, dan menjadi rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).

Sumber: Majalah Alkisah

Sya’roni As-Samfuriy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar