BAB
11; MEMINTA PERTOLONGAN KEPADA SELAIN ALLAH
Pernyataan
Abdullah bin Baz bahwa Meminta Pertolongan kepada Selain Allah adalah Syirik:
Meminta
tolong dan perlindungan kepada selain Allah. Rasulullah Saw. berkata
kepada Ibnu Abbas radhiyallahu‘anhuma: ”Apabila kamu ingin meminta
(sesuatu), maka mintalah (hanya) kepada Allah, dan apabila kamu
meminta pertolongan, maka minta pertolonganlah (hanya) kepada
Allah.” Dengan demikian, tahulah kita bahwa berdo’a (meminta
sesuatu) kepada jin adalah terlarang.
Tanggapan
Al-Habib Mundzir Al-Musawa Mengenai Perbuatan Meminta Tolong kepada Selain
Allah:
Berkata
Rabi’ah bin Ka’ab Ra.: “Aku pernah berhari-hari menginap di kediaman
Rasul Saw., dan aku membawakan air wudhu untuk beliau Saw. dan
hajat-hajat beliau Saw., maka beliau Saw. bersabda: ”Mintalah!”,
maka aku berkata: “Aku minta padamu untuk bisa menemanimu di
surge.”, maka Rasul Saw. bersabda: “Adakah permintaan yang
lainnya?”, aku berkata: ”Itu saja”. Maka Rasul Saw.
bersabda: “Bantulah aku untuk dirimu sendiri dengan memperbanyak
sujud.” (Shahih Muslim).
Jelas
sudah bahwa Rasul Saw. membolehkan minta pada makhluk, bahkan Rasul Saw.
menyuruh Rabi’ah minta pada beliau Saw., dan Rabi’ah meminta dekat
dengan Rasul Saw. di surga pada Rasul Saw., dan Rasul Saw. tak
menolaknya, namun beliau Saw. meminta Rabi’ah juga memperbanyak sujud,
bukan melarang, apalagi mengatakan musyrik.
Menikah
dengan jin diperbolehkan dalam seluruh madzhab, berteman dengan jin
telah dijelaskan bahwa jin itu tidak semuanya musyrik, ada yang
shalih dan ada yang fasiq, silahkan rujuk surat al-Jin, dan yang
dilarang adalah menyembah jin itu, atau memperbudaknya.
Meminta
pertolongan pada selain Allah boleh saja selama tak melanggar syariah,
Rasul Saw. Jelas bahwa larangan Allah Swt. menyembah pada selain
Allah Swt., bukan melarang tawassul atau minta bantuan pada manusia,
berbeda dengan yang dijelaskan Bin Baz dalam hal ini, ia membelokkan makna
sangat jauh dari tujuan ayat, alangkah bodohnya jika pendapat semacam
ini disebut fatwa. Perbuatan sunnah Rasul Saw. dibelokkan menjadi
perbuatan musyrik. Bukankah anak-anak Nabi Ya’qub As. (kakak-kakak Nabi
Yusuf As.) meminta pada ayahnya agar ayahnya beristighfar untuk
mereka?: “ Wahai ayah kami, tolong mintakan pengampunan pada Allah
untuk kami, sungguh kami telah berbuat salah”, maka ia (Ya’qub
As.) berkata:“Aku akan mohonkan pengampunan pada Allah untuk kalian,
sungguh Tuhanku Maha Pengampun dan Berkasih Sayang.” (QS.
Yusuf ayat 97-98).
Apakah
Nabi Ya’qub As. ini membenarkan kemusyrikan anak-anaknya? Kenapa mereka
meminta diistighfarkan oleh ayahnya? Kenapa berperantara pada ayahnya?
Kenapa tidak langsung saja pada Allah? Kenapa Allah menyebut ayat ini
dalam al-Qur’an? Bukankah perbuatan ini ditiru oleh para sahabat radhiyallahu‘anhum
lalu Allah swt memuji mereka?: “Ketika mereka telah berbuat
dzalim atas diri mereka sendiri lalu mereka datang padamu (wahai
Muhammad), lalu mereka beristighfar pada Allah di depanmu,
lalu Rasul (Saw.) beristighfar untuk mereka, maka mereka akan
dapati Allah Maha Menerima taubat mereka dan Berkasih Sayang.”
(QS. an-Nisa ayat 64).
Al-Imam
Ibn Katsir dalam Tafsirnya menukil syarah ayat ini diriwayatkan oleh
al-Utbiy bahwa ia sedang duduk di makam Rasul saw., lalu dating seseorang
dan berkata: “Salam sejahtera wahai Rasulullah, aku dengan firman
Allah Swt. yang berbunyi: “Ketika mereka telah berbuat dzalim atas diri mereka
sendiri lalu mereka datang padamu (wahai Muhammad), lalu mereka
beristighfar pada Allah di depanmu, lalu Rasul (Saw.)
beristighfar untuk mereka, maka mereka akan dapati Allah Maha
Menerima taubat mereka dan Berkasih Sayang.” (QS. an-Nisa
ayat 64). dan kini aku dating padamu wahai Nabi, beristighfar di hadapanmu
atas dosa-dosaku, dan minta syafaat padamu kepada Tuhanku.” Lalu pria itu pergi
dan aku (al-Utbiy) tertidur, dan aku bermimpi Rasul Saw. dan berkata: “Wahai
Utbiy, kejar orang itu, katakan padanya bahwa Allah Swt. sudah megampuninya.” (Tafsir
Imam Ibn Katsir pada QS. an-Nisa ayat 64). Riwayat ini juga diriwayatkan
oleh al-Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’.
Tentunya
mimpi tak bisa dipakai dalil, namun tentuya yang kita bahas adalah
perbuatan meminta pada kubur Nabi Saw. yang terjadi sebelum mimpi tersebut,
jika perbuatan itu syirik maka Imam al-Utbiy akan menegurnya, dan Imam Ibn
Katsir akan menjelaskan bahwa minta dikuburan itu syirik, dan demikian
pula Imam Nawawi.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa Imam Ibn Katsir adalah murid Ibn Taimiyah, dan fatwa
Imam Ibn Katsir sangat dipakai oleh para kalangan anti Maulid,
namun lihat sendiri bahwa Imam Ibn Katsir ini membolehkan minta pada
ahli kubur, demikian pula Hujjatul Islam al- Imam Nawawi, dan
sama sekali tak menyebutkan bahwa perbuatan itu syirik.
0 komentar:
Posting Komentar