Halaman

Jumat, 21 September 2012

BAB 11; MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA SELAIN ALLAH


BAB 11; MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA SELAIN ALLAH


Pernyataan Abdullah bin Baz bahwa Meminta Pertolongan kepada Selain Allah adalah Syirik:

Meminta tolong dan perlindungan kepada selain Allah. Rasulullah Saw. berkata kepada Ibnu Abbas radhiyallahu‘anhuma: ”Apabila kamu ingin meminta (sesuatu), maka mintalah (hanya) kepada Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka minta pertolonganlah (hanya) kepada Allah.” Dengan demikian, tahulah kita bahwa berdo’a (meminta sesuatu) kepada jin adalah terlarang.


Tanggapan Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengenai Perbuatan Meminta Tolong kepada Selain Allah:

Berkata Rabi’ah bin Ka’ab Ra.: “Aku pernah berhari-hari menginap di kediaman Rasul Saw., dan aku membawakan air wudhu untuk beliau Saw. dan hajat-hajat beliau Saw., maka beliau Saw. bersabda: ”Mintalah!”, maka aku berkata: “Aku minta padamu untuk bisa menemanimu di surge.”, maka Rasul Saw. bersabda: “Adakah permintaan yang lainnya?”, aku berkata: ”Itu saja”. Maka Rasul Saw. bersabda: “Bantulah aku untuk dirimu sendiri dengan memperbanyak sujud.” (Shahih Muslim).
Jelas sudah bahwa Rasul Saw. membolehkan minta pada makhluk, bahkan Rasul Saw. menyuruh Rabi’ah minta pada beliau Saw., dan Rabi’ah meminta dekat dengan Rasul Saw. di surga pada Rasul Saw., dan Rasul Saw. tak menolaknya, namun beliau Saw. meminta Rabi’ah juga memperbanyak sujud, bukan melarang, apalagi mengatakan musyrik.
Menikah dengan jin diperbolehkan dalam seluruh madzhab, berteman dengan jin telah dijelaskan bahwa jin itu tidak semuanya musyrik, ada yang shalih dan ada yang fasiq, silahkan rujuk surat al-Jin, dan yang dilarang adalah menyembah jin itu, atau memperbudaknya.
Meminta pertolongan pada selain Allah boleh saja selama tak melanggar syariah, Rasul Saw. Jelas bahwa larangan Allah Swt. menyembah pada selain Allah Swt., bukan melarang tawassul atau minta bantuan pada manusia, berbeda dengan yang dijelaskan Bin Baz dalam hal ini, ia membelokkan makna sangat jauh dari tujuan ayat, alangkah bodohnya jika pendapat semacam ini disebut fatwa. Perbuatan sunnah Rasul Saw. dibelokkan menjadi perbuatan musyrik. Bukankah anak-anak Nabi Ya’qub As. (kakak-kakak Nabi Yusuf As.) meminta pada ayahnya agar ayahnya beristighfar untuk mereka?: “ Wahai ayah kami, tolong mintakan pengampunan pada Allah untuk kami, sungguh kami telah berbuat salah”, maka ia (Ya’qub As.) berkata:“Aku akan mohonkan pengampunan pada Allah untuk kalian, sungguh Tuhanku Maha Pengampun dan Berkasih Sayang.” (QS. Yusuf ayat 97-98).
Apakah Nabi Ya’qub As. ini membenarkan kemusyrikan anak-anaknya? Kenapa mereka meminta diistighfarkan oleh ayahnya? Kenapa berperantara pada ayahnya? Kenapa tidak langsung saja pada Allah? Kenapa Allah menyebut ayat ini dalam al-Qur’an? Bukankah perbuatan ini ditiru oleh para sahabat radhiyallahu‘anhum lalu Allah swt memuji mereka?: “Ketika mereka telah berbuat dzalim atas diri mereka sendiri lalu mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka beristighfar pada Allah di depanmu, lalu Rasul (Saw.) beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapati Allah Maha Menerima taubat mereka dan Berkasih Sayang.” (QS. an-Nisa ayat 64).
Al-Imam Ibn Katsir dalam Tafsirnya menukil syarah ayat ini diriwayatkan oleh al-Utbiy bahwa ia sedang duduk di makam Rasul saw., lalu dating seseorang dan berkata: “Salam sejahtera wahai Rasulullah, aku dengan firman Allah Swt. yang berbunyi: “Ketika mereka telah berbuat dzalim atas diri mereka sendiri lalu mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka beristighfar pada Allah di depanmu, lalu Rasul (Saw.) beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapati Allah Maha Menerima taubat mereka dan Berkasih Sayang.” (QS. an-Nisa ayat 64). dan kini aku dating padamu wahai Nabi, beristighfar di hadapanmu atas dosa-dosaku, dan minta syafaat padamu kepada Tuhanku.” Lalu pria itu pergi dan aku (al-Utbiy) tertidur, dan aku bermimpi Rasul Saw. dan berkata: “Wahai Utbiy, kejar orang itu, katakan padanya bahwa Allah Swt. sudah megampuninya.” (Tafsir Imam Ibn Katsir pada QS. an-Nisa ayat 64). Riwayat ini juga diriwayatkan oleh al-Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’.
Tentunya mimpi tak bisa dipakai dalil, namun tentuya yang kita bahas adalah perbuatan meminta pada kubur Nabi Saw. yang terjadi sebelum mimpi tersebut, jika perbuatan itu syirik maka Imam al-Utbiy akan menegurnya, dan Imam Ibn Katsir akan menjelaskan bahwa minta dikuburan itu syirik, dan demikian pula Imam Nawawi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Imam Ibn Katsir adalah murid Ibn Taimiyah, dan fatwa Imam Ibn Katsir sangat dipakai oleh para kalangan anti Maulid, namun lihat sendiri bahwa Imam Ibn Katsir ini membolehkan minta pada ahli kubur, demikian pula Hujjatul Islam al- Imam Nawawi, dan sama sekali tak menyebutkan bahwa perbuatan itu syirik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar